China’s Antitrust Regulator Planning to Fine Meituan About $1 Billion – The Wall Street Journal.

China’s Antitrust Regulator Planning to Fine Meituan About $1 Billion https://www.wsj.com/articles/chinas-antitrust-regulator-planning-to-fine-meituan-about-1-billion-11628238951

Daster vs Tuxedo

Sebuah masukan dari teman saya Andrew, pelaku UMKM. Jenaka, menggoda dan ada benarnya.

Ini sedikit oleh2 buat Uda Deputy ttg adanya fenomena oximorons dalam perekonomian UMKM kita, silahken nanti ditindak lanjuti… Mengerikan sekali.. mendengar keluh kesah pelaku usaha fashion dan retail ini, tentang hancurnya industri triliunan rupiah dalam sekejap mata..

Retail2 raksasa spt Matahari, Lotus, Debenhams, Seven Eleven, Tanah Abang dan terakhir Giant akhirnya pamit undur dari kejamnya kawah candradimuka dunia onlen. Ada yg tutup2 sebagian gerai, karena masih malu2 dibilang bangkrut.. ada juga yg sama sekali ngambil pensiun dini. Rontok. Bablas..

Pergeseran dari kasta Brahma yang pada 4 dekade terakhir sangat jumawa, menyingkirkan pemain2 kecil kelas sudra.. sekarang angin berbalik arah. Pemain2 kecil ini seperti sepasukan lebah yang penuh agresifitas menyerang membabi buta. Sporadis memang tapi jumlahnya luar biasa besar.

Siapa mereka?
Dalam beberapa survey termasuk yg dilakukan facebook Indonesia sendiri, 60-70% UMKM online digawangi kaum perempuan usia produktif, 25 sd 40 tahunan. Bahkan data BPS hampir sama yi mendekati 65% UMKM dijalankan kaum perempuan. Data Kementrian Koperasi, sy lupa2 ingat tapi pernah dipost di ig mereka, kalau tidak salah sudah tumbuh di atas 70% (2020).

Di atas 70 persen, boss.. bisnis olshop digawangi perempuan.

Gila nih.. semoga para lelaki tulang punggung bangsa menyadari ini 😀

Mereka menyebutnya, Emak2 Berdaster. Mereka menyebutnya, Kaum Sein Kiri Belok Kanan. Sebut mereka apa saja.. faktanya, merekalah yang menguasai Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, Zalora, JD.id, dst.. dst..

Mereka kecil, amatiran, sebagian besar bahkan tidak pernah sekolah bisnis, kaum dapuran yg seragam kantornya adalah daster 30 ribuan yg ditawar empat hari baru deal. Tapi mereka muncul dng kekuatan massif seperti gelombang yg bergulung2 mengguncang kapal2 besar di lautan.

Saya ingat betul di salah satu FGD, seorang mantan karyawan Matahari, yg posisinya lumayan jenaka, dan karena itu pula kami mengundangnya, berkata, “yah mereka ini… orang2 ini…” tanpa bisa melanjutkan kata2nya. Kata “Mereka ini” maksudnya “kaum ibu2 onlen” yang maju ke medan pertempuran tanpa peralatan perang sama sekali, tapi menang telak lawan tank2 baja dan pesawat2 siluman canggih.

Lotus jatuh. Debenhams kolaps. Matahari sesak nafas. Seven Eleven hancur. Tanah Abang menjerit. Giant rontok. Bahkan sekarang Ramayana pun sudah bersih2 gudang.

Oh ya.. tentu saja kehancuran retail mall ini tidak semata karena tumbuhnya pesaing2 onlen. Salah satu beban terberat mereka juga adalah Operasional dan Pajak. Mereka yg membayar pajak harus menjual lebih mahal drpd mereka yang tidak bayar pajak (olshop amatiran). Dan di sini ada peran pemerintah yg mungkin belum bijak mengambil kebijakan. Ini yg membuat selisih harga jadi sedemikian kejam di tingkat konsumen.

Tapi anyway…
Pergeseran habit konsumsi dari retail konvensional ke mall onlen ini benar2 bikin jantungan..

Siapa sangka, para jumawa industri fashion dan retail, pengusaha2 elit kelas pesawat jet ini, yang cabang2 usahanya mengakar hingga ratusan toko seluruh Indonesia, bisnisnya akan berakhir tragis di tangan emak2 ber hp jadul, yang nongkrong di depan kelas nunggu jemput anak pulang, sambil jualan daster di Shopee?

Kibarkan bendera putih-mu dan lepaskan tuxedo mu om2..
Pasukan daster telah merangsek dan menang!🏳️🏴‍☠️

Geliat Ekspor E-dagang

Kinerja ekspor nonmigas Indonesia terus turun. Penurunan itu terjadi di semua sektor, terutama pertambangan, pertanian, dan industri pengolahan. Badan Pusat Statistik mencatat, nilai ekspor pada Januari-Juni atau semester I-2016 sebesar 63,012 miliar dollar AS, turun 7,92 persen dibandingkan dengan semester II-2015.

Sektor pertanian turun 18,14 persen dari 1,710 miliar dollar AS pada semester I-2015 menjadi 1,4 miliar dollar AS pada semester I-2016. Ekspor di sektor industri pengolahan juga turun 4,73 persen dari 56,397 miliar dollar AS pada semester I-2015 menjadi 53,727 miliar dollar AS pada semester I-2016.

Bahkan sektor pertambangan mengalami penurunan terbesar, yaitu 23,64 persen dari 10,325 miliar dollar AS pada semester I-2015 menjadi 7,884 miliar dollar AS pada semester I-2016. Lemahnya permintaan global dan belum pulihnya harga komoditas andalan menjadi penyebab.

Pemerintah telah melakukan dua terobosan untuk mendongkrak ekspor. Pertama adalah menderegulasi kebijakan-kebijakan ekspor dan impor yang dinilai menghambat. Kebijakan itu disebut kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

Namun, kebijakan yang diarahkan untuk mendorong industri pengolahan meningkatkan ekspor itu belum optimal. Yang terjadi justru impor barang konsumsi semakin meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai impor barang konsumsi semester I-2016 sebesar 6,158 miliar dollar AS dan nilai impor semester I-2015 sebesar 4,422 miliar dollar AS. Peningkatan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan impor barang-barang yang menjadi indikator investasi dan geliat usaha.

Kedua, Kementerian Perdagangan membuat terobosan baru peningkatan ekspor melalui perdagangan secara elektronik (e-dagang). Salah satu upaya yang ditempuh adalah bekerja sama dengan raksasa e-dagang Tiongkok, Alibaba.com. Produk-produk yang ditawarkan dalam portal itu antara lain mainan, tas, kertas, aroma terapi, sepatu, botol, olahan hasil pertanian, makanan, dan minuman.

Di dalam portal Alibaba.com, produk Indonesia bisa didapat di jendela Indonesia Channel. Secara khusus, produk-produk itu juga bisa didapat di Inamall yang merupakan platform business to consumer (B2C) dari Tmall Global, anak Grup Alibaba, untuk produk yang belum masuk pasar ritel Tiongkok.

Dalam portal e-dagang itu, produk Indonesia juga bersaing dengan produk dari negara lain, antara lain Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Malaysia, misalnya, memasarkan produk makanan dan minuman, manufaktur dari karet, furnitur, serta konstruksi di sektor real estat. Sementara Vietnam menawarkan produk dari karet, tekstil, furnitur, dan panel surya.

Ragam produk itu sebenarnya lebih kurang sama. Artinya, persaingan di sektor e-dagang pun akan semakin ketat. Kendati begitu, sebagai salah satu terobosan, upaya tersebut bisa mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke depan.

Riset Brand & Marketing Institute menunjukkan, transaksi e-dagang global tahun 2020 diperkirakan 2,36 triliun dollar AS. Pada tahun ini, nilai transaksi bisnis itu diperkirakan menyentuh 1,56 triliun dollar AS atau naik daripada tahun sebelumnya sebesar 1,33 triliun dollar AS.

Riset tersebut juga memproyeksikan e-dagang global akan tumbuh 77 persen dalam empat tahun mendatang. Penggerak utama pasar e-dagang global itu adalah Tiongkok melalui Alibaba dan Amerika Serikat lewat jaringan Amazon.

Peluang e-dagang global cukup besar. Sama halnya dengan perdagangan konvensional, kompetisinya juga bakal ketat. Bank Dunia melihat, peran Indonesia dalam industri manufaktur dunia tidak banyak berubah dalam 15 tahun terakhir, yaitu sekitar 0,6 persen per tahun. Tinggal bagaimana Indonesia mampu atau tidak meningkatkan industri manufaktur dan ragam produk yang berbeda. (HENDRIYO WIDI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2016, di halaman 17 dengan judul “Geliat Ekspor E-dagang”.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160719kompas/#/17/

Digital Disruption: Sesuaikan saja, sulit untuk melarang.

Bapak dan Ibu pengusaha, penguasa, termasuk pejabat baik yg tinggi sekali sekelas menteri hingga dirjen yang banyak rapat di belakang meja, maupun yang di lapangan, kiranya sangat perlu dipahami bersama bahwa kemajuan dunia digital yang dibawa oleh ICT atau TIK atau kadang kita menyebutnya telematika sudah semakin terasa dan memang tidak bisa dihindari. Perlahan tapi pasti “digital disruption”itu memang akan dan telah menghadang serta merubah berbagai tatanan kehidupan kita termasuk bisnis dan proses menjalankan kepemerintahan (governance).

Lihatlah sekeliling Bapak/Ibu, bukankah sekarang begitu mudah mentransfer dana antar bank, termasuk membayar pajak maupun membeli barang. Dalam hitungan detik anda bisa memilih barang apa saja yang tersedia di berbagai toko online dan tinggal hitungan jam atau hari sudah akan sampai di depan pintu rumah anda. Untuk berpergian termasuk yang agak confidential, anda dengan mudah bisa berselancar mencari tiket murah atau sesuai selera anda untuk berpergian ke seluruh pelosok dunia tanpa memerlukan lagi bantuan sekretaris. Begitu pula jika nada memerlukan hotel atau pun mobil sewa.

ICT juga menjadikan berbagai usaha kecil, menengah maupun mikro (UKM) dapat berpartisipasi dengan memanfaatkan dan memaksimalkan inovasi. Berbagai lapisan bisa saja menjual barang dan jasa, baik hanya melalui orderan via telpon, sms ataupun berbagai jenis messenger lain seperti BBM, WA, maupun Line. Meskipun belum sempurna, berbagai pembayaran juga bisa dilakukan sekarang dengan e-Money seperti untuk membayar tiket bioskop, parkir, hingga pembayaran di pintu tol. Ini hanya barulah sebagian revolusi digital yang akan makin kita hadapi sehari-hari.

Muncul pertanyaan, apakah memang bisa dibuat regulasi ataukah harus diregulasi? Jelaslah jawaban yang paling tepat adalah regulasi akan masih tertinggal dengan aplikasi yang muncul lebih cepat. Apakah regulasi itu di tingkat UU, PP, hingga peraturan menteri, tetap saja akan selalu telat. Lalu haruskah kita menyerah? TIdaklah perlu menyerah, kita masih bisa percaya bahwa bisnis yg baik dibangun  atas dasar praktek dan aturan bisnis yang baik pula. Memang banyak maling atau pebisnis yang mencari untung sesaat hingga rent seeker yang ingin mengambil keuntungan di atas kerugian orang lain atau salah satu pihak. Namun menurut pengamatan saya, bisnis model yang terakhir ini tidaklah akan langgeng dan akan tergilas oleh digitalisasi itu sendiri.

ICT telah merubah banyak struktur atau model bisnis yang tadinya tidak mungkin atau dirasa akan sulit terpengaruh oleh teknologi, akhirnya jebol juga. Kita melihat sendiri bagaimana para operator telekomunikasi misalnya harus memeras otak, untuk tetap menjaga ARPU (average revenue per user) masih bisa mencapai tingkat yang diharapkan. Para operator harus bekerja keras karena sampai saat ini pemerintah belum mengambil sikap terhadap OTT (over the top) misalnya. Saat ini masyarakat yang telah memiliki smartphone, sudah sangat jarang menggunakan sms untuk berkomunikasi atau mengurani telpon yang menyedot pulsa mereka atau menambah bill pasca bayar mereka. Berbagai alternatif tersedia mulai dari BBM, WA, LINE dan face book yang bukan hanya bisa digunakan untuk berkirim pesan tertulis, tetapi juga dengan mudah nya bisa menelpon teman atau kerabat. Ini sudah menjadi keniscayaan.

Karena itu ketika nyaris seluruh lapisan dunia harus merubah atau harus mencari cara agar bisnis yang menyangkut Property Rights seperti musik dan film serta karya seni lainnya harus dilindungi, berbagai aplikasi dan cara juga diambil oleh penyedia jasa/kontent. Lihatlah bagaimana akhir Itunes dan berbagai portal musik lainnya harus berinovasi mengahadapi pembajakan. Terkadang bisnis hiburan pun seperti game dan toko buku juga harus mengevaluasi bisnis model mereka dari waktu ke waktu.

Tidak bisa dimungkiri, sekarang dengan mudah kita bisa menikmati musik baik berupa video (mp4) ataupun dalam format mp3, termasuk untuk musik atau filem yang baru saja diluncurkan. Kemudahan untuk menikmati streaming piala champion atau copa america juga bisa dapatkan jika anda memiliki koneksi Internet. Mungkin di Indonesia atau di domain USA dan eropa bisa anda larang atau cegah, tetapi melalui satu atau dua negara amerika latin, dengan mudah anda akan bisa menikmati streaming yang nyaris gratis dengan kualitas digital luar biasa sekelas HD. Jika TV berlangganan anda tidak bisa menyiarkan siaran sepak bola tertentu, jangan khawatir, dengan bertanya di FB dalam sekejap akan banyak teman yang memberikan link gratis. Nah, karena ini gratis, tentu tidak ” elok ” kalau anda kemudian mengadakan nonton bersama dengan layar lebar dan menarik bayaran. Namun sekali lagi, dapatlah kita meyakini, dengan kemudahan Internet, semua kesulitan terkait regulasi dan sistem transmisi bisa diatasi. Memang tentu tidak semuanya legal ada juga yang tergolong melanggar aturan berlaku.

Bagaimana mungkin mencegah apa yang sedang melanda dunia saat ini seperti phenomena Grab dan Uber taxi? Dimana ada demand, disitu akan ada supply. Sulit untuk dibatasi. Uber telah menjangkau puluhan negara di dunia dan ratusan kota, termasuk kota2 Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Denpasar. Seperti saya sampaikan didepan, bisa saja Itunes atau portal lain menjual musik dan filem atau buku dengan harga murah dan menjadi pilihan konsumen, tetapi berbagai kemudahan yang ada, tetap saja proses download gratis disebarkan oleh portal tertentu, baik karena persoalan persaingan bisnis, tetapi ada pula yag memang menginginkan konsumen menikmati gratis dan mereka dapatkan revenue dari iklan.

Jadi jika kita mendengar walikota Paris hendak melarang Uber taxi, dalam prakteknya, masyarakat yang diuntungkan dengan membayar taxi lebih murah akan tetap mencari dan memakai jasa Uber taxi. Atau kejadian kemaren yg saya alami di Bandung, karena persaingan sangat tidak sehat perusahaan taxi yang tidak memungkinkan seseorang menggunakan taxi yang ditelpon langsung via operator, orang akan menggunakan uber taxi sebagai alternatif. Kasus yang saya alami sendiri, akhirnya terpecahkan ketika taxi yang saya pesan tidak berani menjemput karena sudah ada taxi lain yang mangkal, memakai taktik menghidupkan dulu argonya sebelum sampai ke lokasi penjemputan sehingga terlihat seolah2 ada isinya. Jika tidak, maka para supir taxi yang mangkal yang biasanya memeras penumpang dengan harga non meter akan mengamuk dan akan memberi citra tidak baik untuk hotel. Sementara hotel besar sekalipun tidak kuasa mengatasi persoalan yang sangat penting untuk bisnis traveling ini, yaitu transportasi.

Jadi bapak/ibu, menurut hemat saya, selagi aplikasi ICT bisa memperbaiki kondisi externatilies dalam ekonomi yang merugikan masyarakat khususnya konsumen, maka aplikasi itu tidaklah membutuhkan regulasi, tetapi tugas utama pemerintah adalah menjalankan kompetisi. Sudah selayaknya untuk kasus Uber, pengusaha taxi juga memperbaiki service dan aplikasi kemudahan mereka untuk pelanggan. Mengharapkan regulasi jelas akan sangat membutuhkan waktu. Melarang sesuatu yang memberikan kemudahan bagi konsumen jelas itu juga perbuatan tergolong “tidak smart”  dan hanya memperlihatkan ketumpulan pemikiran pengambil keputusan kepada masyarakat dan pemimpin mereka. Mesjid di komplek kami saja sudah mulai menggunakan alat penunjuk waktu digital sederhana yang bisa di set untuk penentuan waktu shalat, termasuk counting down 10 menit untuk menentukan waktu qamat yang sangat berguna sebagai penunjuk waktu bagi jamaah yang baru datang. Ia dengan mudah memberikan tanda apakah kita masih bisa mengerjakan shalat sunat mesjid atau sebaiknya menunggu qamat saja lalu shalat berjamaah. Tidak ada lagi perasaan terdiskriminasi bagi jamaah biasa2 saja dengan jamaah yang juga pengurus mesjid yang biasanya jika pun telat datang masih ditunggu muadzin sehingga shalat sunah selesai ia kerjakan.

Jadi, kita memang harus pandai menata penggunaan dan pemanfaatan teknologi, baik untuk diri sendiri maupun untuk tingkat yg lebih luas dalam bisnis, masayarakat dan pemerintahan.

________

Sekedar lampiasan pemikiran sebelum istirahat pagi ini. Selamat pagi kawan, selamat berpuasa.

E-DAGANG Regulasi Ditargetkan Selesai Agustus

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta masukan kepada pelaku perdagangan elektronik atau e-dagang untuk menyusun peta jalan e-dagang. Masukan ini akan digunakan pemerintah sebagai bahan penyusunan peta jalan berikut regulasi terkait yang diharapkan selesai pada Agustus 2015.

Demikian inti acara “Forum Usulan Roadmap E-Commerce Indonesia”, Senin (6/4), di Jakarta. Dalam acara tersebut dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Chris Kanter, Deputy Assistant Information Communication Technology and Utility Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Eddy Satriya, Ketua dan Co Founder Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) John Sihar, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), perwakilan Kementerian Perdagangan, dan 130 anggota Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA).

“Ini adalah tindak lanjut rapat bersama kementerian di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bulan lalu. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri menyusun regulasi dan peta jalan e-dagang,” ujar Rudiantara. Masukan selama forum penting untuk mengetahui arah peta jalan ataupun regulasi yang bermanfaat untuk kemajuan e-dagang Indonesia.

Dia menyampaikan, pada Agustus 2015, pemerintah setidaknya sudah mempunyai substansi regulasi e-dagang. Pemerintah akan lebih sering mendengar masukan demi penciptaan yang tepat dan terarah untuk ekosistem e-dagang Indonesia.

Chief Marketing Officer OLX Alif Priyono menyampaikan, e-dagang bertumbuh pesat meskipun masih banyak konsumen yang belum teredukasi. Misalnya, konsumen belum mengetahui jenis-jenis berikut cara bertransaksi dalam jaringan. Soal keamanan membeli barang, mereka pun kurang memahaminya.

Dari sisi investasi, John mengatakan pentingnya mencari jalan tengah terhadap perdebatan penetapan daftar negatif investasi terhadap perusahaan e-dagang. “Investasi asing memang perlu, tetapi harus mengetahui untung ruginya bagi perusahaan lokal,” ucap John.

Founder iPaymu Riyeke Ustadiyanto menyebutkan perlunya pengaturan transaksi jual beli dalam jaringan yang aman dan nyaman. Sejauh ini, katanya, konsumen masih suka melakukan pembayaran dengan mengirim uang lewat rekening penjual. Lalu konsumen akan memotret bukti pengiriman uang untuk verifikasi data. Akibatnya, transaksi memakan waktu lama, tidak efisien, dan tidak jarang terjadi penipuan.

Vice President Sales and Marketing RPX Group Andry Adiwinarso menyoroti masih buruknya infrastruktur logistik di Indonesia. Luasnya geografis seharusnya berpotensi, tetapi belum ada pemain logistik yang mengampu optimal pengiriman barang melalui darat, laut, dan udara. (MED)

Sumber : http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150407kompas/#/17/