Ombak Mentawai, No Ukulele This Time…!

Suasana dalam kapal Bupati Kabupaten Mentawai
Ombak nya Mentawai….

Gordyn biru di ruang VIP kapal cepat Bupati dengan 4 mesin baru seolah-olah hendak copot dari gagangnya. Terjangan ombak dengan tinggi mencapai 2 meter membuat kapal kami terhempas. Ke kanan, sebentar ke kiri. Ayunan ombak mengangkat bagian belakang kapal dan tiba-tiba terhempas, berderak. Brakk…., seperti ada yang akan patah. Beruntung lambung kapal terbuat dari alumunium khusus, bukan lagi fiber. Kapalnya dibuat di Batam dengan spesifikasi khusus, dan telah diuji coba melewati selat Sunda. Itu info yang saya dapat sesaat sebelum berangkat dan selama perjalanan dari pelabuhan Tua Pejat, pulau Sipora menuju dermaga Meileppet di pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, provinsi Sumatera Barat (Sumbar)

Sekitar jam 14.00 WIB, setelah beristirahat makan siang dengan Dan Lantamal 2, Laksamana Pertama TNI Endra Sulistiyono dan Bupati Judas Sabaggalet di aula kantor Bupati, kapal kecil kami berlayar menyeberangi perairan Mentawai menuju arah utara dan melawan arus dengan angin cukup kencang dari arah barat. Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai, rupanya sudah sangat berpengalaman. Beliau sudah siap di pojok kanan depan mengisi satu dari 4 kursi VIP yang tersedia. Beliau sepertinya sudah memejamkan mata dan tidak bersuara. Pak Bupati di awal perjalanan dengan tenang memberikan informasi meyakinkan bahwa perjalanan akan baik-baik saja. “Paling nanti 15 menit pertama ada pertemuan arus!”, demikian beliau berujar ketika kapal sudah bergerak keluar alur pelabuhan Tua Pejat.

Saya yang sudah cukup terbiasa naik speed boat dan kapal merasa tenang dan biasa saja. Kapal cukup besar dengan lambung kapal memiliki fasilitas tempat tidur yang nyaman, ruang yang cukup lebar dan ruang VIP lengkap dengan tempat dan peralatan minum dann kopi serta sound system kelas yahud untuk berkaraoke. Ketika masuk kapal, saya memilih duduk berdekatan dengan Bupati Judas, sambil ngobrol, saya duduk berselahan. Beliau di kiri, saya agak ke tengah. kami berdua menghadap menyamping ke kanan lambung kapal. Di sebelah kanan saya menghadap ke depan adalah Kepala Dinas Pendidikan. berdiri di dekat pintu masuk ke ruangan bawah dan tengah kapal adalah bapak Kadis Koperasi dan UMKM provinsi Sumbar, pak Nazwir. Pak Nazwir masih memilih berdiri menghadap kami. Ngobrol. Sementara Ketua DPRD bapak Yosep Sarogdok pulas.

Ombak kembali menggeliatkan kapal. Sebentar mendorong badan kita maju, lalu berganti ke samping, naik cukup tinggi, dan tiba-tiba menghempas ke bawah. Lama kelamaan goncangan semakin kuat. Saya dengar juga suara raungan 4 mesin baru kapal juga semakin keras dan menandakan nakhoda dengan lihai berusaha untuk berselancar diantara gelombang.

Gubrakkkkk..tiba-tiba goncangan sangat keras terjadi, menghempaskan pak Nazwir yang tadinya merasa paling aman berdiri untuk mencegah mabok, jatuh ke lantai. Beruntung beliau tidak cedera, dan segera kami minta pelan-pelan merayap, merangkak ke kursi VIP di belakang Sang Ketua DPRD yang sudah lelap. Kami juga tidak bisa langsung menolong, karena harus berpegangan erat, sebisanya. AKhirnya pak Nazwir bisa mencapai tempat duduk di samping teman saya Pak Andri Alfian, pensiunan Pertamina yang ikut rombongan. Pak Andri yang memang terbiasa mabok, sudah siap dengan kantong plastik hitam untuk mencegah muntahnya bertebaran di karpet kapal Bupati yang baru.

Tangan saya juga terlepas dari sandaran kursi. Tidak ada pegangan lagi buat kami. Kami, saya dan pak Bupati hanya punya pegangan bantalan kursi berupa busa. Busa itulah yang saya pencet dan pegang seerat mungkin. Mau duduk di lantai mencari posisi yang enak, ada rasa gengsi dan memang tidak menjamin kenyamanan juga.

Ombak pun datang, gelombang terus menerjang. Benar saja, pas sekitar seperempat jam guncangan hebat itu terjadi. Kemudian berkurang sedikit, namun konstan dengan ancaman yang tetap kencang dan goyangan kanan kiri depan belakang atas bawah tidak beraturan. Saya pikir kapal kami sudah di laut lepas dan tidak ada palung lagi. Agak tenang batin saya, karena sudah tidak ada pertemuan arus besar atau palung. Saya ikuti ayunan gelombang dengan tarikan nafas dan kemudian melepaskannya. Ketika kapal diangkat gelombang naik, saya tarik nafas dalam-dalam lalu tahan. kemudian ketika kapal diturunkan gelombang, nafas saya lepas perlahan. Sangat membantu, seperti biasa dalam perjalanan speed boat yang pernah saya lakukan di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Pontianak, Bandaneira, Labuan Bajo, Bunaken-Manado, juga di Sorong dan Raja Ampat.

Harapan saya bahwa berlayar di laut lepas agak lebih tenang, ternyata keliru. Melawan arus ke utara di sore hari dengan angin dari arah barat ternyata cukup menyiksa. Beberapa kali kapal kami dihantam ombak tinggi, sehingga nakhoda melambatkan kapal untuk mencegah terguling, tapi goncangan makin terasa. Begitulah terus perjalanan kami sore itu. Saya mencatat ada beberapa kali kapal kami keluar dari bawah siraman ombak yang cukup besar dengan air alut menutup jendela.

Akhirnya daratan pulau Siberut mulai terlihat di sebelah kiri kapal. saya mulai tenang. Namun perut mulai tidak enak dan fisik sudah agak terkuras. Saya tadi agak lengah karena setelah saya cek di google map, jarak ke dermaga Meileppet sudah dekat. Namun ternyata memasuki alur SIberut, goncangan keras mulai terasa lagi. Sama kelihatannya dengan posisi kami ketika akan keluar dari dermaga Tua Pejat tadi. Goncangan dengan hempasan yang sama muncul lagi. Andri sudah beberapa kali mencoba untuk muntah, masih gagal. Saya meminta minyak angin yang dia pegang, karena tengkuk saya dan perut sudah mulai terasa mual. Tanda-tanda mabok muncul. Beruntung cepat-cepat, saya atur lagi nafas. Tarik dalam-dalam -tahan -lalu lepaskan pelan. Tadinya saya sudah optimis karena akan sampai dan ini membuat lengah. Pak Bupati masih sama dengan saya, posisi siaga dengan tangan direntang meremas bantalan kursi dan mata terpejam. Pak Nazwir dan ketua DPRD, sudah tak bersuara. Beruntung Pak Kadis pendidikan pindah ke kursi disamping ketua Ketua DPRD. Ia kelihatannya sudah terbiasa, dan sesekali sempat juga memeriksa HP nya, karena sinyal sudah di dapat.

Saya pindah menggantikan posisi Kadis Pendidikan, ke sofa samping yang membuat saya duduk menghadap ke depan, dan ada pegangan persis di bagian bawah tempat duduk saya. Meski pegangan tidak sempurna, lumayan kuat untuk mencegah hempasan. Beberapa botol aqua tergolek dan oleng menggelinding mengikuti arus dan ombak. Tidak ada yang memungut, karena kondisi belum memungkinkan. Saya tidak tahu apa yang terjadi di lambung kapal. Mungkin goncangan agak kurang disana, tetapi pandangan relatif lebih tertutup. Sebagian penumpang lain kelihatannya ikut di dekat nakhoda untuk melawan dan mengikuti arah ombak. Salah satu cara mudah untuk tidak mabok.

Setelah hampir 2 jam perjalanan dan beberapa terjangan ombak cukup besar, kami pun akhirnya merapat di Meileppet. Saya yang masih agak goyang, merasa bersyukur tidak muntah dan mabok laut. Tadi ketika di tengah terjangan ombak saya sempat bertanya dan ngobrol dengan pak Bupati. Saya bertanya untuk menghibur diri dan meyakinkan diri sendiri. Beberapa pertanyaan saya dijawab oleh Bupati, meski saya tahu beliau juga sudah tidak antusias menjawabnya, tetap beliau meladeni dan menghibur saya. Ketika kami sudah di darat, barulah tahu bagaimana staf saya mabok berat dilambung kapal dan hampir separoh perjalanan memeluk bak sampah untuk tempat muntahnya. Tadinya dia membawa plastik, tetapi kemudian dipinggirkan karena sudah berhasil melewati perjalanan kami paginya dari dermaga Muaro Padang ke Tua pejat dengan kapal cepat Mentawai Fast. Rupanya dia salah perkiraan dan sedikit jumawa, ombak Mentawai cukup membuat dia menderita, berkesan, dan memberi pelajaran berharga.

Alhamdulillah, ketika kami turun dan naik ke daratan, saya dengar pak Bupati memuji saya, karena tadinya beliau mengira saya akan mengalami masalah. Sama pak, Pak Bupati juga luar biasa. Betapa besar pengorbanan seorang pemimpin di daerah 3T, terluar, terpencil, dan tertinggal. Salut pak Bupati! Selamat berjuang terus untuk masyarakat kita di Mentawai. Semoga perjalanan pendek kita ke SIberut dalam rangka memberikan pengarahan kepada peserta pelatihan vocational pelaku Usaha Mikro di Mentawai ini memberi manfaat ya Pak Bupati. Aamiin yra.

Beruntung ketika sudah reda, saya masih sempat membuat video pendek, namun tidak ketika goncangan berat terjadi. Dan Ombak Mentawai meniadakan alunan ukulele, seperti perjalanan2 sebelumnya di lautan.

Bersambung.. (Sawangan, Jumat Malam, 11 Februari 2022)

_____________

2 Responses

  1. Suatu perjuangan menuju daerah 3T, semoga pelatihan vocational atau apapun yg sdh dan akan dilakukan di daerah tsb bnr2 dimanfaatkan para pelaku usaha. Dan pd daerah ini lah menurut sy perlu di perbyk sentuhan2 pemerintah shg lbh tumbuh perekonomian dan tdk melirik ingin menjd warga negara tetangga yg bisa jd hanya dibatasi sebuah garis sj.
    Kegiatan/kunjungan/dns ke daerah 3T membuka pikiran bgm ya kekayaan yg ada di dlmnya bisa berkembang, bgm ya agar penduduk di pulau jawa yg sdh membludak mau pulang kampung/bekerja membangun daerahnya. Pertanyaan bgm ya bermunculan dlm pikiran saya saat berkunjung ke slayar (saat itu km sdh berada di kapal jd tertunda balik ke jakarta krn ombak mencapai 7 mtr). Akhirnya, sy berharap makin banyak pemimpin yg turun ke daerah 3T dan hormat sy bg pemimpin yg tlh melakukannya. Semoga Tuhan memberkati perjalanan bapak dan bangsa kita

    Like

  2. tks bu Naomi, jgn lupa senin ambil hadiah gaple sdh available. semoga berkenan

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.