Investasi: karier Pasca Pensiun

Oleh Elvyn G Masassya

Boleh jadi dahi Anda akan berkerut membaca judul tulisan ini. Bagaimana mungkin orang yang sudah pensiun masih memiliki karier? Kebanyakan orang beranggapan bahwa pensiun adalah tidak bekerja lagi, lalu menghabiskan masa tua dengan kegiatan-kegiatan keagamaan atau kegiatan sosial.

Tapi, tahukah Anda bahwa usia pensiun resmi di Indonesia adalah 56 tahun. Sementara tingkat usia hidup orang Indonesia saat ini rata-rata sudah mencapai 72 tahun. Jadi ada 16 tahun sisa usia yang mesti dijalani. Nah apakah selama 16 tahun itu cukup hanya melakukan kegiatan sosial dan keagamaan? Jawabnya bisa ya, jika memang secara finansial Anda telah masuk dalam kategori merdeka. Artinya, ketika memasuki usia pensiun, Anda telah memiliki aset produktif atau masih memiliki penghasilan tetap yang bisa dipakai untuk membiayai hidup, melalui program jaminan pensiun yang diikuti sejak masih berusia muda.

Namun, bagaimana dengan kalangan yang ketika masih usia bekerja saja penghasilannya pas-pasan. Apa yang akan terjadi jika yang bersangkutan harus mengakhiri masa kerjanya di perusahaan tersebut karena sudah memasuki usia 56 tahun. Padahal, secara finansial belum masuk dalam kategori financial freedom. Solusinya cuma satu, yakni menyiapkan karier kedua setelah pensiun.

Sebenarnya dari sudut pandang yang lain, tidak pernah ada usia pensiun. Yang ada adalah berganti kegiatan. Patokan usia pensiun itu hanyalah formalitas yang diberlakukan di sejumlah perusahaan, dalam kacamata usia produktif. Namun, dalam realitasnya, dengan tingkat usia hidup yang lebih lama, usia produktif itu juga bisa lebih lama. Di belahan Eropa sana, seseorang baru memasuki usia pensiun tatkala berusia 68 tahun. Bahkan di beberapa negara bisa mencapai 70 tahun, dengan tingkat usia hidup mencapai 80 tahun.

“Passion”

Ketika seseorang mulai bekerja, pekerjaan tersebut menghasilkan pendapatan. Apakah pekerjaan tersebut disukai? Bisa ya dan bisa pula tidak. Bagi generasi milenium saat ini, umumnya mereka melakukan pekerjaan yang mereka sukai, sesuai dengan hasrat jiwa atau passion mereka. Tapi, bagi generasi yang lahir pada tahun 1950/1960/1970-an, bekerja belum tentu sesuai dengan passion, melainkan karena mereka diterima bekerja dan kemudian berjalan terus hingga saat ini. Hanya sedikit yang berani berpindah pekerjaan. Kebanyakan terjebak dalam comfort zone. Menikmati yang ada tanpa berani mengambil risiko mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan bakat dan talenta atau keinginannya. Dan tahu-tahu sudah memasuki usia pensiun.

Nah, bagi kalangan yang seperti ini, memang ada yang beruntung. Menyiapkan hari tua dengan baik. Namun, lebih banyak lagi yang ketika memasuki usia pensiun belum cukup kaya. Dus, oleh karena itu, solusinya sekali lagi adalah mulai membangun karier baru setelah pensiun. Dan karier itu sejatinya mesti disesuaikan dengan passion atau bakat lain yang tersembunyi yang selama puluhan tahun terpendam tanpa bisa dieksplorasi. Bagaimana konkretnya?

Umpamakan usia Anda saat ini 50-an tahun, berarti masa kerja “formal” Anda tinggal 6 tahun lagi. Sembari menunggu selesainya masa bakti formal itu, Anda harus mulai berpikir untuk menyiapkan kegiatan lain yang akan Anda jalankan setelah pensiun. Kegiatan seperti apa? Cek diri Anda. Selama ini Anda memiliki minat terhadap apa? Mungkin Anda penggemar makanan. Mungkin Anda menggemari seni. Mungkin Anda menggemari olahraga. Semua kegemaran tersebut, hakikatnya bisa menjadi modal awal untuk membangun karier kedua.

Bagi penggemar makanan, pertimbangkan untuk memulai bisnis makanan, apakah sebagai pemasok atau pedagang, dengan membuka warung dan/atau restoran. Demikian pula bagi Anda yang memiliki kesukaan di bidang lain. Di bidang apa pun, saat ini terbuka beragam peluang untuk melakukan kegiatan yang disukai yang bisa menjadi bisnis dan memiliki manfaat ekonomis.

Bahkan, bagi Anda yang mungkin memang sejak lama memiliki bakat bisnis, malah ada peluang lain yang bisa dipertimbangkan. Apa itu? Belakangan ini cukup banyak perusahaan yang menerapkan program golden shake hand(GSH) atau pemutusan hubungan kerja secara sukarela dengan aneka alasan. Biasanya, karyawan yang mengambil program GSH akan mendapatkan kompensasi cukup besar, yang jika dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadi modal kerja menjalankan kegiatan bisnis baru. Nah, jika Anda merasa, dalam enam tahun ke depan karier Anda tidak akan meningkat, kenapa tidak mempertimbangkan untuk ikut serta dalam program GSH tersebut.

Mungkin sebagian dari Anda ada resistan terhadap pemikiran di atas, dengan alasan bahwa Anda tidak memiliki bakat apa pun. Coba cek tabungan Anda, apakah mencukupi dibandingkan dengan kebutuhan finansial Anda setelah pensiun? Atau apakah Anda yakin akan merasa bahagia dengan tidak melakukan apa pun setelah tidak bekerja lagi? Banyak contoh di sekitar kita, pensiunan yang mati muda, di bawah rata-rata usia hidup kebanyakan orang. Kenapa? Karena mengalami stres yang bahkan jauh lebih berat ketimbang ketika masih bekerja. Merasa rendah diri, merasa tidak berguna, merasa dikucilkan, dan lain sebagainya. Dan ironisnya, mereka tidak mau keluar daristress zone tersebut, setelah sekian puluh tahun berada di comfort zone.

Jadi, menyiapkan karier baru setelah pensiun sebenarnya bukan sekadar untuk bisa tetap hidup layak dan memiliki dukungan finansial, tetapi agar tetap bisa menjalani hidup dengan normal, sama seperti ketika masih berusia muda.

Kesimpulan, menyiapkan karier kedua setelah pensiun bukanlah hal yang mengada-ada. Anda bisa melakukannya ketika memasuki usia pensiun resmi dan/atau mulai menyiapkannya sejak sebelum usia pensiun resmi itu tiba. Gunakan tabungan yang ada sebagai modal awal. Jika tidak memiliki tabungan yang cukup, toh Anda memiliki teman-teman yang selama puluhan tahun sudah bersama-sama mengarungi hidup yang bisa Anda ajak untuk memulai suatu kegiatan baru bersama-sama, atau Anda ikut serta dalam kegiatan bisnis teman-teman Anda tersebut. Selamat mencoba.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 November 2015, di halaman 11 dengan judul “Investasi: karier Pasca Pensiun”.