Making Empowerment a Reality Accessibility for All

Agenda hari ini dibuka dengan beberapa pembicara yang mewakili bbrp organisasi baik bilateral maupun organisasi International lainnya. Mereka pada intinya memberikan masukan dan update apa yang negara dan atau organisasi mereka telah kerjakan 1-2 tahun terakhir. Dari India tadi menyampaikan betapa mereka sudah harus mulai memikirkan dari sekarang tentang bagaimana memperlakukan dan memberikan kesempatan dan layanan kepada kaum disable/cacat. Wakil dari india menceritakan ia harus memikirkan ulang alur informasi dan metoda pelayanan publik agar bisa diakses oleh penyandang disabilitas.

John Davies dari Intel menekankan peran Intel yang selama ini telah sumbangkan untuk masyarakat baik yang yang normal ataupun penyandang cacat.

Miss Rubio, seorang penyandang cacat mata/buta, meskipun pada awal presentasi mengalami masalah dgn sistem suara, memaparkan apa yang telah disumbangkan oleh teknologi dalm membantu kaum buta pada khususnya dalam memanfaatkan Internet untuk pengembangan diri mereka para penyandang cacat penglihatan.

mis RUbio rubio2

Ms. Rubio menggambarkan dengan media video dan audio, bagaimana mengkombinasikan ICT dengan keperluan para penyandang cacat mata. Ia juga dapat memanfaatkan berbagai teknologi yang tersedia untuk proses pengajaran, sesuatu yang cukup menantang dan masih jauh bagi bangsa kita Indonesia.

Michele Woods dari WIPO mengangkat isu tentang Marrakech treaty dalam adopsi accesibility tanpa harus membutuhkan izin dan urusan birokrasi yang panjang.Dia menyampaikan “accessible book consorsium” agar semua sumbangan teknologi benar2 bisa diakses oleh banyak orang di seluruh penjuru dunia.

James mempertanyakan apakah kita disini semua juga memahami apakah sebenarnya kebutuhan para disabilitas? apakah kita benar2 mengerti. Ia mempertanyakan hal2 dasar ini agar kita dia dan hadirin benar2 bisa menjawab kebutuhan para disabilitas dengan memaksimalkan teknologi.

Andrew Taussig (IICVLV) menggunakan istilah varying abilities sebagai pengganti disabilities untuk menceritakan betapa kelompok2 di India telah bekerja keras membantu, mengajar dan memberikan bimbingan bagi varying disabilities. He suddenly told people and raise question “Why we are sitting here in 2015 and let the same wheel chairs today is not too much different with we had decades ago?”

Lenin Moreno dari Uruguai menekan kembali kepedulian kita akan proses kehidupan dan perjuangan yang harus dijalani oleh penyandang diseabilities. Stuti menambahkan pemerintah harus menyiapkan policy framework yang mendorong administrators utk mengambil action plan utk disabilities. John menambahkan sekarang Intel sedang menyiap kan kit “Real Sense” untuk membantu kaum disabilitas.

Pada sesion kedua hari ini dilaksanakan High Level Policy Statements oleh berbagai wakil pemerintahan. Indonesia diwakili oleh Dirjen PPI, Prof. Kalamullah Ramli. Magdalena Gaj dari Polandia kembali menjadi moderator. Dari Guinea Mr. Oye Guilavogui menyampaikan keinginannya untuk menjembatani DD. Menarik ia menyampaikan telah membangun submarine cable pad june 2014. meningkatkan subscriber 70%. Keterbatasan dana, Guinea tetap ingin membantu menjembatani DD dengan bantuan dari UN dan organisasi internasional lainnya. Hadir juga dubes Belgia Bertrand de Crombuggghe “mengintervensi” acara hari ini katanya mewakili negaranya sebagai duta besar. 2015 adalah “ground breaking” years untuk komuniti internasional, khusus nya dibidang ICT bagaimana smartphones telah merevolusi akses kepada finansial resouces dalam pembangunan. Salah satu langkah penting adalah dengan menjamin aksesibilitas bagi semua. Thus, we should “mainstream” the digitalization for developing economy.

Dari Holy See (Vatican City State), Mr. Paul Tighe menegaskan  “technology is a gift from God”. teknologi tidak otomatis memperbaiki keadaan. Sangat filosopis Paul menyampaikan adalah equally important and morally critical to use the achievement in tech for human being dalam menjamin inclusiveness. Ia juga menekankan pentingnya dialog dalam penyelesaian permasalahan dari insecurity, terrorism etc.

Dari India,  Ram Narain, menekankan apa yang telah kita capai, apa yang kita miss dalam melayani komunikasi masyarakat. setelah menyampaikan bbrp statistik, ia menekankan pentingnya apa yang telah dilakukan oleh india, yaitu menghubungkan desa dengan optik. Ia telah menyampaikan banyak pencapaian India dalam membangun broadband untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Juga di India ia mementingkan untuk “installing trust” dalam membangun ICT di India.

Now the Profesor, from Indonesia. Indonesia terus melanjutkan effort dalam mencapai SDG melalui upaya upaya pembangunan broadband facility di seluruh Indonesia, baik dari pemerintah maupun swasta. Pak Muli menekankan juga salah satu upaya pelaksanaan e-procurement guna mendukung transparansi, dan bagian akhir pak Muli brilliantly also underlines the readiness of Indonesia to utilize e-commerce to boost the poor and SME economy..(sorry enakan nulis inggris neh).

Montenegro juga menyampaikan berbagai kemajuan yang telah mereka lakukan dalam memanfaatkan ICT untuk social development di negara mereka.

Dari Internet and Digital Ecosystem Alliance, Nick Asthon Hart menyampaikan betapa besarnya juga biaya untuk membangun telekomunikasi, di sisi lain kita juga harus memikirkan pembangunan manusia lainnya secar ekonomi dan sosial dalam mendukung SDG.

The WSIS 2015 is officially now opened.

Sepuluh tahun setelah dibuka di Tunisia, yang saya tidak ikuti, World Summit on Information Society kembali dibuka hari ini di gedung WIPO (World Intelectual Properti Organization) oleh sederetan pejabat terkait di organisasi internasional seperti ITU, Unesco, dan UN relevant organization juga berbagai CEO perusahaan ICT terkait dari berbagai penjuru dunia. SIngkat kata, WSIS 2015 kembali menjadi ajang internasional terbesar untuk membahas berbagai dampak dari ICT.

Setelah beberapa sambutan optimis dan ucapan terima kasih dari berbagai pihak, tampil Menteri ICT dan Digital Economy TUnisia H.E. Mr. Noaman Fehri. Dimulai ucapan terima kasih ia menyampaikan sambutan dan mengingatkan akan 17 goals dan 169 targets yang pernah dicanangkan di TUnis 10 tahun yang lalu. Tetapi dia juga mengingatkan digital gap yang mungkin saja menjadi semakin besar. Ia mengundang juga untuk datang ke Tunisia November 2015 yang akan datang. Pada bagian penutup juga ia mengingatkan hadirin akan anak2 kita yang sekarang bersekolah dan 10 tahun yang akan datang akan bekerja di lapangan kerja that is not exist yet, ya di lapangan kerja yang sekarang mungkin dalam proses penciptaan nya karena kemajuan ICT.

Juga hadir DR. John E. Davies, Vice PResiden World Ahead Program. John menyampaikan tentang programmnya yang mendorong partisipasi masyarakat, terutama di daerah rural, untuk memanfaatkan ICT untuk ekonomi dan lingkungan mereka seperti yang ada di Korala, India, juga di daerah2 terpencil di Mongolia dan Bangladesh. John juga mengingatkan kita semua yang hadir dalam ruangan untuk men”share” program apapun yang sedang kita kerjakan karena itu akan sangat berguna bagi masayarakat luas.

Dari civil society mendapat kehormatan Cyril Ritchie, President of Conference of Non-Governmental Organization (coNGO). Cyril mengingatkan peran dari NGO untuk terus secara berkesinambungan hand in hand dengan pemerintah maupun masyarakat dalam memajukan kesejahteraan manusia untuk masa depan. “I recall and echoe the public declaration…” dia menggaris bawahi.

Last but not least, dari pihak swasta, hadir Joseph Alhadeff dari Internationa Chamber of COmmerce Commisssion on the Digital Economy (ICC). Ia menekankan kepada peran ICC dalam merealisasikan  people-centered economy. Ia  menekanan juga akan peran IGF dimasa datang. Ia menekankan juga akan iklim investasi yang baik utk investasi dan juga regional development.

Acara pembukaan kemudian diserahkan  oleh Houlin Zhao, Secretary General ITU. Ia lalu mempersilakan si wanita molek dari Poland, Ms Magdalena Gaj, Presiden Office for Electronic Communication yang mengatakan technology tidaklah berarti jika tidak diarahkan untuk memberikan solusi dari berbagai masalah komplek dalam dunia kita sekarang ini. Sepuluh tahun terakhir, jumlah pengguna internet telah menjadi 3 kali lipat. Ia menegaskan, pelayanan telekomunikasi adalah pelayanan dasar, bukan lah barang mewah!! (jadi ingat teman Kemkeu yang masih ngotot mau memberikan PPNBM..). Magdalena mempertanyakan bagaimanakah bentuk masyarakat masa depan? “MobileSociety!”, karena itu kita harus mengantisipasinya dari sekarang. Ia menegaskan pula perlunya kolaborasi antara Unesco, Untad dan UNDP untuk memperhatikan kurikulum dan berbagai variabel yang harus diantisipasi proses pengembangannya. Karena semua itu sangat vital that WSIS target and objectives bisa dicapai.

Dalam beberapa pembicara kunci (key note) juga tampil berbagai pemibcara dari berbagai organisasi.  UPU menekankan financial inclusion and unbanked. Ia memberikan strategi bagaimana pos dapat memberikan akses kepada lapisan masyarakat tsb yang dikombinasikan dengan solusi ICT. Semoga postal services di Indonesia juga semakin maju.

Juga hadir Ms Elia Amstrong dari Department of Economics and Social Affairs (UNDESA). Elia mengignatkan resolusi ttg kemungkinan akan tantangan yang tidak mudah yang dapat ditimbulkan oleh kemajuan ICT, termasuk digital gap, masih.

Tidak ketinggalan dari UN Office on Drugs and Crime (UNODC). Ms Loide Lungameni, she underlined taht ICT progress cannot be understated juga ia menegaskan bahwa 80% cybercrime are linked to ordinary crime. Scarry huuhhh.

To be continued…

_________

WSIS + 10 boost cross sectoral ICT application

Today WSIS unveils new approach on ICT application around the globe, here in nice summer city Geneva. Hamadan Toure, the Secretary General of ITU open the main opening ceremony, while Mr. Ban Ki Moon can not make it to Geneva. The new approach is by adding another 10 vision and policy statements in addition to the existing which ITU has had in Geneva (2003) and Tunis (2005). Now it becomes the WSIS+10.

Image

A series of welcoming speeches remarked the event. So many to speak, but so little time left. Representative from various international organization put their views on the table. Ranging from WHO for health, UPU for postal services, also from the World Bank and UNEP and teens of other organizations.

To highlight, the world is now under the same understanding that ICT is getting more and more cross sectoral issues and it is no longer treated solely as infrastructure.

After the ceremony of WSIS Project Prizes and lunch break, the meeting continued to have a lesson learned from various countries by listening on each of their respective policy statements.

Brazil and Greece views ICT as a critical tools to improve their economy. Brazil welcome to host the next WSIS meeting in Sao Paolo.

Ministry of Telecomm and Mass Communications of Russia, Mr. Rashid Ismailov, declared that his country has connected all part of his nation with ICT. He emphasizes that Russia is also fulfilled their task to contribute into all of UN agencies to provide ICT application in place.

Khedija Gharianim, as SG of AICTO, delivers her speech about the vision that Arab country has developed. Arab country focused on one of the common problems in their areas, employment. By putting ICT in place, she believes that Arab country would solve some youth employment problems pretty fast. Ethics is also one of the aspect that AICTO took it seriously.

Stuart Hamilton from IFLA addresses the issue on copy right, financial inclusion and preserve the heritage buildings and documents.

The reps from Senegal puts the ICT is now the real engines of their country economy.

Last but not least, is Indonesia policy statements. It is as follows

Indonesia Policy Statement in WSIS+10