Religiousso…

RELIGIOUS COUNTRY…
by Syaefudin Simon.

John, wartawan Amerika, tertarik sekali dengan dinamika politik dan agama di Indonesia.
Wartawan New York Times (NYT) itu ingin melihat langsung kondisi tersebut dan akan melaporkannya untuk redaksi NYT di kota New York, Manhattan.

“Reportase ini bakal jadi tulisan menarik di NYT,”
pikir John.
Ia pun belajar bahasa Indonesia sebelum berangkat ke Yogyakarta.
Yogya dipilih John untuk mengeksplor dinamika politik dan agama di Indonesia, karena ia pikir, kota Gudeg adalah pusat intelektual dan kebudayaan Indonesia.

Begitu mendarat di bandara Yogya International Airport (YIA), John langsung minta diantar Tom Berok, aktivis Kagama Virtual yang menjemputnya untuk menemui politisi senior Indonesia.

“Saya ingin bertemu politisi Indonesia,”
kata John begitu tiba di bandara YIA.

“Kalau begitu, mari kita datang ke masjid,”
kata Tom.

“What..? Ke masjid…?”
John kaget dan bingung.

“Bukannya masjid itu tempatnya ustadz?”

“Yes, that’s right John,”
timpal Tom dengan bahasa Inggris yang fasih.
Tom, fotografer dan aktivis kampus dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM, memang pernah jadi juara lomba pidato Bahasa Inggris antar-RT se-Mantrijeron.

“Jika ini benar, teori sekularisasi benar-benar dijungkirbalikkan,”
ungkap John.

“Kondisi Indonesia sejak Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 memang begitu John…!”
jelas Tom yang suka pakai sarung batik Cirebon itu.
John pun manggut².
Ia merasa ada sesuatu yang aneh tapi nyata di Indonesia.
Ia pun makin penasaran.

“Jika ketemu politisi carinya di masjid, terus bagaimana kalau mau ketemu ustad…?”
tanya John makin antusias.

“Carilah ustad di universitas…!”
jawab Tom.

“Ada-ada saja Anda ini…!”
John tambah bingung.

“Universitas kan tempatnya intelektual…?”
timpal John.

“Ah, you keliru John. Kalau mau jumpa intelektual, pergilah ke warung angkringan…!”

“Waduh…saya pusing…”
kata John.
Tampaknya kepala si wartawan NYT itu mulai pening.

“Warung angkringan kan tempat para broker dan orang-orang kurang kerjaan…?”

“You keliru lagi. You perlu lebih banyak bergaul di sini…!”
kata Tom yang kumisnya mirip Pak Raden itu.

“Kalau mau ketemu broker dan orang-orang yang kurang kerjaan, silakan pergi ke gedung parlemen…!”
jelas Tom sambil nyengir.
John pun tambah bingung.

Kepala si wartawan NYT itu kini benar-benar sudah pening.
Tapi ia tambah penasaran.

“Bukankah parlemen tempat wakil rakyat..?”
sergah John.

“John, you kurang cermat membaca Indonesia. You perlu tahu, kalau mau ketemu wakil rakyat, pergilah ke tahanan KPK…!”
jelas fotografer unik ini.

“Bukankah di KPK tempatnya para koruptor…?”
tukas John.

“You keliru lagi John. Kalau mau ketemu koruptor datanglah ke markas partai² politik…!”
ujar Tom serius.

Wartawan NYT itu nyaris tidak sanggup lagi mengikuti petunjuk Tom.
Tapi John ingin mencoba untuk terakhir kali menanyakan Tom guna memuaskan penasarannya.

“Bukankah partai politik itu tempatnya para politisi?”

“Ha, ha, ha…; lagi² you keliru…! Kalau mau ketemu politisi, datanglah ke masjid, kan sudah saya kasih tahu dari awal…!?!”

John hanya bisa melongo.
Ia tergagap.
Tenggorokannya tersekat mendengar informasi Tom itu.

“This is Indonesia John. You jangan gampang terjebak kategori. Mungkin bagi anda ini semua tampak membingungkan. Tapi asal tahu saja, kami rakyat Indonesia punya rumus yang jitu untuk mengatasi kebingungan seperti itu…,”
kelakar Tom untuk mencairkan suasana.
Maklum, John makin serius dan tegang.
Muka bulenya terlihat makin merah.

“Rumus apa itu?”
tukas John

“You jangan percaya agamawan yang selalu berbusa-busa bicara politik dan jangan pernah percaya politisi yang sibuk bicara agama…!!!”

“What…???”
John nyaris terjatuh saking kagetnya mendengar penjelasan Tom.

“Mad country…!”
teriak John.

“No…! This is a religious country…!”
teriak Tom tak mau kalah…

Tammat…

🙏😃🙈😛🙊😃🙏

My Masterpiece…

My first, My Masterpiece..

Sebuah tulisan lama, hasil perenungan 14 tahun semenjak bekerja di Bappenas akhir 1989 lalu. Diterbitkan pada 11 Januari 2003 lalu, persis ketika saya ultah ke-40, sekaligus sebagai kado ultah.Semoga berguna.

Aamiin yra.

PENATAAN KEMENTERIAN Pengisian Pejabat Bisa Lebih Cepat

JAKARTA, KOMPAS — Pengisian posisi lowong jabatan pimpinan yang masih terjadi di sejumlah kementerian, terutama yang mengalami perubahan nomenklatur, seharusnya bisa lebih cepat dilakukan tanpa harus mengabaikan sistem merit. Langkah ini perlu ditempuh agar semua program kementerian dapat segera dijalankan,

Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Gabriel Lele, mengatakan, untuk posisi jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya atau pejabat eselon I, percepatan bisa dilakukan dengan mengintensifkan sidang tim penilai akhir (TPA) yang diketuai Presiden Joko Widodo. Sementara pengisian JPT pratama atau pejabat eselon II serta pejabat eselon III dan IV, percepatan bisa dilakukan dengan melaksanakan seleksi secara paralel. “Tak perlu menunggu pejabat eselon I terisi, baru kemudian eselon II dan seterusnya,” katanya, Selasa (12/5).

Pantauan Kompas, panitia seleksi (pansel) di sejumlah kementerian telah menyeleksi dan menyerahkan tiga calon dengan nilai terbaik untuk mengisi posisi satu JPT madya. Namun, penetapan calon terpilih harus menunggu TPA bersidang dan ini sangat bergantung pada tersedianya waktu Presiden.

Hal ini antara lain terjadi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pada minggu ketiga April, pansel sudah menyerahkan 42 calon untuk mengisi 14 posisi JPT madya di kementerian itu. Namun, hingga saat ini, sidang TPA untuk menetapkan calon terpilih belum juga digelar.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara juga menyampaikan, hasil pansel jabatan untuk sembilan eselon I di kementerian itu sudah diserahkan kepada Presiden.

Hadi Daryanto yang menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan sebelum kementerian itu dilebur menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menambahkan, dari 13 posisi JPT madya, pansel telah menyelesaikan seleksi terbuka untuk delapan posisi sejak akhir April. Namun, pelantikan masih harus menanti keputusan sidang TPA.

Selain itu, di sejumlah kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pengisian pejabat dilakukan secara bertahap. Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono mengatakan, setelah eselon I terisi, kini berproses untuk pengisian eselon II, selanjutnya eselon III, dan terakhir eselon IV. Diperkirakan seluruhnya tuntas bulan Juni.

Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Irham Dilmy mengatakan, saat ini sidang TPA digelar dua sampai tiga kali setiap bulan. Keputusan TPA di setiap sidang bisa untuk 8-22 posisi.

Menurut Irham, proses seleksi sulit lebih dipercepat. “Ini memilih pemimpin di pemerintahan untuk waktu yang lama. Jadi tidak bisa asal-asalan. Jika dipaksakan untuk lebih dipercepat, bisa jadi pejabat yang terpilih bukanlah pegawai yang terbaik di bidangnya,” ujarnya.

Irham menuturkan, proses seleksi saat ini sudah jauh lebih cepat setelah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengisian JPT pada Kementerian/Lembaga keluar. Seperti diketahui, Inpres membolehkan pengisian JPT selama 10 hari. Sebelumnya, proses pengisian JPT bisa memakan waktu hingga 10 minggu jika mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Kesulitan

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menyatakan, dirinya memahami kesulitan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menata kementerian. Dia bahkan menilai pemerintahan Jokowi-Kalla terbentuk dalam waktu yang tidak tepat. Pasalnya, di masa pemerintahan ini, UU No 5/214 harus diberlakukan. Masalah makin sulit karena adanya perubahan nomenklatur di sejumlah kementerian.

Akibatnya, banyak pejabat eselon I dan II yang berstatus pelaksana tugas. Padahal, pejabat eselon I dan II merupakan kuasa pengguna anggaran. Anggaran tak bisa cair tanpa ada persetujuan dari pejabat eselon I dan II. Sementara, pejabat berstatus pelaksana tugas tak berwenang menandatangani usulan pencairan anggaran. Ini yang mengakibatkan APBN tidak jalan-jalan. “Kondisi ini turut berkontribusi pada pelambatan ekonomi yang kini terjadi,” kata Lukman.

Menurut Lukman, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat pertumbuhan ekonomi melemah, Presiden selalu memerintahkan mencairkan APBN. Langkah ini diyakini dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.

Percepatan pengisian jabatan eselon I dan II, menurut Lukman, kini jadi solusi untuk mempercepat pencairan anggaran di APBN. Jika percepatan itu tak mungkin lagi dilakukan, pemerintah diharapkan membuat payung hukum agar pelaksana tugas eselon I dan II mendapat wewenang mencairkan anggaran. Payung hukum bisa berupa peraturan menteri sampai keputusan presiden.

Belajar dari masalah yang kini terjadi, Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Anwar Sanusi berharap, ke depan, calon presiden/wakil presiden sudah memikirkan arsitektur kementerian berikut struktur organisasinya sebelum mereka dipilih. Dengan demikian, setelah dilantik, pemerintahan bisa langsung berjalan, tidak butuh waktu lama untuk menata organisasi.

(NTA/MED/APA)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/05/13/Pengisian-Pejabat-Bisa-Lebih-Cepat 

Aparat Birokrasi Belum Siap. Presiden: Regulasi Kepegawaian Terlalu Rumit

Kita doakan semoga ada jalan keluar.

JAKARTA, KOMPAS — Aparat birokrasi di sejumlah kementerian yang mengalami perubahan nomenklatur belum sepenuhnya siap menjalankan program pemerintah. Pasalnya, meski sebagian anggaran sudah cair, masih banyak jabatan pimpinan di kementerian itu yang lowong dan belum tuntasnya distribusi pegawai.

Situasi di kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Jakarta, Senin (11/5). Enam bulan sejak kementerian berdiri, sarana dan prasarana pendukung masih terbatas, jumlah pegawai juga masih minim, sehingga kementerian belum bisa bekerja maksimal.
KOMPAS/A PONCO ANGGOROSituasi di kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Jakarta, Senin (11/5). Enam bulan sejak kementerian berdiri, sarana dan prasarana pendukung masih terbatas, jumlah pegawai juga masih minim, sehingga kementerian belum bisa bekerja maksimal.

Jika tidak segera diatasi, kondisi itu dapat mengancam pelaksanaan program-program prioritas pemerintahan.

”Regulasi kepegawaian di pemerintahan kita terlalu rumit. Oleh sebab itu, ke depan, kita akan sederhanakan,” kata Presiden Joko Widodo di Papua, Senin (11/5), saat ditanya tentang masalah ini.

Kerumitan ini disebabkan penataan kelembagaan harus mengikuti regulasi kepegawaian. Sebagai contoh, untuk pengisian jabatan eselon I dan II harus melalui seleksi terbuka, sementara untuk eselon III dan IV lewat seleksi internal.

Kondisi tersebut, kata Presiden, membuat penyerapan anggaran yang seharusnya sudah dilakukan bulan April baru bisa dicairkan pada Mei atau Juni 2015. Ini menjadi salah satu faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi melambat.

Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Anwar Sanusi mengatakan, pejabat eselon I dan eselon II berperan penting dalam pencairan anggaran proyek atau program. Hal itu disebabkan mereka berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK).

Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Irham Dilmy mengatakan, pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT), yaitu untuk eselon I dan II, sudah lebih cepat setelah keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengisian JPT pada kementerian/lembaga.

Dengan inpres yang ditandatangani pada 25 Februari 2015 tersebut, seleksi terbuka untuk pengisian JPT dapat dilakukan dalam waktu sepuluh hari.

Padahal, menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN dan RB) Nomor 13 Tahun 2014, pengisian JPT membutuhkan waktu sekitar 10 minggu. Aturan di Permen PAN dan RB ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. ”Kami perkirakan posisi JPT ini sudah terisi semua sebelum akhir Mei,” kata Irham.

Untuk pengisian pejabat eselon III dan IV, menurut Irham, tergantung setiap kementerian. Ini karena keputusan pejabat yang dilantik ada di tangan menteri.

Selain banyaknya jabatan pimpinan yang masih lowong, distribusi pegawai ke kementerian baru dan unit organisasi baru yang dibentuk setelah penataan organisasi di 11 kementerian yang mengalami perubahan nomenklatur juga belum tuntas.

Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian PAN dan RB Setiawan Wangsaatmaja memperkirakan, proses distribusi pegawai membutuhkan waktu enam bulan. Ini karena kapabilitas pegawai yang dipindah ke tempat kerja baru setidaknya harus sama dengan tugas pokok dan fungsi tempat kerja baru itu.

Anwar Sanusi menambahkan, persoalan lain yang harus diatasi adalah mengonsolidasikan pegawai yang berasal dari beragam kementerian ke kementerian yang baru dibentuk. Pegawai butuh waktu untuk menyesuaikan dengan tugas pokok, fungsi, dan visi kementerian baru selain menyesuaikan kultur kerja di kementerian baru. ”Ini pekerjaan yang tidak mudah,” katanya.

Program strategis

Sejumlah pegawai menuturkan, masih kosongnya posisi pejabat eselon I dan II di lingkungan kerja mereka tak hanya menyebabkan anggaran belum bisa digunakan, tetapi juga menghambat penyusunan program kementerian. Pasalnya, jika sudah disusun, tidak tertutup kemungkinan program itu berbeda dengan kebijakan pimpinan sehingga harus diubah. Lagi pula, hanya pimpinan definitif yang bisa mengeluarkan kebijakan strategis di setiap unit organisasi.

”Biasanya setiap April kami sudah turun ke lapangan, melaksanakan rencana kerja kementerian. Sekarang, meskipun anggaran sudah cair, kami tetap belum bisa banyak bergerak karena pimpinannya belum ada,” kata salah satu pegawai di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menuturkan, pemilihan pejabat eselon I di kementeriannya oleh panitia seleksi yang dipimpin mantan Menteri LH Sarwono Kusumaatmadja telah selesai sejak akhir April 2015. ”Sekarang sedang dikumpulkan info tambahan dan akan segera naik ke Presiden,” katanya.

Adapun pengisian pejabat eselon II di Kementerian LHK dalam tahap penilaian untuk kemudian diseleksi panitia seleksi (pansel).

Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara mengatakan, hasil pansel jabatan untuk eselon I sudah diserahkan kepada Presiden. Sementara di tingkat eselon II, panitia seleksi telah menyerahkan hasilnya kepada Menteri Pariwisata.

Di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi, pengisian posisi 14 pejabat eselon I sedang menanti proses di tim penilai akhir (TPA) yang dipimpin Presiden. Sementara itu, 54 pejabat eselon II menurut rencana dilantik hari ini.

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Muhammad Nurdin mengatakan, pengisian JPT di kementeriannya dilakukan dengan cepat karena anggaran mulai cair. ”Setidaknya sebelum akhir Mei, semua posisi itu sudah terisi,” katanya.

Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjoyono mengatakan, proses pemilihan pejabat untuk eselon II dan III diupayakan selesai bulan ini. Pejabat eselon I telah dilantik awal Mei lalu. ”Sesuai ketentuan, calon untuk eselon II dapat dari internal Kementerian PUPR, tapi tetap lewat pansel,” katanya.

Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Tenaga Kerja Suhartono menuturkan, proses seleksi di kementeriannya diharapkan dapat segera dilakukan agar program-program yang membutuhkan keberadaan penanggung jawab kegiatan dapat segera berjalan.

Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Kemnaker di tahun 2015 sebesar Rp 4,2 triliun. Akibat proses pengisian jabatan belum rampung, penyerapan anggaran hingga saat ini masih kurang dari 10 persen dari total DIPA tersebut.

Suhartono mengatakan, program yang sudah dapat dijalankan adalah untuk kegiatan operasional, misalnya kegiatan terkait pemeliharaan gedung. ”Sementara yang tertunda antara lain program teknis pelatihan, pengisian kelengkapan balai latihan kerja, dan program pengembangan kewirausahaan,” ujarnya.

Menurut Suhartono, saat ini tengah dicari kemungkinan percepatan dengan menunjuk KPA pada program-program teknis yang mendesak segera dikerjakan jika proses pengisian jabatan tersebut berlangsung terlalu lama. ”Kami masih mencari kemungkinan untuk menunjuk penanggung jawab kegiatan sebelum ada pelantikan,” ujarnya.

Pegawai

Selain pengisian jabatan, masalah juga terjadi dalam pengisian pegawai. Hal ini terutama terjadi di kementerian baru seperti Kementerian Koordinator Kemaritiman. Dari kebutuhan 200 pegawai, kini kementerian itu baru memiliki 42 pegawai.

Sekretaris Kemenko Kemaritiman Asep Muhammad menuturkan, kementeriannya kesulitan mengajak pegawai dari instansi pemerintah lain untuk pindah ke kementeriannya. Ini karena belum adanya tunjangan kinerja bagi pegawai di kementerian baru. ”Kondisi ini membuat kami belum bisa berjalan maksimal,” kata Asep.(NAD/MED/CAS/ONG/ICH/DNE/ARN/HAR/APA)

Sumber: http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150512kompas/#/1/

Jam Terbang dan Birokrat (Unek2 di sebuah wall FB-unstructured)

pak Bambang Adiwiyoto, pertama-tama selamat atas buku nya yang baru diluncurkan bersama ICTL. saya sudah sangat berhasrat datang, saya ng ada rapat yang harus saya hadiri. jadi kirim staf. tks sy sudah dapat bukunya. Kritik? yang paling mendasar sekarang adalah bagaimana Birokrat itu harus Pede, bangkit bersatu untuk mempertahankan jatidiri nya, gak mesti mempertahankan jabatan dari serbuan kutu loncat dari berbagai arah, terutama kampus dan partai politik. Ini yang membuat hancur pemerintahan demi pemerintahan, kabinet demi kabinet dan pembusukan ini berkelanjutan, sustain. nyaris semua presiden tidak memahami masalah dasar ini. Mereka diberi kewenangan, tapi munafik untuk memperbaiki. DPR pun setali tiga uang, gaji anggota dewan yang tidak semua terhormat itu boleh naik, namun gaji PNS birokrat, ntar dulu! kampr-t teunan. Akibatnya yah seperti sekarang, para menteri mengambil keputusan tidak berdasarkan olah dapur yang memadai dari staf struktural namun lebih banyak bisikan dari staf khusus dll. tidak semua kutu loncat itu jelek, tapi nyaris begitu, bukan semata karena kemampuan mereka jelek dan niatnya jelek, tapi memang karena JAM TERBANG tidak cukup. alhasil kita balik lagi ke square zero dngan kualitas pengambilan keputusan ABS. Saya yakin menteri2 tak mau terlbat korupsi katakanlah seperti Andi Malarangeng, rohmin dahuri, nazaruddin, pak Iqbal dulu di KPPU dll, tapi karena mereka memang tidak menguasai birokrasi yang saat ini makin menggila perubahan aturannya, terutama dari keuangan. yang tadi boleh, sekarang bisa tidak boleh, yang tadi lumpsum sekarang jadi at cost dsb. so pak bambang yang lebih banyak koneksi nya dibanding saya yang lebih muda, ada baiknya ini digaungkan dan merupakan pekerjaan rumah yang sulit dan besar. kita yang di birokrat ada baiknya menggalang info ini menjadi kekuatan yang baik utk pembangunan bangsa. kebtelulan ada orang seperti Jokowi, tapi itu jumlahnya berapa? sangat terbatas. Ada dulu Gamawang Fauzi yang jauh lebih dulu dan top di banding jokowi pada masanya, tapi setelah masuk rulling party, sejarah berkata lain, bisa2 malah beliau terkait kasus e KTP yang sekrang mulai dkutak katik kejaksaan/kpk. kan sayang juga banyak anak2 bangsa yang baik dan berprestasi jadi rusak karena struktural birokrasi dimasuki dari kampus dan partai dengan orang2 yang sering mendapat titipan dan masih rendah Jam Terbangnya. oke itu dulu pak, pas baru baca, sekalian diskusi.

Ingin kutulis lagi

Ya ingin kutulis lagi artikel tentang rangkap tiga hingga rangkap empat jabatan oleh seorang profesor, dosen, dekan, kepala lembaga, dan komisaris ini seperti 10 tahun lalu, tapi batinku berontak, jangan2 juga akan mubazir seperti yang sudah-sudah. Gak tahulah teman, sedih sekali melihat negeri yang tidak memiliki ethic of conduct ini. Bahkan sekarang justru di kantor Menpan juga dirangkap oleh dosen. Malah sudah dikeluarkan lagi draft UU Aparatur Sipil Negara, yang bakal meng over haul aturan2 baku kepegawaian yang dulu sudah bagus dibuat oleh pendahulu. Prakteknya yang perlu diperbaiki, tapi drat atau RUU ASN ini juga akan menjadi sumber masalah, karena masalah utamanya seperti besaran dan sistem gaji justru tidak menjadi pertimbangan utama. lihat saja dalam artikel kompas tentang ASN ini yang ditulis oleh profesor UI yang juga merangkap wamen disana. pasrah…dan sangat sayang momentum perbaikan yang datang selalu dibuang sia-sia oleh petinggi negeri. wallahualam bissawab!