Mr. Postman

Mr. Postman, masih ingat lagu itu?
Ya itulah lagu generasi “kolonial” yg dinyanyikan Beatles pada eranya dan dipopularkan oleh banyak penyanyi atau grup setelahnya, seperti The Carpenters dll.


Sepulang dari Mesjid komplek, tadi saya berpapasan dg seorang kurir pengantar barang dg tumpukan kiriman yg masih harus diantar ke alamat. Iseng saya bertanya berapa banyak paket yg harus dia antar. Dijawab 75. Dapat berapa per paket. Dia jawab lagi Rp 1.500.
Hm..sy bergumam dan kagum serta ada rasa prihatin. Bensin oleh siapa? Dari pengantar sendiri. Terbayang sulitnya mencari lapangan pekerjaan hari ini. Sdh tidak ada uang lagi atau amplop di kantong saya, juga di motor. Ingin saya suruh dia mengikuti hingga rumah, tapi urung.


“Paket..!” saya dengar panggil an. Saya keluar dan berharap si Abang tadi. Ternyata bukan, orang ini lebih kecil namun tumpukan barang nya lebih banyak.


Pertanyaan saya sama dg si Abang yg di mesjid. Dijawab, dia hanya dapat Rp 500 per paket. Hm lebih murah lagi ya, jawab saya. Memang pak, tapi ini Zona Nyaman saya jawabnya. Pagi siang ini dia harus antar sekitar 100 paket. Ada yg lebih mahal, di atas Rp 2000 per paket dll, sambil dia menyebut bbrp market place.


Begitulah kehidupan usaha mikro, sangat bergantung ke rantai pasok yg lebih besar.
Sekilas terbayang kehidupan sebagian mhsw Indonesia di US dulu yg menjadi loper koran di dinginnya pagi bersalju, harus mengayuh sepeda dan mengantar koran ke rumah 2.

Disana, masa2 libur Natal dan tahun baru adalah masa panen mereka karena banyak orang Kaya berbagi rezeki berupa uang tips. Nah bagaimana kita? Tidak ada salahnya anda selipkan uang tips lebaran, sadarlah atau apapun namanya. Akan sangat membantu mereka, mari share rezeki utk negeri.
Selamat siang.

Assalammualaikum wrwb.
#shareutknegeri
#depumi
#sedekah #kurenahuddaeddy

UMKM di era mudik lebaran 2022

Selamat malam Bapak/Ibu,
Jika berkenan meluangkan waktunya monggo dapat menyaksikan Bp. Deputi menjadi Narasumber dalam acara Live Dialog Indonesia Bicara yang mengusung tema “Mudik Lebaran: Momentum Pemulihan Ekonomi” disiarkan live di TVRI Nasional atau dapat melalui youtube TVRI berikut:
https://youtu.be/7cub7G8XH5A

Terima kasih.

Sekali Merdeka, Merdeka Sekali

KELUARGA KORUPTOR…

Merdeka ! 🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩

• Bupati Bogor Ade Yasin terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Hj. Ade Munawaroh Yasin, S.H., M.H. adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Bupati Bogor sejak 30 Desember 2018.
Ade merupakan adik kandung dari mantan Bupati Bogor sebelumnya, yaitu Rachmat Yasin yang lebih dulu telah menjadi ‘pasien’ KPK. Bukan hanya satu perkara, tapi dua sekaligus.
Kakak adik Bupati Bogor nampaknya berbakat melakukan perilaku kriminal.

• Wali Kota Kendari dan Ayahnya terima suap dari sejumlah proyek (2018).
Wali Kota Kendari Adriatma dan Asrun yang juga bekas Wali Kota kendari terbukti menerima suap Rp 6,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Suap tersebut berkaitan dengan sejumlah proyek di Kota Kendari.

• Alex Noerdin dan Dodi Reza, Bapak dan Anak juga terjerat Kasus Korupsi (2022).
Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin ditangkap KPK karena korupsi pengadaan barang dan jasa infrastruktur. Dodi merupakan anak Alex Noerdin, yang merupakan mantan Gubernur Sumatera Selatan.
Alex Noerdin, ditetapkan sebagai tersangka di dua kasus korupsi yang berbeda. Dua kasus tersebut adalah kasus gas bumi dan dana hibah Masjid Sriwijaya, Palembang.

• Bupati Kutei Kartanegara Rita Widyasari ikuti jejak ayahnya menjadi koruptor (2018).
Ayah Rita, Syaukani, pernah menjadi pesakitan KPK. Dugaan kasus korupsi Syaukani ditangani KPK pada 2006-2007 silam. Syaukani akhirnya mendapatkan vonis dua tahun penjara pada 14 Desember 2007 karena dinilai hakim terbukti terlibat korupsi selama 2001-2005 dan merugikan negara Rp113 miliar.

Menurut catatan, korupsi yang dilakukan oleh anggota keluarga sedarah, relatif banyak baik di dunia maupun di Indonesia.
Pertanyaannya apakah perilaku kriminal juga berkorelasi dengan faktor internal individu dalam hal ini faktor genetik atau keturunan?

Bukti menunjukkan bahwa kriminalitas dapat dikaitkan dengan faktor lingkungan, tetapi temuan dari studi keluarga, studi saudara kembar, dan studi adopsi menunjukkan bahwa faktor keturunan juga terlibat dalam kriminalitas.

• Penjelasan Genetik

Penjelasan genetik kejahatan mengindikasikan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi individu untuk melakukan kejahatan karena kode gen untuk faktor fisiologis seperti struktur dan fungsi sistem saraf dan neurokimia.

Seperti dalam teori biologi awal kejahatan, kriminolog telah menggunakan keluarga, adopsi, dan studi saudara kembar dalam memperkirakan sejauh mana sifat-sifat tertentu diwariskan (Plomin, 2004). Dalam studi ini, jika perilaku individu lebih mirip dengan kerabat biologisnya daripada yang diadopsi, maka ini menunjukkan bahwa suatu sifat lebih dipengaruhi secara genetik daripada lingkungan.

Rhee dan Waldman (2002) melakukan tinjauan studi saudara kembar dan adopsi dan menemukan bahwa ada pengaruh genetik dan lingkungan yang substansial pada perilaku antisosial.

Secara khusus, para peneliti menemukan bahwa sekitar 32% variasi dalam perilaku antisosial disebabkan oleh efek genetik aditif, yaitu gen gen yang mempengaruhi ekspresi sifat.
9% karena efek genetik nonaditif.

Rhee dan Waldman, Moffitt (2005) melakukan tinjauan yang menyimpulkan bahwa sekitar 50% variasi populasi dalam perilaku antisosial disebabkan oleh pengaruh genetik.

• Interaksi Gen-Lingkungan

Mereka yang memiliki gen yang berbeda cenderung bertindak secara berbeda di lingkungan yang sama. Mereka yang memiliki kecenderungan genetik terhadap kriminalitas lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku kriminal jika mereka dihadapkan pada lingkungan yang kondusif untuk kriminalitas.

Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki disposisi kriminal tidak mungkin terlibat dalam perilaku kriminal, bahkan ketika mereka berada di lingkungan kriminogen.

Ilmuwan seperti Caspi et al. (2002) telah menemukan bukti bagaimana gen kriminologis sendiri berinteraksi dengan lingkungan.

Dengan telah ditemukannya bukti bahwa faktor genetik memiliki korelasi dengan perilaku krimininal,
alangkah baiknya bila dalam memilih calon Kepala Daerah diberlakukan juga persyaratan “bibit, bebet, bobot” sebagaimana layaknya ketika sesesorang akan memilih pasangan hidup.
BIBIT bermakna latar belakang keturunan calon pasangan dalam hal ini orang tua atau keluarga.
BEBET berkaitan dengan tingkat ekonomi calon pasangan. Sedangkan BOBOT, adalah kualitas diri dari calon pasangan yang lebih condong pada segi kepribadian, pendidikan, ataupun pencapaian lainnya.

Dengan persyaratan tersebut diatas Ketua Umum Partai Politik Pendukung dapat menyaring calon-calon Kepala Daerah yang berkualitas, sehingga rakyat dalam memilih Kepala Daerah tidak tertipu seperti layaknya membeli kucing dalam karung.

Individu yang memiliki Gen Kriminal tidak akan lolos menjadi kandidat Kepala Daerah atau dengan kata lain Keluarga Koruptor terutama Keluarga Inti tidak akan mendapat kesempatan untuk menjadi Kepala Daerah, sebelum Individu mampu menunjukkan kualitas diri yang prima.

“Korupsi lebih buruk dari prostitusi. Yang terakhir mungkin membahayakan moral seseorang, yang pertama selalu membahayakan moral seluruh negara”
Karl Kraus

Retno Triani Soekonjono
Psikolog

Yes Gotong Royong…

Sumber sebuah WAG

Benar, gotong royong itu Indonesia Banget lho…

Mari bantu wong cilik your way..!

Minang Marentak

Minang Marentak; Saling Berwasiat dengan Ade Armando

Catatan : menurut info sumber ini adalah tulisan Gamawang Fauzi, mantan Mendagri era Presiden SBY

Mungkin inilah yang menjadi landasan pikir dari pernyataan sikap MTKAAM (Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau) yang mencoret nama Ade Armando sebagai orang Minang. Sikap komunitas masyarakat Minang dalam menyikapi reaksi Pemda Sumbar, MUI, MTKAAM dan yang lainnya, bisa saja dipertanyakan oleh banyak orang atau kalangan. Bisa dituduh intoleran dalam ber NKRI, diaggap sok agamis, berpandangan sempit dan terbelakang.

Saya masih ingat. Ketika menjadi Bupati Solok 20 tahun lalu, awal otonomi daerah diberlakukan, saya membuat tiga Perda Syariah, bersama DPRD yang materinya dibantu oleh MUI Kabupaten Solok, waktu itu dipimpin oleh ustad Gusrizal Gazahar. Tiga Perda itu adalah Perda Pakaian Muslimah, Perda Wajib Pandai Baca Tulis Alqur’an dan Perda Zakat.

Beberapa kalangan yang mengaku intelektual muslim atau muslim intelektual memprotes. Akhirnya, saya layani dengan debat atau dialog di salah satu stasiun TV swasta nasional di Jakarta.

Debat itu cukup lama dan hangat. Di ujung debat, saya katakan kepada profesor perempuan itu bahwa dalam sistem otonomi ini, pusat harus memberi ruang yang cukup kepada daerah untuk memelihara nilai-nilai lokalnya, sepanjang tak bertentangan dengan kepentingan nasional.

“Dalam hal ini, kepentingan nasional apa yang kami langgar. Seharusnya anda menghormati kebijakan kami yang 99,99 persen beragama Islam, dan berusaha memperkuat kehidupan islami yang diyakini masyarakat kami. Agar masyarakat hidup dalam ketentraman, kenyamanan dan kebahagiaan. Apalagi aturan itu juga disebutkan hanya untuk warga yang beraga Islam. Anda sendiri sekarang berhijab, kenapa anda tidak buka saja hijab itu,” begitu kata saya kepadanya waktu itu.

Sebagai tambahan perbandingan, bukan hanya di era otonomi saja, sejak dulu sampai sekarang siapa saja yang tengah berada di pulau Bali saat acara Nyepi, pasti ikut menghormatinya. Bahkan pesawatpun tunda berangkat beberapa saat.

Kenapa hingga kini tak pernah ada yang protes. Kenapa untuk kami anda protes? Itulah akhir dialog tersebut, karena waktu sudah habis.

Saat ini, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dibawah semboyan NKRI harga mati, banyak yang berlebihan menyikapi sesuatu.

Hanya karena punya gelar akademik seabreg, atau merasa jadi tokoh nasional, mereka membuat tafsiran yang berlebihan terhadap sesuatu. Bahkan men-judge orang lain berpikiran dangkal, sempit, radikal, dungu, dan sebagainya.

Begitupun dengan pernyataan Dr Ade Armando, dosen UI saat mengomentari permintaan Gubernur Sumatera Barat untuk menutup situs injil berbahasa Minang kepada Menkominfo. Dia mengatakan bahwa orang Minang terbelakang dan lebih Kadrun daripada Kadrun, padahal dulu banyak menghaslkan orang orang pintar.

Pernyataan itu mendapat reaksi yang luas di kalangan masyarakat Minang. Tak kurang dari Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar Lc MA, mengeluarkan pernyataan yang sangat berkelas. Kata Buya Gusrizal, para pemimpin asal Minang, lahir dan dibesarkan di surau. Surau adalah tempat belajar Alquran. Alquran itu adalah Kitabullah. Itulah yang menjadi filosofi masyarakat Minang, yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Ketua MTKAAM, Irfianda Abidin lebih keras lagi. Beliau menyatakan mencoret nama Ade Armando sebagai orang Minang. Dan ada pula yang menantang Ade Armando untuk diskusi terbuka.

Di kalangan masyarakat luas yang umumnya terlibat dalam Sosial Media, juga merasa gerah. Banyak group WhatApp yang saya ikuti memperbincangkan dan merasa tersinggung dengan pernyataan Ade Armando itu. Walaupun seperti biasa, tentu juga ada yang diam dan bahkan membela. Tapi jumlahnya tak banyak.

Kenapa orang Minang tersinggung? Maaf… Kalau ada ucapan yang sama untuk suku bangsa lain di negeri ini, apakah masyarakatnya juga tersinggung?

Pertanyaan itu dilontarkan kepada saya dari seorang teman yang bukan berasal dari Minang.

Saya jawab, tergantung kepada suku bangsa mana pernyataan itu di alamatkan dan apa pernyataannya.

Kalau anda menghina Hindu kepada suku bangsa Bali, saya kira mereka juga akan tersinggung.

Setiap kelompok masyarakat, apalagi suku bangsa, mempunyai filosofi dalam hidup mereka. Filosofi atau falsafah hidup itu selalu menjadi rujukan dalam bersikap, berbuat dan bertingkah laku.

Bagi komunitas sosial yang kuat memegang filosofi itu, maka pelanggaran atasnya dapat dibuang dalam pergaulan sosialnya. Orang Minang menyebut, “dibuang sepanjang adat”. Tidak diikutkan sehilir semudik. Tidak diajak baiyo batido, dan tak lagi memperoleh hak waris adat. Atau dalam bahasa lugasnya “tak lagi dianggap ada dalam masyarakat”, tak ditegur sapa.

Itu hukum sosial yang hidup/The living law of the people.

Kemudian muncul pertanyaan, adat Minang punya aturan, bahwa Adat salingka Nagari, Pusako salingka kaum. Kenapa komunitas masyarakat Minang bisa memberi sanksi sosial, seperti tidak diakui, dicoret sebagai orang Minang atau dibuang sepanjang adat?

Memang benar, tapi ada yang disebut Adat sebatang panjang. Yang memuat prinsip-prinsip dasar adat secara menyeluruh dan berlaku bagi semua masyarakat Minang, dan seluruh Nagari di Minangkabau.

Maka, sudah menurut adat apabila Ade dibuang sepanjang adat. Apalagi jika ditelisik dari perilaku, kurenah.

Ada orang punya kurenah merasa paling pintar, paling terpelajar, paling maju berfikirnya. Mereka marasa menjadi bagian masyarakat dunia yang luas dan modern, sementara orang lain dianggap Kadrun, karena membawa bawa agama. Kadrun menurut Ade, adalah pikiran sempit dan radikal.

Bahkan orang-orang seperti ini kadang merasa paling NKRI dan paling Pancasila. Sehingga menganggap kalau sudah paling Pancasila dan paling NKRI, mereka juga tak tersentuh hukum.
Penyakit “merasa” belakangan ini tumbuh di beberapa kalangan. Dan merasa sangat jumawa, semua dikomentari dan semua dilawan. Saya tak mengerti, gejala apa pula ini?

Ada pula sebagian masyarakat kita dewasa ini yang berfikir bahwa kalau ada yang merujuk-rujuk ajaran Islam, merupakan indikator kebodohan dan keterbelakangan. Bahkan anehnya, seorang guru besar bidang agama sampai sampai meminta agar pelajaran agama dihapuskan saja, bila ingin negara ini maju.

Dalam alam demokrasi, melahirkan pendapat, pikiran dan menyampaikan argumentasi adalah sesuatu yang sah dan dijamin Undang Undang Dasar 1945.

Di Minangpun hal itu justeru menjadi sesuatu keniscayaan sejak zaman nenek moyangnya. Bahkan tak kurang Almarhum Nur Cholis Majid mengatakan, kalau ingin berdemokrasi belajarlah ke Minangkabau.

Orang Minang menganut paham, Basilang Kayu dalam tungku, baitu api mangko iduik. Duduak surang basampik sampik, duduak basamo ba lapang lapang.

Tapi setiap pendapat harus di sampaikan dengan cara-cara yang berakhlaq dan ber etika.
Orang Minang menyebut “Tau Di Nan Ampek”, bukan selonong boy saja! Ada jalan mandaki, ada jalan manurun, ada jalan malereang dan ada jalan mandata.

Tau sopan santun. Tau ereang jo gendeang, tau rantiang ka mancucuak, tau dahan ka ma impok. Tak peduli terpelajar dan bergelar pendidikan yang tinggi, tapi semua terdidik dan “bataratik”, berasal dari kata tertib.

Orang Minang tak pernah berlebih-lebihan menghargai orang kaya, berpangkat atau nekad pemberani. Orang Minang mengatakan, kok kayo, kami indak mamintak. Kok pandai kami tak ka batanyo. Kok bagak kami tak ka bacakak/berkelahi. Tapi kalau berbudi, kami segani.

Bagi masyarakat Minang yang bermental mandiri, sikap tak tergantung kepada orang lain adalah prinsip. Dengan sikap kemandiriannya itu, orang Minang biasanya juga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dimana dia bertempat tinggal.

Mereka bukan suku bangsa eksklusif. Lihatlah diseluruh penjuru bumi, mana ada kampung Minang. Sementara ada kampung Melayu, kampung Ambon, kampung Bugis, kampung Jawa, kampung Bali dan lain sebagainya. Karena filosofi hidup mereka, dima bumi dipijak, disitu langit di junjung. Dima ayia disawuak, disitu rantiang di patah.

Karena itu, penyataan Ade Armando yang menyinggung “puncak kada”, buat masyarakat Minang terasa menyakitkan sekali. Bisa dipahami pula, kalau orang Minang kemudian “marentak” (meminjam istilah Ery Mefri, sang Maestro Tari/gerak), yang bisa diartikan marah sambil menghantam kaki.

Jangan bicara sok hebat dengan masyarakat Minang yang sejak zaman bahela sudah berfikir Jauh ke depan (out ward looking) dan jauh ke luar (out of the box).

Tak usah merasa paling pintar, karena orang Minang yang berbasis surau itu, sejak dahulu saja sudah banyak yang menguasai belasan bahasa. Tan Malaka menguasai 14 bahasa, Agus Salim 13 bahasa dan sudah merantau, jauh ke mancanegara, sementara Republik ini belum lagi ada.

Siapa pendiri kota Manila, bukankah Raja Sulaiman yang berdarah Minang, yang patungnya berdiri di Kota Manila?

Siapa pencipta lagu Nasional Singapore? Bukankah orang Minang? Dan banyak contoh lagi yang terlalu panjang untuk saya sebutkan.

Tapi baca juga buku Payung Terkembang, yang ditulis Abdul Samad, orang Malaysia, bagaimana raja-raja Minang dijemput untuk jadi raja di Malaysia dimasa lalu.

Ade Armando yang mengkritisi sikap Gubernur Sumatera Barat, mungkin tak paham bagimana berjalin berkulindannya antara Adat dan Pemerintahan di Sumatera Barat. Gubernur itu pemimpin formal, tapi sekaligus pemimpin in formal, yang ditinggikan se rantiang dan di dahulukan selangkah oleh masyarakat. Walaupun tak dilegalkan seperti halnya Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lihatlah bagaimana nagari di Minangkabau, bukan hanya sebagai wilayah administratif tapi juga sebagai komunitas adat. Itu diakui dalam Undang Undang Desa.

Saya perlu mengingatkan Ade Armando, kalau lupa, bahwa di dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945, disebut secara ekplisit, Nagari Di Minangkabau, sebagai contoh.

Jika Ade Armando merasa hebat, hebat sajalah, atau silakanlah hebatnya. Jangan dibesarkan lampu sendiri, tapi dipadamkan lampu orang lain.

Presiden Jokowi mengangkat isu Revolusi Mental sejak periode pertama, jika Ade dan kita mendukung program tersebut, tentu sikap yang merendahkan itu kontradiktif dengan program pemerintahan Jokowi. Karena mental kita mestinya mental berketuhanan, bekemanusiaan, ber persatuan Indonesia, berhikmah kebijaksanaan dan berkeadilan.

Saya kira Ade Armando paham, bahwa di Minangkabau mungkin ribuan jumlah orang bergelar doktor dan profesor. Tapi mereka tak menyakiti, mereka berbagi ilmu, mereka bertutur kata pantang menyinggung. Karena orang Minang paham betul, setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan.

Kata orang Minang, tak ada kayu yang terbuang, kok pakak palatuih badia, kok buto pa ambuih lasuang, kok lumpuah pausia ayam.

Menurut saya, itulah sikap profesional, karena manusia tidak tau semua hal, no body is perfect. Dan karena itu pula pula tumbuh sikap rendah hati dan tawadhu’ dan saling menghargai.

Sekarang, kaki lah ta langkahan, tapijak arang, hitam tapak kata orang Minang. Bila berat rasanya minta maaf, saya hanya berharap, cukuplah sampai disini mencederai orang lain atau komunitas lain.

Kita ini sebagai manusia ada keterbatasan pengetahuan. Ade mungkin hebat dalam teori komunikasi bahkan bergelar doktor. Orang lain tentu hebat pula di bidangnya masing-masing.

Demi Allah, saya tak bermaksud mengajari Ade, disamping tak pantas, saya bukan orang yang lebih, juateru banyak kekurangan. Saya hanya ingin mengingatkan, agama saya mengajarkan, saling mengingatkan dengan kebenaran, kesabaran dan kasih sayang.

Karena saya menyayangi Ade Armando sebagai seorang guru mahasiswa, yang akan di gugu dan di tiru, seorang terdidik dan terpelajar, saya merasa rugi dan juga mungkin bangsa ini bila nanti tak lagi dianggap seperti itu.

Untuk masyarakat Minang, dengan rendah hati saya meminta, kita maafkanlah Ade Armando sekali ini. Pemaaf itu lebih baik kata Allah.

Mari kita terus berbenah meraih kemajuan Duniawi dan ukhrawi. Mudah mudahan kita memperoleh Fiddun ya hasanah, wa fil akhirati hasanah, waqina azabannaaar.

Masyarakat Minang tak usah ikut mencela. Kita diingatkan Allah dalam Alquran, wailullikulli humazatillumazah dst, Celakalah bagi pengumpat dan pencela.

Mari kita lanjutkan kehidupan Ranah Minang yang makin Islam, dalam negara Kesatuan Republik Indoneia ini yang kita cintai.

Kita tentu ingat, betapa kakek, nenek kita berandil besar dalam mendirikannya. Ingat angku kita Tan Malaka, Agus Salim, St. Syahrir, Imam Bonjol, M. Natsir, Buya Hamka, Rahmah El Yunusiah, Rasuna Said, St Moh Rasyid, Bung Hatta sang Proklamator dan ratusan lainnya yang tak saya sebutkan satu persatu.

Angku atau kakek Nenek kita yang bersaham dalam mendirikan republik ini cintanya selaras antara kampung halamannya dan Indonesia. Cintanya pada Tanah Air tak menyurutkan cintanya kepada kampung halaman secara subjektif, seperti kata Einstein.

Soal bernegara, Bung Hatta pernah mengutip kalimat Ernes Renan di sidang KMB; “Ada satu negeri yang menjadi negeriku, negeri itu tumbuh dengan kekuatan, kekuatan itu ada di tanganku.”

Mereka memegang keduanya sama sayangnya.

Mari kita lanjutkan kehidupan masyarakat Minangkabau dan masyarakat Indonesia dengan taat aturan, damai dan taqwa.(tm)

Freeport, lagi lagi…

tulisan seputar “global business: now and then”, sekedar bahan bacaan di sela libur. boleh percaya, boleh tidak.

Sejarah

NEGARA AMERIKA SERIKAT DIBANGUN DARI EMAS PAPUA.
BACALAH WAHAI PARA GENERASI PENERUS
BANGSA KITA INDONESIA…

— kompasiana —
Freeport adalah pertambangan emas terbesar di dunia! Namun termurah dalam biaya operasionalnya. Sebagian kebesaran dan kemegahan Amerika sekarang ini adalah hasil “perampokan” resmi mereka atas gunung emas di Papua tersebut. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini. Mereka ini tidak lebih baik daripada seekor lintah!

Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh “Lisa Pease” yang dimuat dalam majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and Freeport.”

Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika “Freeport Sulphur”, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959. Saat itu Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya terkena imbasnya. Ketegangan terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan.

Ditengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan Belanda. Van Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya. Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pemimpin Freeport Sulphur itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Tidak seperti wilayah lainnya diseluruh dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada disekujur tubuh Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak tersembunyi di dalam tanah. Mendengar hal itu, Wilson sangat antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa bangkit kembali dan selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata.
Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama atas Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain. Wilson menyebut gunung tersebut sebagai “harta karun” terbesar yang untuk memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah disekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari. Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak!! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung besar dalam waktu tiga tahun sudah kembali modal.

Pimpinan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut. Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat. Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah spertinya mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat. Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada di gunung tersebut.

Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para pemimpin Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!

Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan penembakan Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika. “Presiden Johnson” yang menggantikan Kennedy mengambil sikap yang bertolak belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun 1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport. Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan dengan Standard Oil of California). Soekarno pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60persen labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan Soekarno ini.

Augustus C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar orang ini disingkirkan secepatnya. Mungkin suatu kebetulan yang ajaib. Augustus C.Long juga aktif di Presbysterian Hospital di NY dimana dia pernah dua kali menjadi presidennya (1961-1962). Sudah bukan rahasia umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA. Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pemimpin Texaco. Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang di Indonesia dikenal sebagai masa yang paling krusial. Pease mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C.Long terpilih sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller. Augustus 1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di Negara-negara tertentu.

Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai “Our Local Army Friend”. Salah satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok Jendral Suharto akan mendesak angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan.
Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar adanya.

Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah perwira loyalis Soekarno, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport sudah siap mengekplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan Freeport? Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan “Ibnu Soetowo” dan “Julius Tahija”.

Orang yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional mereka. Sebab itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller, disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Suharto adalah “Freeport”!.

Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah “merugikan Indonesia”.

Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978. Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun.

Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setelab 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia. Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia!!

Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya EMASPURA. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika. Ini sungguh-sungguh “perampokan besar” yang direstui oleh pemerintah Indonesia (Soeharto) sampai sekarang!!!

Kesaksian seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang emas Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas tersebut yang ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam. Semua emas, perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur ke Amerika, meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah orang Papua yang sampai detik ini masih saja hidup bagai di zaman batu. Freeport merupakan “ladang uang haram” bagi para pejabat negeri ini, yang dari sipil maupun militer.

Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu. Sumber: http://egg-animation.blogspot.com/2010/03/negara-amerika-serikat-dibangun-dari.html

Tulisan ini saya anggap penting dibaca oleh semua elemen bangsa ini, oleh karena itu saya memberanikan diri memosting tulisan ini disini. Semoga kita bersama dapat berdiskusi atau sharing ide mengenai masalah yang sudah mengakar batang ini, jangan sampai anak cucu bangsa ini (di irian sana) makan limbah beracun kelak di kemudian hari. Jangan sampai.
*** (05.11.2020)
Asih Triwarsono Putri

Tuhan Terpojok

Bukan tulisan saya, tapi copas dari sebuah wag Asrama Saya. Penulis masih dicari, yang pasti rasanya bukan lah karya dosen UI AA yg mungkin masih pemulihan. Semoga berguna.

Salam hangat dan selamat berpuasa.

Eddy

*****************

Bakmi Jawa Rumahku

TUHAN TERPOJOK
(Judulnya emang gitu lho)

Saat kuliah di Bandung, aku pernah terdesak oleh masalah perut.
Lapar.
Karena kiriman belum datang.
Kiriman orang tua mestinya cukup.
Karena manajemen buruk, akhirnya ludes sebelum waktunya.

Subuh itu aku sholat sangat khusyuk,
biasanya kesiangan atau malah bolong.
Saat itu aku berdoa dengan cara menagih.
Aku pikir kalau Tuhan itu Maha Besar,
mosok nggak sanggup membayarkan tagihan yang remeh ini.
Gengsi dong.
Dan yang aku sebut menagih adalah mengungkit-ungkit peristiwa belasan tahun silam.

“Tuhan,
Engkau pasti ingat waktu ibuku masih mengajar di SD, ibuku mendapati seorang muridnya yang sering pingsan karena perutnya kosong.
Sejak itu ibuku menyuruh anak itu tiap pagi sarapan di rumahku sebelum ke sekolah.
Kalau itu kebaikan, sekaranglah saat yang paling tepat buat Engkau untuk membalasnya. Kalau Kau ingin aku lebih beriman, sekaranglah kesempatan yang terbaik”.

Aku merasa Tuhan sudah terpojok dengan doaku itu,
maka siangnya aku pun melangkah tenang ke warteg terdekat untuk menyambut jawaban Tuhan.
Aku pesan nasi satu porsi lebih dan disiram kuah gratisan serta lauknya kripik tempe.

Semua berjalan seperti biasa. Tak ada tanda-tanda bakal terjadi sesuatu yang dramatis seperti dalam sinetron TV.

Keringat dingin mulai menetes.
Kulihat wajah-wajah di dekatku, semuanya sedang lahap.
Tak ada wajah malaikat yang diutus Tuhan membayar tagihanku.
Yang kutangkap adalah wajah seorang tentara yang matanya langsung galak dan tak sengaja mataku menabrak matanya.
Sepertinya pangkatnya rendahan, makanya suka pamer kekuatan.
Dia sampai mendekatkan duduknya ke arahku.
Dia menanyaiku dengan suara yang dipaksakan berat dan menakutkan.
“Heh! Orang mana kamu?!” gertaknya.

Untuk menyebut kota asalku Pemalang, pasti banyak yang tidak tahu. Pemalang itu kota kecil yang sangat biasa dan tak punya apa-apa untuk dikenal.
Maka kujawab saja,
“Jawa Tengah”.
“Jawa Tengah? Kota mana?” kejarnya lagi.
“Kabupaten Pemalang”, jawabku gemetar. “Kecamatan?”
Busyet dia masih ngejar lagi.
“Kecamatan Petarukan”, jawabku tambah bingung.
“Desanya mana?” tanyanya lagi lebih meneror.
“Desa Serang”. jawabku pasrah.

Mendengar nama desaku, dia menatap mataku menyelidik.
Lalu matanya berpindah melihat ke piringku.
Sehembusan nafas ia bangkit meninggalkanku.
Huff.
Aku lega tak terjadi apa-apa.
Aku tak berani melirik-lirik dia lagi.
Dalam hati aku ngedumel,
“Tuhan, kalau tak mau ngutus malaikat, jangan ngutus setanlah. Biasa aja, dong.”

Braaakk!
Asem,
tentara itu lagi, duduk di sebelahku.
Tapi, wajahnya mulai melunak.
“Hus. Kowe Serang-e ngendi? Anakke sapa?” tanya dia dengan suara yang kontras dengan sebelumnya.
Lembut dan nyeduluri, bahkan kini dia ngomong Jawa ngapak semedok-medoknya.

Kawan,
kalau kau sebatang kara di rantau, maka ketemu orang yang sebahasa denganmu itu rasanya kayak lebaran.
Aku seperti pulang dan mendengar tetanggaku sedang berisik sambil cari kutu.
Aku seperti terdampar ke suasana pagi di-soundtrack-i penyiar radio dangdut yang medok. Aku bahkan seperti mencium bau pesing tanah bekas anak-anak kampungku kencing.

Dan suara “Brakk” tadi adalah suara mangkuk berisi opor ayam yang diletakkan agak tergesa di atas meja.
Mangkuk itu kini bergeser ke arahku begitu aku menyebut nama orangtuaku.

“Nih, dimakan.
Ora usah mbayar”.

Hahahaha…
Aku seperti mendengar malaikat ketawa-tawa.
“Baru dikasih laper dikit aja udah berani nagih Tuhan,
berani memojokkan Tuhan. Rasaiiin lo!”

Tentara itu lalu memperkenalkan siapa dirinya.
“Aku disik murid ibumu”. Matanya berkaca-kaca menerawang jauh menghindari tatapan langsung.
“Ibumu galak.
Tapi kalau nggak galak, mungkin banyak yang gak lulus, termasuk aku.
Yang khas dari ibumu, sebelum mulai pelajaran selalu bertanya ke murid-muridnya, sapa yang belum makan?”
“Aku salah satu murid yang selalu kelaparan kalau ke sekolah, untung ada ibumu”.
Dia tak kuat juga akhirnya menyeka matanya.

“Warteg iki duwekku. Usaha sampingan kecil-kecilan. Kalau kamu laper makanlah di sini. Tidak usah sungkan. Anggaplah aku kepanjangan tangan ibumu”.

Angin Bandung yang dingin seketika menghangat.
Kurasakan kasih sayang ibuku menembus melampaui ratusan kilometer, Pemalang – Bandung.
Menyuapi anaknya yang sedang lapar.

Sejak itu kami langsung dekat. Seperti saudara lama yang baru saling menemukan.
Dia, seterusnya menjadi pelindungku selama di Bandung.

Dan Tuhan?
Ternyata gampang sekali terpojok oleh kebaikan yang dilakukan makhluknya.
Tak tega untuk tidak menolong siapa pun yang dalam dirinya bersemayam kebaikan.
Satu kebaikan dibalas seribu kebaikan.
Seperti hari itu dan seterusnya, aku memanen kebaikan yang pernah ibuku tanam belasan tahun silam, meski hanya sekedar memberi makan.

Aku teringat akan firman Tuhan dalam surah Al-Baqarah ayat 261,
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT,
(ia) bagaikan (menebar) sebutir benih (sebutir benih itu) menumbuhkan tujuh tangkai,
dan dalam tiap-tiap tangkai tumbuh 100 butir.”

Masya Allah,
Allah tidak akan melupakan kepada umatnya yang selalu berbuat baik kepada siapa pun.

Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya Rabb-mu (Allah) Maha Pemalu. Maha Dermawan.
Maha Mulia,
Dia malu terhadap hamba-Nya (yang berdoa memohon kebaikan dengan) mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu Dia mengembalikan kedua tangan hamba-Nya itu dalam keadaan hampa.”
(HR. Ahmad 5/438)

_Jadi tidak ada kebaikan yang sia sia.

Dahsyatnya Sedekah (another story)..

Dari kiriman WA di sebuah wa grup.

Oleh Buya H. Ristawardi Datuak Marajo.

semoga bermanfaat. aamiin yra.

satu
dua
tiga
empat
tamat

Dahsyatnya Sedekah

bukan karya saya, ini copas dari FB seorang teman. semoga berguna

Ada seorang ASN bernama Zie yg tak pernah diajak proyek. Karena dia gak mau cincai soal Mark up anggaran. Dia santai aja asal gak makan uang haram.

Tapi terus terang dia lagi kesulitan ekonomi. Shg dia berniat menjual 80 bungkus ta’jil buatan istrinya di kantor. Sampai kantor dengan membawa ta’jil dia semangat promosiin ke ruangan2. Tapi gak ada yg nanggapi. Sampai waktu pulang gak ada yg beli ta’jilnya. Perlahan Zie menghela nafas dan menitikkan air mata. Merah lah matanya.

Tapi hanya beberapa menit. Kemudian dia langsung hapus airmatanya. Dan melangkah keluar.

Di luar dia liat ada 5 satpam. Maka dikasihnyalah 5 ta’jil. Gratis. Bahkan ketika satpam tau ta’jil nya gak laku n mau bayar. Dia menolak.

Kemudian dia mampir di masjid utk ashar. Selesai ashar dia serahkan seluruh ta’jil ke pengurus masjid utk buka puasa gratis.

Tindakan itu membuat pengurus masjid mencatat nama, no TLP, alamat. Hanya satu pesannya bhw dia gak mau diumumkan namanya.

Sesampai di rumah. Dia disambut istri yg girang lihat dia gak bawa pulang ta’jil. Tapi heran lihat suaminya Zie lesu.

“Kenapa bang. Kan ta’jilnya habis.”

“Iya habis. Tapi Ndak ada duitnya.”

“Lho kok bisa? Pada ngutang?”

Istrinya mulai lesu juga.

“Bukan. Gak ada yg beli di kantor. Jadi 5 kukasih satpam 75 ku kasih mesjid”.

“Oh”

Muka kecewa istri buat Zie makin teriris. Tapi tak lama kemudian istrinya berwajah cerah lagi.

“Gak apa2lah bang. Belum rejeki. Kita diminta menjamu tamu Allah. Yuk siap2 bentar lagi magrib”.

Takjub Zie melihat keikhlasan istrinya.


Setelah selesai tarawih tiba2 ada telepon masuk dr nomor yg tidak dikenal.

Diangkat Zie

“Assalamualaikum warahmatullahi wa”

“Waalaikumsalam warahmatullahi Wabarokatuh. Apa benar ini bapak yang tadi ngasih ta’jil ke mesjid?”

“Benar pak ada yg bisa saya bantu?”

“Tadi kebetulan kami mampir masjid. Gak kekejar buka di rumah saya. Saya makan bubur sumsumnya. Istri makan bubur ketan hitamnya. Enaaaak banget.”

“Alhamdulillah pak. Terimakasih”.

“Nah mulai besok sampai tamat ramadhan saya pesen 1000 ta’jil tiap hari. Bisa?”

Zie terkejut. Dan berteriak Allahu Akbar dalam hati. Gemetar dirinya. Ta’jil yg dianggap gak laku malah mendatang customer yg dasyat.

“Bi..bisa pak. Tapi maaf keuangan saya lagi terpuruk. Modal untuk 1000 hari I aja gak ada”.

“Tenang. Karkulasi semua. Minta rekening. Saya bayar cash untuk 28 hari”.

“Ya Allah ini saya tidak mimpi kan pak.”

Ketawa yang di seberang.

“Oya ta’jil akan dijemput supir dan pegawai saya. Kalian cuma buat aja”

“Terima kasih yang tak terhingga pak. Semoga Jannah utk Bapak”.

Telepon ditutup. Dan dia menghitung semua kebutuhan kemudian hitungan di foto dan dia kirim ke nomor bapak dermawan tadi berikut rekeningnya.

10 menit kemudian notifikasi dari e banking nya.

Masya Allah sudah masuk uang puluhan juta yg tadi dia tulis.

MATEMATIKA ALLAH MEMANG TAK PERNAH KITA TAHU

DASYATNYA SEDEKAH

BUDI NANDI SUKOI

NELAYAN

tulisan seorang senior. semoga berguna.

Saatnya Menghargai Nelayan

Setiap saat mengantar istri belanja di los ikan di pasar dekat apartemen, saya selalu mencari scallop, sejenis kerang yang berdaging tebal. Pasalnya masakan scallop buatan istri saya itu sungguh lezat.

Kami biasa pergi ke department store pada malam hari menjelang toko tutup untuk mendapatkan harga diskon, sebab harga awalnya cukup mahal untuk dompet mahasiswa. Jika tidak ada scallop, maka gurita, udang atau ikan menjadi pilihan kami karena harganya yang relatif terjangkau.

Orang Jepang cukup beruntung bisa menikmati berbagai jenis ikan/hewan laut. Mereka terkenal kreatif memasak ikan/hewan laut tersebut. Tempura udang adalah salah satu yang populer hingga di sini. Namun ada banyak masakan Jepang berbasis ikan yang tidak begitu dikenal, walaupun bahannya tersedia dan harganya pun murah. Contohnya belut (unagi) panggang dan semur ikan. Kita belum sekreatif bangsa Jepang dalam hal mengolah ikan, sumber protein dan mineral yang diperlukan tubuh.

Mungkin ini juga yang menyebabkan konsumsi ikan penduduk Indonesia relatif rendah, hanya 57 kg/kapita, lebih rendah dari Malaysia (70 kg/kapita), Singapura (80 kg/kapita) atau Jepang (140 kg/kapita).

Setelah pulang ke Indonesia, keinginan untuk menikmati scallop harus dibuang jauh-jauh karena harganya lebih tidak terjangkau lagi. Kami harus puas dengan ikan yang lebih murah seperti lele, bawal, mujair, dsb. Masakan yang dulu menjadi kegemaran, sekarang menjadi angan-angan saja. Frekuensi menyantap ikan pun menjadi jarang, karena harga daging ayam lebih murah. Hanya saat bepergian ke daerah, khususnya di wilayah timur Indonesia, menikmati hidangan laut adalah agenda yang tidak boleh ditinggalkan.


Namun dibalik kenikmatan hidangan laut itu, nasib para nelayan yang menjadi mata rantai penting dalam perjalanan ikan dari laut hingga ke meja makan kita sungguh kurang beruntung. Mereka, khususnya para nelayan kecil, sering didera masalah yang berganti-ganti, sehingga menyebabkan mereka umumnya kurang sejahtera.

Kapal ikan yang mereka miliki umumnya berukuran kecil, berbobot mati 3-5 gross ton (GT). Melihat deretan kapal-kapal kecil itu saya sempat membatin, teknologi perkapalan kita seperti berjalan di tempat. Padahal nenek moyang kita mampu membuat perahu phinisi, yang digunakan untuk mengarungi samudera Hindia hingga ke Madagaskar.

Kapal-kapal nelayan kita umumnya tidak mampu menampung ikan yang cukup banyak untuk memberikan penghasilan yang layak kepada keluarganya. Mengatasi hal ini pemerintah pernah memberikan bantuan berupa kapal 30 GT untuk seribuan nelayan kecil, namun program ini tidak berlanjut karena spesifikasi kapal tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan, sehingga tidak sepenuhnya temanfaatkan.

Selain ukuran kapal yang kecil, nelayan kita sering menghadapi masalah kesulitan membeli BBM untuk mesin kapal. Tersendatnya pasokan solar seperti yang terjadi belum lama ini bukan sekali saja terjadi. Terdengar juga berita bahwa sebagian nelayan sulit mendapat BBM bersubsidi karena tidak dapat menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan.

Biaya BBM bagi nelayan bisa mencapai 40 persen dari biaya operasional. Ini salah satu faktor yang menyebabkan penghasilan nelayan rendah. Sungguh sulit diterima akal bahwa di negara penghasil minyak ini, justru penduduk yang paling membutuhkan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli BBM.

Masalah lain yang baru muncul adalah pengenaan pajak menangkap ikan yang dirasakan tidak adil bagi nelayan kecil. Berdasarkan PP Nomor 85 Tahun 2021, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk sektor perikanan ditetapkan tarif 5 persen untuk kapal berukuran di bawah 60 GT dan 10 persen untuk kapal di atas 60 GT. ini berarti sebagian besar nelayan kecil (sekitar 70 persen) yang umumnya memiliki kapal berukuran kurang dari 5 GT juga dikenai pajak.

Yang memilukan adalah bahwa pada peraturan yang lama hanya kapal berukuran 30 GT ke atas saja yang dikenai pajak. Sulit disanggah bahwa nelayan merasakan beban yang lebih berat dengan kebijakan baru ini.

Pungutan PNBP itu sendiri hanya salah satu biaya yang harus mereka keluarkan. Ada lagi pungutan-pungutan lain di lapangan yang jika digabung dapat mencapai 15 persen dari ongkos produksi.


Nasib nelayan kecil di negara kepulauan ini memang cukup menyedihkan. Mereka pernah kesulitan saat harus menggunakan alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan. Setelah sebagian nelayan mematuhi peraturan itu, pemerintah membolehkan kembali penggunaan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan.

Tujuan awal untuk mempraktekkan penangkapan ikan yang berkelanjutan untuk sementara harus ditunda. Pelaksanaan kebijakan yang baik agaknya harus disiapkan lebih matang terlebih dahulu, karena kondisi nelayan dan lingkungan yang berbeda-beda.

Masalah klasik lain adalah adanya kapal-kapal asing yang menangkap ikan tidak jauh dari pantai. Mereka mengeruk ikan dalam jumlah banyak sehingga menyisakan sedikit ikan bagi nelayan setempat. Penenggelaman kapal-kapal asing ilegal yang membuat bangga bangsa dan dipuji dunia itu kini tidak lagi sering terdengar.

Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dengan karakteristik daerah-daerah yang heterogen. Konflik antarnelayan karena perbedaan dalam kapasitas kapal dan teknologi penangkapan ikan cukup sering terjadi. Nelayan di suatu daerah wajar jika menolak kedatangan nelayan dari daerah lain yang memiliki daya tangkap ikan yang lebih besar.

Masalah lain adalah nelayan besar maupun kecil sama-sama mendapat saingan dari impor ikan yang mengalir masuk. Konsumen yang tidak peduli darimana ikan berasal cenderung memilih ikan impor yang kualitas, harga maupun kemasannya lebih menarik daripada produk lokal pada umumnya.


Nelayan kecil adalah warga sebangsa dan setanah air yang perlu mendapat perhatian lebih besar dari pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Setidaknya ada tiga hal penting yang perlu dilakukan.

Pertama, mereka hendaknya tidak diberi beban membayar pajak dan pungutan lain yang berlebihan. Pengenaan pajak PNBP untuk golongan nelayan kecil perlu dikaji ulang.

Kedua, infrastruktur untuk penangkapan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, dan pemasaran ikan di setiap sentra perikanan perlu disediakan untuk meningkatkan daya saing dan penghasilan nelayan. Pengembangan kelembagaan koperasi nelayan merupakan bagian dari upaya meningkatkan daya saing nelayan. Ini bukan kewajiban pemerintah pusat saja, melainkan juga kewajiban pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Ketiga, perkampungan nelayan yang tidak memenuhi kriteria permukiman sehat perlu dibenahi. Perkampungan nelayan di Jawa, terlebih di luar Jawa, umumnya tidak layak huni karena kurangnya sarana permukiman dasar seperti air bersih, listrik, jalan, pembuangan sampah, dsb. Perrmukiman nelayan di atas laut, juga kurang mendapatkan fasilitas yang memadai jika dibandingkan permukiman penduduk pada umumnya.

Nelayan adalah warga masyarakat yang berhak mendapat bagian dari kemajuan ekonomi nasional yang tumbuh cukup pesat. Selama ini kita mampu membiayai pembangunan perkotaan dalam berbagai sektor, termasuk jalan layang, kereta cepat, stadion besar, dan sebagainya.

Sudah saatnya kita memberikan perhatian yang lebih besar kepada nelayan, karena mereka adalah juga pemilik yang sah dari negeri ini.

Selamat Hari Nelayan.-

HD
7/04/2022