Curhat Seorang PNS

Ini curhatan seorang PNS menanggapi situasi terkini. Bukan tulisan saya sendiri. Terima kasih

Share tentang👇🏽_
PENSIUN PNS/ASN DIANGGAP BEBAN APBN_
😰😱🤔

Kepada Yth :
Bp. Presiden Republik Indonesia
dan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Komisaris Utama dan Direktur Utama PT TASPEN PERSERO.

Assalaamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Dengan penuh rasa prihatin sebagai seorang pensiunan yang semasa muda telah bekerja dengan penuh kesungguhan, tanpa berharap lebih dengan keikhlasan yang penuh, walaupun digaji di bawah standar hidup layak.

Akan tetapi tidak adanya penghargaan dan sedikitpun perhatian kepada para Pensiunan dari Pemerintah Bapak Joko Widodo, Menteri Keuangan Republik Indonesia yang telah menganggap Pensiunan adalah manusia-manusia tak berarti yang hanya menjadi Beban Negara. Yang memberati APBN pada tiap tahun.

Bapak-bapak yang terhormat, kalau boleh saya yang rendah bertanya Di mana Uang Tabungan Pensiun Kami? Uang Pensiun PNS itu bukan bagian dari APBN tapi merupakan Hasil Tabungan Pensiun yang dikumpulkan dan dipotong dari gaji tiap bulan, walaupun dengan gaji yang ada di bawah standar kehidupan yang layak.

Tabungan Pensiun itu sebuah tabungan asuransi yang dikembangkan secara bunga bertumbuh setiap bulan selama 30 tahun Yang apabila diperhitungkan dengan standar BI rate uang pensiun terendah PNS Gol II itu akan mencapai Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) per bulan. Perhitungan dengan Standar BI Rate 6% per tahun yang dipotong dari 4,75 % gaji selama 30 tahun akan menghasilkan Dana Pensiun mencapai Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) Sedangkan Golongan III sebesar sampai Rp 1.000.000.000,- (satu miliar) atau pensiun per bulan sekitar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sedangkan selama ini yang kami terima sebagai uang pensiun hanya sekitar 40% dari potensi Dana Pensiun yang kami tabung.

Mengapa Kami PENSIUNAN masih dianggap menjadi beban APBN?

Bapak Presiden, Menteri Keuangan yang terhormat, uang pensiun itu uang tabungan kami yang kami pinjamkan bukan uang belas kasihan Negara Kepada Kami. Adalah sangat tidak layak bila kami Pensiunan dianggap menjadi Beban Negara apapun alasannya.

Betapa ganjilnya bahwa kami para pensiunan dianggap sampah kehidupan yang menjadi beban Pemerintah saat ini, yang seharusnya berani mengambil tanggung jawab Pemerintah yang terdahulu.

Bapak Presiden, ibu Sri Mulyani Menteri Keuangan dengan disaksikan Komisaris Utama dan Direktur Utama PT. TASPEN PERSERO yang makan Gaji dari Tabungan pensiun Kami, tolong hargai kami sebagai mana layaknya. Ingat keberadaan Pemerintahan saat ini TIDAK AKAN PERNAH TERJADI tanpa pengorbanan kami. Tanpa perjuangan kami apa yang Bapak –bapak dapatkan saat ini tidak akan pernah Bapak-Bapak rasakan.

Tolong hargai kami.

D Aziz,
bersama pensiunan renta yang diperhinakan.

Perlu Klarifikasi dan Pelurusan ttg Go Digital

Sekilas tulisan berikut terdengar provokatif, but somehow it is not. What daya think guys?

https://whscorpora.co.id/bagaimana-usaha-modal-raksasa-menguasai-umkm/

BAGAIMANA USAHA MODAL RAKSASA MENGUASAI UMKM

Teman2, sy ingin mengajak kalian membedah Gofood (dan berlaku juga untuk GrabFood).

Sy menggunakan data dari warung kecil UMKM yang sy miliki. Warung kecil sy ini melayani Dine-In dan juga Delivery menggunakan jasa Gofood dan GrabFood.

Kenapa kami menggunakan jasa GoFood dan GrabFood? Apakah lebih menguntungkan?

TIDAK! Pada dasarnya sama saja..

Warung sy sudah ada sebelum GoFood hadir. Dan ketika GoFood muncul dan mulai meng-gurita, kami terpaksa ikut masuk gerbong.

Seperti pepatah, “Jaman wes edan. Nek ora melu edan, ora keduman!”.

Tp percaya atau tidak, itulah yang terjadi. Pilihannya, naik gerbong atau lapak kami mati tergilas roda besi GoFood. Dan ketika sy katakan mati, itulah yang benar2 bisa terjadi. Karena berdasarkan hitungan dan jg pengalaman, tidak mungkin melawan kekuatan usaha modal raksasa seperti GoFood.

Loh, kenapa kok sepertinya menganggap GoFood lawan? Bukan kah GoFood kawan?

Oke..

Bayangkan seperti ini..

Sebelum ada GoFood, transaksi makan hanyalah antara pedagang dan pembeli. Langsung. Mau delivery ataupun Dine-In, langsung!

Sebagai Pedagang, sy tidak memiliki masalah apapun. Normal saja. Biasa saja.

Tapi tiba2, muncul GoFood di antara pedagang dan pembeli menjadi perantara.

Dan itulah yang sesungguhnya terjadi, GoFood adalah anak baru yg tiba2 muncul antara pedagang dan pembeli. Mirip seperti ormas pungli yg muncul antara kontraktor dan kliennya.

Tp tentu saja dgn wajah ramah, mulut manis dan tampilan menawan.

GoFood mengenalkan teknologi baru dan bla bla bla.. Tapi intinya tetap sama. Ada pihak ke-3 yg tiba2 muncul diantara pedagang dan pembeli. Dan seketika, rantai ekonomi bertambah 1.

Dan..

Sudah hukum alam, bertambahnya rantai ekonomi, akan bertambah pula biaya ekonomi. Akan ada 1 pihak lagi yg memasang margin keuntungan.

Pertanyaannya, biaya ekonomi tambahan ini dibebankan ke siapa?

Idealnya, tentu dibebankan kepada pembeli karena sesungguhnya pembeli lah yang paling mendapatkan manfaat munculnya GoFood yaitu; kemudahan, kenyaman, gaya hidup, dan lain2.

Tapi kenyataannya, GoFood meminta 20% (18%) dari tiap nilai transaksi kepada pedagang!

Ya, ya..

Kalian akan bilang, kan GoFood tidak memaksa. Pedagang kan bisa saja menolak!

Dan di sinilah pepatah di awal tadi berlaku, “Jaman wes edan. Nek ora melu edan, ora keduman!”.

Mari kita runut pola-nya dan percaya atau tidak, mirip VOC ketika menguasai perdagangan Nusantara.

⭕TAHAP 1

Ketika GoFood pertama kali muncul, tentu tidak ada satu pembeli pun yg terpikirkan untuk menggunakan jasa delivery GoFood. Pikiran pertama yg muncul adalah, “Ngapain juga bayar tambahan biaya delivery yg mahal?”

Namun pembeli salah!

GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-“bakar” sampai pembeli sakaw. Dan tahap pertama adalah, diskon besar2an hingga di-level yg tidak masuk akal!

Hingga pembeli berfikir, “Gila! Ngapain capek2 beli ke warung kalo pake Gofood bisa dapat diskon makanan dan biaya antarnya gratis?”

Di tahap ini, GoFood mulai memasukkan semua warung2 UMKM di segala penjuru ke dalam database aplikasinya tanpa sepengetahuan pedagang. Dan Pedagang jg tidak peduli.

Dan beberapa periode kemudian, muncul antrian jaket hijau di-warung2 memesan makanan delivery. GoFood menjadi viral karena banyak diskon.

Apakah ini artinya tambahan Omset bagi pedagang?

TIDAK!

Omset tetap sama. Hanya pembelinya saja berubah cara belinya.

⭕TAHAP 2

Ketika GoFood sudah viral dan sudah menjadi hal umum di kalangan pembeli, maka GoFood pun mulai bergerilya ke pedagang2.

Mereka menawarkan kerja-sama dgn menjadi Partner Resmi GoFood dgn biaya 20% komisi untuk GoFood.

Tentu saja para pedagang menolak mentah2. Ngapain harus ngeluarin 20%? Tanpa GoFood aja Omset kita baik2 aja!

Namun Pedagang salah!

GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-“bakar” sampai pembeli sakaw.

Di Tahap 2 ini, GoFood mengubah cara diskonnya. Diskon gila2an hanya diberikan untuk warung2 yg menjadi Partner Resmi GoFood.

Pembeli yg sudah mabuk diskon, tidak lagi fanatik pada merek warung. Mereka fanatik pada diskon.

Dan tak lama kemudian, antrian jaket hijau di warung2 yg menolak kerjasama GoFood tiba2 menghilang. Dan otomatis, Omset turun drastis!

Pada akhirnya, bisa ditebak! Persis seperti sebuah kerajaan di Nusantara yg menandatangani perjanjian dgn VOC, para pedagang UMKM akhirnya menandatangani kerjasama dgn GoFood.

Dan antiran jaket hijau kembali muncul. Omset kembali normal.

⭕TAHAP 3

Apakah sudah selesai? Tentu belum! Operasi baru akan dimulai..

Setelah banyak warung2 yg menjadi Partner GoFood dgn komisi 20%, GoFood pun mulai bergerilya lagi ke para pedagang.

Mereka menawarkan layanan iklan dan promo di Aplikasi GoFood sehingga warung akan lebih “terlihat” pembeli.

Tentu saja para pedagang menolak mentah2. Ngapain ngeluarin duit lagi buat iklan dan promo? Tanpa iklan dan promo aja omset udah kembali normal!

Namun Pedagang salah!

GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-“bakar” sampai pembeli sakaw.

Di tahap 3, GoFood mengubah cara diskonnya lagi. Kali ini, diskon gila2an diberikan kepada partner GoFood yang beriklan dan promo!

Pembeli yang mabuk diskon, sudah pasti membeli warung2 yg beriklan dan promo.

Dan sekali lagi, antrian jaket hijau menghilang dan Omset sekali lagi merosot drastis.

Dan seperti DeJaVu, pedagang pun terpaksa beriklan dan ikut promo. Persis raja2 Nusantara yg cuma bisa diam dgn semua aturan2 VOC.

⭕TAHAP 4

Dan ketika GoFood sudah mencengkeramkan cakarnya di ekonomi masyarakat. Ketika pedagang sudah terbelenggu dan pembeli sudah mabuk kepayang, diskon pun dicabut pelan2.

Bakar Modal mulai dikurangi.

Dan ketika ada pedagang ada yang ingin “memberontak”, cukup bakar modal sekali lagi, dan pedagang itu pun mati.

Dan itulah kisah bagaimana Warung kecil UMKM sy pun harus melompat naik ke gerbong GoFood dan terbelenggu diam saja mengikuti arah yg dipilih lokomotif kereta; GoFood.

Dan itulah bagaimana USAHA MODAL RAKSASA menguasai UMKM.

L u k a

Ada tulisan dr. Gamal Albinsaid, dokter muda penggiat wirausaha sosial.. semoga jadi bahan reflelksi sekaligus mencari upaya bagaimana mewujudkan sila Keadilan Sosial yg sdh sudah tercabik-cabik…

Copas…bukan asli dari saya..!

*LUKA INDONESIAKU : SO FEW HAVE SO MUCH, SO MANY HAVE SO LITTLE*
oleh : *_dr. Gamal Albinsaid (CEO Indonesia Medika)_*
Kawan, dua tahun lalu ketika ada World Economic Forum, kami aktivis wirausaha sosial internasional bersama Oxfam launch World Equality Forum, kenapa? *karena kekayaan 85 orang terkaya di dunia sama dengan kekayaan separuh populasi dunia*. Lalu bagaimana dengan di Indonesia. Agaknya tidak jauh berbeda. Pada tahun 2008, kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia sama dengan kakayaan 30 juta penduduk Indonesia. Tahun 2009, kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia sama dengan kekayaan 42 juta penduduk Indonesia. Tahun 2010, naik lagi, kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia sama dengan kekayaan 60 juta penduduk Indonesia. *Tahun 2011 kian menyakitkan, kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia sama dengan kekayaan 77 juta penduduk Indonesia*. 
Tidak cukup sampai disitu, Bulan Februari kemarin, hati kita semakin tersayat, bayangkan kekayaan 4 orang, bukan lagi 40 orang, saya ulangi *kekayaan 4 orang terkaya di Indonesia sama dengan kekayaan 100 juta penduduk Indonesia*. Ya kawan, kita terus *berjalan ke arah kesenjangan yang memicu ledakan sosial*. Menyakitkan mengetahui bahwa di negara kita *so few have so much, so many have so little*. Saya yakin dan berterima kasih penuh hormat pada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang membacakan puisi “Tapi Bukan Kami Punya” yang mengingatkan kita kembali akan janji kemerdekaan yang tertuang dalam sila ke 5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Luka itu semakin mengaga, tatkala kita tahu bahwa koefisien gini kita naik pesat dari 0,3 ditahun 2000 menjadi 0,42 saat ini. Yang lebih menyesakkan dada lagi, _Credit Suisse_ mengatakan *Indonesia kita sudah menjadi negara peringkat ke-4 yang memiliki kesenjangan ekonomi yang timpang* setelah Rusia, India, dan Thailand. Bayangkan, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3% aset di Indonesia. Bank Dunia juga angkat bicara, pertumbuhan ekonomi selama 1 dasawarsa terakhir hanya menguntungkan 20 persen orang terkaya, sementara 80% sisanya tertinggal di belekang. Apa akibatnya, *61 persen masyarakat kita memilih menerima pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah asalkan ketimpangan juga berkurang*. Lalu saya bertanya, dimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu?
*Kesenjangan yang ada di negeri kita tidak boleh dilihat hanya soal angka, tapi itu soal luka. Luka yang harus kita ingat dan rasakan bersama*. Pemerintah boleh berbangga mengatakan angka kemiskinan kita turun menjadi 10,9% masyarakat miskin atau sekitar 28 juta penduduk dan menargetkan menjadi 9-10% pada tahun ini. Tapi jika garis kemiskinan kita hanya Rp 354.386, maka saya yakin bahwa *banyak orang-orang miskin yang tidak diakui miskin*.
Kawan, wirausaha tidak cukup untuk menyelesaikan berbagi masalah di negeri kita. *Kita butuh Wirausaha sosial, orang – orang yang bukan hanya berfikir tentang uang di tangan, tapi juga berfikir tentang kebaikan, kebermanfaatan, dan kepedulian*. Kita butuh orang-orang yang bukan hanya berfikir “How to make money”, tapi mereka juga berfikir “How to solve social problems”. Sudah 2 tahun terakhir saya berkeliling Indonesia memperkenalkan tentang konsep wirausaha sosial dan mengajak sebanyak mungkin pemuda menjadi wirausaha sosial. *Saya yakin tanpa wirausaha sosial pertumbuhan ekonomi kita tidak akan berkorelasi dengan perbaikan kesejahteraan bangsa kita*. Kawan, keluarlah sejenak dari kantor atau tempat keja kita, sejenak singgahlah di kampung-kampung yang sempit sesak dan penuh dengan kemiskinan. Rasakan cobaan dan penderitaan mereka, mencobalah sedikit berempati. _The great gift of human beings is that we have the power of empathy_.
Tapi marilah kita tatap masa depan bangsa ini dengan penuh optimisme. Sudahlah, selesaikan dan kita tutup rapat-rapat soal perbedaan dan perselisihan. Hari ini saya yakin, Indonesia sedang memasuki era baru dimana nilai-nilai penghormatan bukan hanya diberikan kepada mereka yang punya kesejahteraan finansial, tapi kepada mereka yang punya ide, gagasan, dan kepedulian. *Jadilah wirausaha negarawan yang bekerja untuk menyelesaikan berbagai masalah bangsa dengan dompetnya sendiri*.
Pekan ini, kita memperingati Hari Lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni 2017. Jangan jadikan Pancasila pemanis lisan, tapi cobalah rasakan dan amalkan. Mari kita *bangun Persatuan Indonesia untuk mencapai Keadilan Sosial*. _Jangan ada lagi seseorang ayah yang pulang ke rumahnya dengan penuh rasa bersalah karena tak mampu membawa makan untuk anak-anaknya… Jangan ada lagi seorang Ibu yang harus memohon belas kasih di rumah sakit agar sang anak bisa mendapatkan pengobatan… Jangan ada lagi seorang anak yang tak mampu mengangkat kepala dan dadanya di kelas karena tak mampu membayar biaya sekolah…_

Kemandekan Ekonomi

Kompas Cetak | 5 Oktober 2015

Oleh: Mohamad Chatib Basri

Ekonomi adalah ilmu yang sedih. Itu sebabnya, ia disebut dismal science. Ia memprediksi lebih banyak krisis ketimbang kemakmuran. Dengan kata lain, ekonomi adalah ilmu yang muram dan kerap kali cemas. Salah satunya, kecemasan terhadap perlambatan ekonomi dunia.

Kita mencatat, dalam sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi riil di negara maju berada di bawah 2 persen. Aneh, inflasi rendah, tingkat bunga rendah, tetapi pertumbuhan ekonomi juga rendah. Ekonom dari Harvard Kennedy School dan mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat Larry Summers menyebut fenomena ini sebagai the Secular Stagnation (kemandekan ekonomi yang panjang). Inilah yang menjadi debat hangat di kalangan pembuat kebijakan di dunia akhir-akhir ini. Saya kira penting sekali bagi kita untuk memahaminya. Mungkin dengan itu, kita tahu dunia macam apa yang kita hadapi.

Memburuk atau perlambatan sementara

Summers menuding permintaan yang rendahlah yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi yang mandek. Ia mengatakan, saat ini, tabungan lebih besar dari investasi-karena kurangnya permintaan. Seharusnya, jika tabungan lebih besar dari investasi, dana melimpah. Implikasinya, tingkat bunga harus turun. Masalahnya, tingkat bunga saat ini sudah mendekati nol persen. Tingkat bunga tak bisa turun lagi. Lalu Summers bicara mengenai tingkat bunga riil yang negatif (di mana tingkat bunga nominal lebih kecil dari inflasi). Solusinya, menurut Summers, permintaan harus didorong dengan ekspansi fiskal. Jika tidak, pertumbuhan rendah ini akan terus berkepanjangan.

Dalam kondisi ini, prospek ekonomi dunia menjadi amat muram. Apabila Summers benar, ekonomi Indonesia akan menghadapi dunia yang tak lagi cerah. Ben Bernanke, Distinguished Fellow dari Brookings Institution dan mantan Chairman The Fed, punya pandangan lain. Ia menyangkal terjadinyasecular stagnation. Ia menuding global savings glut (arus modal global yang masuk ke AS karena surplus di emerging market, khususnya Tiongkok, membuat tabungan di AS meningkat) sebagai penyebabnya. Karena itu, kata Bernanke, jangan khawatir. Jika prospek investasi di luar AS baik dan arus modal dibiarkan bergerak bebas, modal akan mengalir ke negara berkembang. Karena itu, masalah ini hanya sementara.

Bernanke juga mengkritik Summers mengenai tingkat bunga negatif. Ia mengatakan tingkat bunga negatif tak akan terjadi berkepanjangan. Bayangkan jika tingkat bunga nol persen, proyek apa pun-selama memberikan imbal lebih dari nol persen-akan layak. Bisa dibayangkan bahwa investasi yang tak efisien akan menjamur, akhirnya akan terjadi gelembung ekonomi.

Perdebatan menjadi semakin tajam ketika peraih Nobel Ekonomi Paul Krugman dari Universitas Princeton memberikan argumen yang mendukung Summers, ia merujuk Jepang sebagai contoh secular stagnation. Selama 20 tahun ekonomi Jepang mandek. Sementara itu, di sisi lain, ekonom dari Universitas Harvard, Kenneth Rogoff, datang dengan argumen, perlambatan ekonomi dunia ini hanya sementara. Ia mengkritik Summers dan mengatakan bahwa debt supercyle (siklus utang jangka panjang)-lah-dan bukan secular stagnation-yang membuat perekonomian dunia lambat.

Ia menunjukkan siklus utang membebani pertumbuhan ekonomi. Jika beban utang dikurangi, pertumbuhan ekonomi akan kembali. Dalam diskusi informal dengan Rogoff, beberapa waktu lalu, ia mengatakan kemandekan ini hanya sementara. Ia mengingatkan saya bahwa inovasi akan terjadi, teknologi akan berubah. Ia menganjurkan saya untuk melihat perkembangan inovasi dan teknologi di laboratorium media di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Rogoff mengatakan, teknologi dan inovasi akan membuat ekonomi kembali bergerak.

Faktor Tiongkok

Terus terang, saya tak terlalu pandai menyimpulkan siapa yang benar. HarianWall Street Journal menyebut Bernanke punya argumen teori yang kuat, tetapi Summers didukung bukti yang memadai. Lepas dari siapa yang benar, satu hal jelas, pertumbuhan ekonomi dunia tak akan kembali dalam waktu dekat. Situasi menjadi semakin buruk lagi karena berakhirnya boom komoditas dan melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan negara berkembang lain, termasuk Indonesia.

Inilah yang menjadi kekhawatiran saat ini. Dalam pertemuan tahunan Bruegel yang diorganisasikan Jean-Claude Trichet, mantan Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), di Brussels, beberapa minggu lalu, saya diminta bicara mengenaiemerging market. Di sana saya bisa merasakan bagaimana kekhawatiran terhadap Tiongkok.

Kemal Dervis, dari Brooking Institute, misalnya, menyampaikan keraguannya terhadap angka pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Harian The Financial Times(17/9/2015) juga menulis artikel yang isinya menunjukkan bahwa investor meragukan statistik pertumbuhan ekonomi di Tiongkok. Angka resmi dari pemerintah adalah 7 persen di triwulan kedua, tetapi pasar percaya bahwa pertumbuhan yang sesungguhnya adalah 5 persen.

Masalahnya, tak ada yang tahu persis bagaimana kondisi Tiongkok yang sesungguhnya. Di sini persoalannya. Semua cemas karena ketidaktahuan. Jika dalam hal kenaikan bunga The Fed, pasar sudah dapat mengantisipasi dan memperhitungkan risikonya. Namun, dalam hal ekonomi Tiongkok, pasar tak tahu apa yang benar-benar terjadi di sana. Karena itu, reaksinya bisa sangat ekstrem dan berlebihan (overshoot). Inilah yang menjelaskan mengapa devaluasi yuan yang relatif kecil pada bulan lalu direspons pasar secara ekstrem.

Kebijakan kontra-siklus

Kita tak paham Tiongkok, padahal Tiongkok adalah pemain penting. Bank Dunia (2015) menunjukkan bahwa permintaan terbesar untuk metal dan energi-terutama batubara-berasal dari Tiongkok. Perlambatan ekonomi Tiongkok membawa dampak kepada harga energi yang rendah. Harga energi yang rendah akan mendorong nilai ekspor komoditas menurun. Implikasinya, ekspor Indonesia, pertumbuhan ekonomi, serta penerimaan pajak nonmigas dan migas terpukul secara signifikan. Dalam kondisi ini, ekspor terpukul, sementara ruang dari kebijakan fiskal untuk ekspansi menjadi amat terbatas. Di sinilah kesulitan kita. Di satu sisi, kondisi eksternal yang kita hadapi sulit; di sisi lain, ruang untuk ekspansi fiskal, apalagi ekspansi moneter, amat terbatas.

Lalu apa yang bisa dilakukan? Kita tahu, saat ekonomi melambat, kita butuh kebijakan kontrasiklus. Pertanyaannya, dengan penerimaan pajak migas dan nonmigas yang terpukul tajam akibat pelambatan ekonomi dan penurunan harga komoditas, bagaimana ekspansi fiskal harus dilakukan? Saya teringattriple three (TTT) yang disebut Larry Summers tahun 2008. Ekspansi fiskal harus memenuhi TTT (targeted, temporary, timely).

Apa terjemahannya bagi Indonesia? Fokuslah kepada kelompok yang bisa memberikan daya ganda (multiplier) ekonomi paling tinggi bagi perekonomian, fokuslah kepada apa yang bisa dilakukan segera dan sifatnya sementara. Yang memenuhi kriteria ini adalah-seperti saya pernah tulis sebelumnya-program cash transfer bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Karena penghasilannya rendah, jika mereka dapat tambahan pendapatan, akan dibelanjakan.

Mendorong program dana desa tentu sangat baik, tetapi butuh waktu. Saya agak khawatir, program dana desa akan memakan waktu agak panjang. Alasannya, prosedur yang rumit dan belum terlatihnya kepala desa dalam soal tata kelola keuangan dan perencanaan. Saya bisa memahami apabila para kepala desa dan aparat birokrasi takut ditangkap jika ada kesalahan pengelolaan. Sebenarnya untuk mengatasi ini, infrastruktur desa bisa dibangun lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, yang tata kelolanya sudah relatif mapan. Sayangnya, program ini sudah tidak lagi dilanjutkan.

Dalam jangka menengah, solusi untuk menarik arus modal asing (PMA) amat penting. Dengan sumber pembiayaan domestik yang terbatas, ekspansi pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan. Dan, kita tahu, setiap kali defisit transaksi berjalan membengkak, pasar cemas, lalu modal mengalir keluar. Karena itu, cara efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa perlu mencemaskan defisit transaksi berjalan adalah menarik PMA. Modal tak mudah lari walau defisit transaksi berjalan meningkat. Dalam kaitan ini, saya kira kita harus menyambut positif paket deregulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Resep klasik untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam hal aturan dan perizinan, serta membiarkan pasar lebih mudah bergerak, adalah langkah yang amat tepat. Masalahnya, jika dulu sebagian besar izin ada di pemerintah pusat, kini sebagian besar izin ada di daerah. Bisakah deregulasi ini terjadi di tingkat pemerintah daerah, padahal wewenang pemerintah pusat tak lagi menjangkau mereka? Jika ini bisa dilakukan, proses investasi akan menjadi jauh lebih cepat. Kita tak perlu selamanya muram atau cemas seperti ilmu ekonomi. Economics is the dismal science.

MUHAMAD CHATIB BASRI

Senior Fellow Harvard Kennedy School

PENATAAN KEMENTERIAN Pengisian Pejabat Bisa Lebih Cepat

JAKARTA, KOMPAS — Pengisian posisi lowong jabatan pimpinan yang masih terjadi di sejumlah kementerian, terutama yang mengalami perubahan nomenklatur, seharusnya bisa lebih cepat dilakukan tanpa harus mengabaikan sistem merit. Langkah ini perlu ditempuh agar semua program kementerian dapat segera dijalankan,

Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Gabriel Lele, mengatakan, untuk posisi jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya atau pejabat eselon I, percepatan bisa dilakukan dengan mengintensifkan sidang tim penilai akhir (TPA) yang diketuai Presiden Joko Widodo. Sementara pengisian JPT pratama atau pejabat eselon II serta pejabat eselon III dan IV, percepatan bisa dilakukan dengan melaksanakan seleksi secara paralel. “Tak perlu menunggu pejabat eselon I terisi, baru kemudian eselon II dan seterusnya,” katanya, Selasa (12/5).

Pantauan Kompas, panitia seleksi (pansel) di sejumlah kementerian telah menyeleksi dan menyerahkan tiga calon dengan nilai terbaik untuk mengisi posisi satu JPT madya. Namun, penetapan calon terpilih harus menunggu TPA bersidang dan ini sangat bergantung pada tersedianya waktu Presiden.

Hal ini antara lain terjadi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pada minggu ketiga April, pansel sudah menyerahkan 42 calon untuk mengisi 14 posisi JPT madya di kementerian itu. Namun, hingga saat ini, sidang TPA untuk menetapkan calon terpilih belum juga digelar.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara juga menyampaikan, hasil pansel jabatan untuk sembilan eselon I di kementerian itu sudah diserahkan kepada Presiden.

Hadi Daryanto yang menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan sebelum kementerian itu dilebur menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menambahkan, dari 13 posisi JPT madya, pansel telah menyelesaikan seleksi terbuka untuk delapan posisi sejak akhir April. Namun, pelantikan masih harus menanti keputusan sidang TPA.

Selain itu, di sejumlah kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pengisian pejabat dilakukan secara bertahap. Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono mengatakan, setelah eselon I terisi, kini berproses untuk pengisian eselon II, selanjutnya eselon III, dan terakhir eselon IV. Diperkirakan seluruhnya tuntas bulan Juni.

Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Irham Dilmy mengatakan, saat ini sidang TPA digelar dua sampai tiga kali setiap bulan. Keputusan TPA di setiap sidang bisa untuk 8-22 posisi.

Menurut Irham, proses seleksi sulit lebih dipercepat. “Ini memilih pemimpin di pemerintahan untuk waktu yang lama. Jadi tidak bisa asal-asalan. Jika dipaksakan untuk lebih dipercepat, bisa jadi pejabat yang terpilih bukanlah pegawai yang terbaik di bidangnya,” ujarnya.

Irham menuturkan, proses seleksi saat ini sudah jauh lebih cepat setelah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengisian JPT pada Kementerian/Lembaga keluar. Seperti diketahui, Inpres membolehkan pengisian JPT selama 10 hari. Sebelumnya, proses pengisian JPT bisa memakan waktu hingga 10 minggu jika mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Kesulitan

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menyatakan, dirinya memahami kesulitan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menata kementerian. Dia bahkan menilai pemerintahan Jokowi-Kalla terbentuk dalam waktu yang tidak tepat. Pasalnya, di masa pemerintahan ini, UU No 5/214 harus diberlakukan. Masalah makin sulit karena adanya perubahan nomenklatur di sejumlah kementerian.

Akibatnya, banyak pejabat eselon I dan II yang berstatus pelaksana tugas. Padahal, pejabat eselon I dan II merupakan kuasa pengguna anggaran. Anggaran tak bisa cair tanpa ada persetujuan dari pejabat eselon I dan II. Sementara, pejabat berstatus pelaksana tugas tak berwenang menandatangani usulan pencairan anggaran. Ini yang mengakibatkan APBN tidak jalan-jalan. “Kondisi ini turut berkontribusi pada pelambatan ekonomi yang kini terjadi,” kata Lukman.

Menurut Lukman, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat pertumbuhan ekonomi melemah, Presiden selalu memerintahkan mencairkan APBN. Langkah ini diyakini dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.

Percepatan pengisian jabatan eselon I dan II, menurut Lukman, kini jadi solusi untuk mempercepat pencairan anggaran di APBN. Jika percepatan itu tak mungkin lagi dilakukan, pemerintah diharapkan membuat payung hukum agar pelaksana tugas eselon I dan II mendapat wewenang mencairkan anggaran. Payung hukum bisa berupa peraturan menteri sampai keputusan presiden.

Belajar dari masalah yang kini terjadi, Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Anwar Sanusi berharap, ke depan, calon presiden/wakil presiden sudah memikirkan arsitektur kementerian berikut struktur organisasinya sebelum mereka dipilih. Dengan demikian, setelah dilantik, pemerintahan bisa langsung berjalan, tidak butuh waktu lama untuk menata organisasi.

(NTA/MED/APA)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/05/13/Pengisian-Pejabat-Bisa-Lebih-Cepat 

Kebijakan Penyehatan Ekonomi Diterbitkan

Kebijakan Penyehatan Ekonomi Diterbitkan

Restrukturisasi Akan Berlanjut

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menggulirkan kebijakan guna memperbaiki defisit transaksi berjalan untuk menyehatkan dan memperkuat perekonomian. Kebijakan itu antara lain terkait transaksi pendapatan primer dan transaksi jasa, penyumbang utama defisit transaksi berjalan.

Dari kiri ke kanan, Menteri Keuangan, Bambang Brojonegoro, Menteri ESDM, Sudirman Said, Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, dan Menteri Pariwisata, Arief Yahya, seusai konferensi pres di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/3). Mereka mengumumkan paket kebijakan ekonomi untuk mengundang investor dan wisatawan datang ke Indonesia. Tiga kebijakan itu adalah, penggunaan biofuel, insentif pajak bagi industri dan bebas visa bagi wisatawan dari 30 negara.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORODari kiri ke kanan, Menteri Keuangan, Bambang Brojonegoro, Menteri ESDM, Sudirman Said, Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, dan Menteri Pariwisata, Arief Yahya, seusai konferensi pres di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/3). Mereka mengumumkan paket kebijakan ekonomi untuk mengundang investor dan wisatawan datang ke Indonesia. Tiga kebijakan itu adalah, penggunaan biofuel, insentif pajak bagi industri dan bebas visa bagi wisatawan dari 30 negara.

Sejumlah kebijakan baru itu diumumkan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil seusai rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin (16/3), di Kantor Presiden. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Pariwisata Arief Yahya, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mendampingi.

Kebijakan yang diterbitkan ini, menurut Sofyan, merupakan kelanjutan dari kebijakan mereformasi fundamental ekonomi yang digulirkan pada awal 2015.

“Restrukturisasi ekonomi secara lebih fundamental ini akan terus dilakukan,” katanya.

Berdasarkan catatan Kompas, kebijakan yang diumumkan kemarin petang sudah beberapa kali disampaikan pemerintah. Kebijakan itu antara lain fasilitas keringanan pembayaran pajak (tax allowance) bagi perusahaan yang menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia, menciptakan lapangan kerja, berorientasi ekspor, tingkat kandungan lokalnya tinggi, serta melakukan riset dan pengembangan.

Menurut Bambang, tambahan insentif diberikan bagi perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan, serta perusahaan yang meningkatkan ekspornya minimal 30 persen dari produksi.

Pemerintah juga memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi industri galangan kapal, kereta api, angkutan udara, dan beberapa industri lain. Kebijakan anti dumping diterapkan melalui bea masuk anti dumping sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara.

“Tentu kami akan lihat dan selektif sehingga tidak ada industri yang terganggu oleh kebijakan ini,” kata Sofyan.

Pada 2014, defisit transaksi berjalan 26,233 miliar dollar AS. Penyumbang utamanya adalah defisit transaksi jasa 10,532 miliar dollar AS dan defisit transaksi pendapatan primer 27,822 miliar dollar AS.

Defisit transaksi jasa antara lain dipicu penggunaan kapal-kapal asing untuk angkutan ekspor dan impor. Adapun defisit pendapatan primer antara lain dari pembayaran bunga utang dan dividen perusahaan asing.

Berdasarkan data Indonesia National Shipowners Association (INSA), hanya 9,8 persen muatan ekspor-impor yang diangkut menggunakan kapal berbendera Indonesia. Selebihnya, muatan ekspor-impor diangkut menggunakan kapal asing. Akibatnya, jasa transportasi defisit 8,215 miliar dollar AS pada 2014.

Pemerintah juga merestrukturisasi dan merevitalisasi industri reasuransi domestik dengan menggabungkan dua perusahaan reasuransi milik negara menjadi sebuah perusahaan reasuransi nasional. Jasa asuransi dan dana pensiun, yang defisit 939 juta dollar AS pada 2014, menyumbang defisit transaksi jasa.

Kondisi defisit turut menekan rupiah. Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), kemarin, nilai tukar rupiah Rp 13.237 per dollar AS.

Pariwisata

Di sektor pariwisata, pemerintah menambah 30 negara dalam daftar bebas visa kunjungan singkat. Dengan demikian, ada 45 negara yang warganya bebas visa untuk mengunjungi Indonesia.

Tiga puluh negara yang baru mendapat fasilitas bebas visa itu adalah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, Meksiko, Rusia, Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Italia, Spanyol, Swiss, dan Belgia. Ada juga Swedia, Austria, Denmark, Norwegia, Finlandia, Polandia, Hongaria, Ceko, Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, dan Afrika Selatan.

Arief Yahya mengatakan, kebijakan bebas visa itu merupakan cara termudah meningkatkan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.

“Dengan kebijakan baru ini, diharapkan ada tambahan 1 juta wisatawan asing dengan pemasukan 1 miliar dollar AS,” katanya.

Hal seperti ini sudah dilakukan Malaysia dan Thailand. Malaysia yang membebaskan visa bagi warga 164 negara menarik wisatawan asing hingga 27 juta orang setiap tahun. Adapun Thailand, yang membebaskan visa bagi 56 negara, menjaring hingga 9 juta wisatawan asing setiap tahun.

Energi

Mengenai energi, pemerintah memberlakukan kebijakan penggunaan bahan bakar nabati hingga 15 persen. Sebelumnya, porsi bahan bakar nabati 10 persen.

Sudirman Said mengatakan, tahun ini Kementerian ESDM menerbitkan aturan yang mewajibkan pencampuran biodiesel ke dalam 1 liter solar hingga 15 persen. Kebijakan ini akan mengurangi impor bahan bakar minyak 15 persen per tahun atau menghemat devisa negara sekitar 1,3 miliar dollar AS.

“Secara konsep, (peraturan menteri) sudah disiapkan. Tinggal pelaksanaannya,” ujarnya.

Pemerintah juga mengumumkan kebijakan penerapan letter of credit (L/C) untuk produk-produk sumber daya alam, seperti tambang, batubara, minyak dan gas, serta minyak kelapa sawit mentah (CPO). Khusus untuk kontrak minyak dan gas jangka panjang, L/C diberlakukan setelah kontrak selesai.

Dalam negeri

Selain transaksi yang berkaitan dengan ekspor-impor, transaksi jasa di dalam negeri, seperti sewa ruang perkantoran di lokasi premium dan bisnis, juga masih menggunakan dollar AS.

Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur kewajiban penggunaan rupiah dalam berbagai transaksi di pasar domestik.

Menurut Head of Research Savills PCI Research Anton Sitorus, saat rupiah melemah, penggunaan tarif sewa ruang perkantoran dalam dollar AS menyulitkan penyewa ruang lokal.

Transaksi terminal handling charge (THC) dan container handling charge (CHC) di pelabuhan juga masih menggunakan dollar AS. Mengenai hal ini, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan JA Barata menyatakan masih menunggu peraturan turunan dari UU No 7/2011 tentang Mata Uang.

(AHA/LKT/ARN/NAD/APO/WHY)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150317kompas/#/1/

Inilah Manfaat Internet bagi Ekonomi Indonesia

Tulisan di Kompas.com ini semoga bisa membuka mata elite bangsa ini untuk lebih commit dalam membangun ICT di Indonesia dan tidak terus dinomorduakan setelah infrastruktur fisik lainnya. Juga leadership dan keseriusan pemimpin tertinggi juga mampu memanfaatkan kemajuan ICT, salah satunya Internet untuk mempercepat pengembangan ekonomi dan pengetahuan masyarakat luas di seluruh pelosok nusantara.
Semoga.
======
Didik Purwanto | Wicaksono Surya Hidayat | Selasa, 13 Desember 2011 | 16:15 WIB

SHUTTERSTOCK
Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Internet dinilai mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Caranya, dengan menggunakan internet untuk membantu peningkatan bisnisnya masing-masing.

Dalam laporan “Peran Internet terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang dirilis oleh Deloitte Access Economics mewakili Google Asia Pasifik, menjelaskan, kontribusi internet terhadap ekonomi Indonesia mencapai 1,6 persen atau sekitar Rp 116 triliun atau setara 13 miliar dollar AS dari total pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun 2011.

Dalam lima tahun ke depan, kontribusi internet akan meningkat tiga kali lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan diharapkan mencapai 2,5 persen dari total  (PDB hingga 2016 atau mencapai Rp 324 triliun.

Direktur Deloitte Access Economics Ric Simes menyatakan, pertumbuhan internet tersebut justru mengalahkan pertumbuhan industri lainnya, seperti tekstil dan produk kulit olahan.

Dengan menggunakan internet, para pelaku bisnis atau individu yang melakukan usaha di internet dapat meningkatkan pendapatan bisnisnya. Manfaat internet yang dirasakan langsung oleh para pelaku bisnis di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • Mampu menggarap peluang pasar lokal (dirasakan oleh 78 persen responden)
  • Biaya promosi yang murah (70 persen)
  • Sistem distribusi yang murah (65 persen)
  • Memperoleh pasar baru di Indonesia (60 persen)
  • Dapat mengakses pasar yang lebih luas (15 persen)

“Kontribusi internet terhadap ekonomi Indonesia itu angka yang positif. Nilai tersebut akan berdampak ke sektor ekonomi lainnya sehingga juga akan meningkatkan PDB Indonesia,” kata Ric di Jakarta, Selasa (13/12/2011).

Dengan kekuatan internet, pembelanjaan di dunia maya (e-commerce) diperkirakan akan mencapai Rp 2 triliun atau setara 230 juta dollar AS selama 2010 atau kurang dari 0,1 persen dari PDB.

Survei ini dilakukan Deloitte Access Economics terhadap 200 pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM) di beberapa kota di Indonesia.

Referensi: http://tekno.kompas.com/read/2011/12/13/16152949/Inilah.Manfaat.Internet.bagi.Ekonomi.Indonesia

GDP dan Pemimpin

GDP mungkin sudah sangat sering kita dengar sebagai satu besaran ekonomi makro yang menjadi indikator “kesehatan” dan “kesejahteraan” suatu bangsa. Dalam praktek sehari-hari , sering kali kita saksikan banyak pimpinan yang abai akan GDP. Ia tidak pernah tahu dan mau tahu betapa secara internasional dan pergaulan dunia bangsa kita memang masih tergolong setingkat di atas negara miskin, alias masih jauh dari sebutan negara kaya. Namun karena banyak pemimpin kita yang kekayaan dan gaya hidupnya sudah jauh di atas rata-rata orang kaya di negara maju sekalipun, maka tidak pelak lagi mereka menjadi “buta” dan abai terhadap sebagai lain penduduk dan WNI.

Selengkapnya