Panduan Vicon

Bapak Ibu yth.

Seiring dengan semaraknya penggunaan aplikasi zoom yang telah membawa korban antara lain disusupkannya penggalan video porno dalam dialog Zoom Dewan TIK Nasional (Wantiknas 16 April 2020), kami coba buatkan Panduan utk Vicon. Mungkin bisa menjadi pedoman bagi admin yang akan mengadakan zoom meeting atau untuk kepentingan pribadi anda sendiri.

Semoga berguna, masukan Anda sangat berguna utk penyempurnaan. Pls feel free to give any input. Tks.

200419 Panduan pemanfaatan Zoom Final by TELEUTI

GAMBAR PANDUAN

Panduan Infografis 

200421 Infographic VC Zoom by Dinda 20.03

infofrafis

Menginspirasi…, patah tumbuh hilang berganti

Kepala Desa “Online”

Berada di kaki Gunung Rinjani, berjarak sekitar 95 kilometer dari Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, ternyata Pemerintah Desa Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, justru melek internet. Berbagai informasi desa dibuka secara “online”, pelayanan bagi warga dipermudah. Semua itu tak lepas dari kerja keras Kertamalip (50), sang kepala desa.

Angin puting beliung dibarengi hujan besar Senin lalu, 1 Februari 2016, jam 15.00 Wita, mengangkat semua atap rumah Inaq Gani tanpa tersisa, membuat isi rumah berantakan, sementara penghuni rumah pergi mencari nafkah. Begitu pulang, atap rumahnya sudah tidak ada, spontan pemilik rumah menangis.”

Demikian status Kertamalip, dengan nama akun Bang Ardes, pada laman Facebook-nya, 7 Februari 2016. Catatan itu dilengkapi foto rumah mungil berdinding batako tanpa plester yang kehilangan seluruh atapnya. Puluhan orang menyukainya (like) dan beberapa berkomentar.

“Sedih melihatnya, Pak Kades,” kata seorang warga. “Jangan jadi tontonan, tapi mari kita bantu,” sahut warga lain. Ada yang langsung bertanya, “Kapan kita gotong royong untuk memperbaikinya?”

Atas semua itu, masih di laman Facebook, Bang Ardes merespons, “Jika uangnya terkumpul, baru kita gotong royong.”

Lewat media sosial, Kertamalip mengajak warga untuk mendiskusikan berbagai persoalan desa. Tak cuma bercuap-cuap di dunia maya, kepala desa itu juga bergerak nyata di lapangan. Dia sudah membuat laporan kerusakan rumah Inaq Gani ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lombok utara. Pada saat bersamaan, dia menggalang sumbangan.

“Butuh dana sekitar Rp 15 juta untuk memperbaiki rumah itu, seperti untuk beli kayu, atap seng, atau ongkos tukang,” ujarnya.

Obrolan di Facebook itu sedikit menggambarkan bagaimana Kertamalip memanfaatkan teknologi informasi untuk membicarakan berbagai persoalan desa. Tentu, komunikasi lewat media sosial itu hanya proses awal yang ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata di lapangan. “Dengan sistemonline, kami berkomunikasi dengan warga, tanpa warga datang ke kantor desa,” katanya saat ditemui di rumahnya di Karang Bajo, suatu sore, awal Februari 2016.

Kami berbincang di barugak, balai kecil tanpa dinding di depan rumah. Kertamalip memaparkan sistem informasi desa sambil membuka komputer jinjing yang terkoneksi internet. Di luar, hujan deras mengguyur.

Kanal-kanal informasi

Meski berada di pedalaman, Desa Karang Bajo memiliki sistem informasi yang lengkap. Selain Facebook dengan akun atas nama Bang Ardes dan Desa Karang Bajo, Kertamalip juga aktif mengembangkan bloghttp://desakarangbajo.blogspot.co.id/ dan situs http://karangbajo-lombokutara.sid.web.id/. Di kanal-kanal itu, warga memperoleh berbagai informasi, mulai dari sejarah desa, visi-misi pemerintahan desa, program pembangunan, laporan keuangan, berita, peraturan desa, sampai statistik.

Ada juga informasi pelayanan, seperti membuat KTP, kartu keluarga, atau akta catatan sipil. Warga yang mau mengurus semua itu bisa menyiapkan berbagai persyaratan sebagaimana tercantum di blog atau situs. Saat datang ke kantor desa, proses administrasi bisa lebih cepat. “Kami pernah meluncurkan pelayanan 5 menit selesai,” ujar Kertamalip.

Kanal-kanal online itu juga menerima pengaduan dari warga. Kepala desa tak hanya menerima berita menyenangkan, tetapi juga bermacam aspirasi, keluhan, serta kritik yang penting untuk membangun daerah itu.

Kertamalip juga sempat aktif di Twitter dengan akun @ArdesBang. “Tapi, sudah tidak aktif lagi setelah kelupaan kata kuncinya,” katanya.

Sistem informasi Desa Karang Bajo juga leluasa diakses publik luas. Saat ini, blog dan situs Desa Karang Bajo sudah diakses oleh puluhan ribu pengunjung. Desa ini juga langganan kunjungan langsung dari mahasiswa, peneliti, atau pejabat pemerintah.

Atas pencapaian itu, Kertamalip mengantongi sejumlah penghargaan. Sebut saja, anugerah Kepala Desa Pelopor Good Governance dalam Pengelolaan Keuangan Desa (2015), Kepala Desa Berprestasi Bidang Informasi Desa (2013), serta Kader Lestari Bidang Kesehatan dari Kementerian Kesehatan RI dan Penghargaan Pelita Nusantara yang diserahkan Wakil Presiden Boediono (2013).

Penghargaan terakhir itu diberikan berkat kegigihan Kertamalip dalam menekan angka kematian ibu melahirkan sampai nol. Desa itu memiliki ambulans yang siap menjemput ibu hamil yang akan melahirkan untuk dibawa ke puskesmas.

Bermula dari radio

Pengembangan sistem informasi desa itu bermula dari aktivitas Kertamalip di radio. Pada tahun 2002, dengan peralatan siaran yang dibeli dari hasil patungan warga, dia bersama teman-temannya membuat radio komunitas, Primadona FM. Radio itu menyiarkan berita lokal, informasi, dan tembang sasak. Kertamalip tampil sebagai penyiar dengan nama udara “Bang Ardes”.

Tahun 2007, Kertamalip terpilih menjadi Kepala Desa Karang Bajo, yang merupakan hasil pemekaran. Dibangunlah studio radio di kantor desa. Bang Ardes sesekali masih tampil, terutama untuk acara Informasi dan Musik aliasInfus pada malam hari. Penggemarnya kian banyak.

Namun, studio radio itu sempat rusak. Pada saat bersamaan, Kertamalip mulai tertarik pada teknologi internet. Diluncurkanlah bloghttp://desakarangbajo.blogspot.co.id/ pada tahun 2010, lalu http://karangbajo-lombokutara.sid.web.id/ pada 2014. Situs terakhir itu merupakan program pemerintah.

Sebenarnya Kertamalip tak punya latar belakang pendidikan komunikasi, apalagi teknologi internet. Pendidikan terakhirnya adalah SMEAN 1 Mataram Jurusan Tata Usaha. Bahkan, setelah lulus, dia pernah menjadi kepala madrasah ibtidaiyah setempat. Selain itu, dia juga bertani padi seperti mayoritas warga.

Namun, ketika mulai aktif sebagai anggota staf pemerintah desa, Kertamalip menyadari betapa pentingnya sistem informasi desa. Dia pun tertantang untuk mempelajari dan menerapkan teknologi informasi. Itu tak mudah diwujudkan di desa yang ada di pelosok dengan sebagian warganya masih kurang mampu. Apalagi, sinyal internet di situ kurang stabil.

Saat pertama diluncurkan, blog itu dicibir sebagai program gagah-gagahan saja. Namun, seiring dengan penguatan internet dari telepon genggam serta tampilan blog dan situs yang kian informatif, perjuangan itu disambut positif. Sistem ini mendorong desa lebih transparan, sementara warga memperoleh informasi dan pelayanan lebih mudah.

“Jika pemerintah bisa membantu fasilitas Wi-Fi, tentu kami bisa lebih berkembang lagi,” harap Kertamalip.

KERTAMALIPu Lahir: Dasan Baro, 25 Desember 1965u Pendidikan: SMEAN 1 Mataram (1986)u Istri: Limanimu Anak: Arniati, Rusniatun, Siti Aisyah u Riwayat pekerjaan: – Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tumpang Sari – Pembantu PPN di Desa Bayan, Desa Senaru, dan Desa Karang Bajo

– Kepala Desa Karang Bajo (2007-2013, 2013-2019)u Penghargaan:

– Kepala Desa Pelopor Good Governance dalam Pengelolaan Keuangan Desa (2015)- Kepala Desa Berprestasi Bidang Informasi Desa (2013)- Kader Lestari Bidang Kesehatan dari Kementerian Kesehatan (2013)- Penghargaan Pelita Nusantara, diserahkan Wakil Presiden Boediono (2013)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Februari 2016, di halaman 16 dengan judul “Kepala Desa “Online””.

Digital Disruption: Sesuaikan saja, sulit untuk melarang.

Bapak dan Ibu pengusaha, penguasa, termasuk pejabat baik yg tinggi sekali sekelas menteri hingga dirjen yang banyak rapat di belakang meja, maupun yang di lapangan, kiranya sangat perlu dipahami bersama bahwa kemajuan dunia digital yang dibawa oleh ICT atau TIK atau kadang kita menyebutnya telematika sudah semakin terasa dan memang tidak bisa dihindari. Perlahan tapi pasti “digital disruption”itu memang akan dan telah menghadang serta merubah berbagai tatanan kehidupan kita termasuk bisnis dan proses menjalankan kepemerintahan (governance).

Lihatlah sekeliling Bapak/Ibu, bukankah sekarang begitu mudah mentransfer dana antar bank, termasuk membayar pajak maupun membeli barang. Dalam hitungan detik anda bisa memilih barang apa saja yang tersedia di berbagai toko online dan tinggal hitungan jam atau hari sudah akan sampai di depan pintu rumah anda. Untuk berpergian termasuk yang agak confidential, anda dengan mudah bisa berselancar mencari tiket murah atau sesuai selera anda untuk berpergian ke seluruh pelosok dunia tanpa memerlukan lagi bantuan sekretaris. Begitu pula jika nada memerlukan hotel atau pun mobil sewa.

ICT juga menjadikan berbagai usaha kecil, menengah maupun mikro (UKM) dapat berpartisipasi dengan memanfaatkan dan memaksimalkan inovasi. Berbagai lapisan bisa saja menjual barang dan jasa, baik hanya melalui orderan via telpon, sms ataupun berbagai jenis messenger lain seperti BBM, WA, maupun Line. Meskipun belum sempurna, berbagai pembayaran juga bisa dilakukan sekarang dengan e-Money seperti untuk membayar tiket bioskop, parkir, hingga pembayaran di pintu tol. Ini hanya barulah sebagian revolusi digital yang akan makin kita hadapi sehari-hari.

Muncul pertanyaan, apakah memang bisa dibuat regulasi ataukah harus diregulasi? Jelaslah jawaban yang paling tepat adalah regulasi akan masih tertinggal dengan aplikasi yang muncul lebih cepat. Apakah regulasi itu di tingkat UU, PP, hingga peraturan menteri, tetap saja akan selalu telat. Lalu haruskah kita menyerah? TIdaklah perlu menyerah, kita masih bisa percaya bahwa bisnis yg baik dibangun  atas dasar praktek dan aturan bisnis yang baik pula. Memang banyak maling atau pebisnis yang mencari untung sesaat hingga rent seeker yang ingin mengambil keuntungan di atas kerugian orang lain atau salah satu pihak. Namun menurut pengamatan saya, bisnis model yang terakhir ini tidaklah akan langgeng dan akan tergilas oleh digitalisasi itu sendiri.

ICT telah merubah banyak struktur atau model bisnis yang tadinya tidak mungkin atau dirasa akan sulit terpengaruh oleh teknologi, akhirnya jebol juga. Kita melihat sendiri bagaimana para operator telekomunikasi misalnya harus memeras otak, untuk tetap menjaga ARPU (average revenue per user) masih bisa mencapai tingkat yang diharapkan. Para operator harus bekerja keras karena sampai saat ini pemerintah belum mengambil sikap terhadap OTT (over the top) misalnya. Saat ini masyarakat yang telah memiliki smartphone, sudah sangat jarang menggunakan sms untuk berkomunikasi atau mengurani telpon yang menyedot pulsa mereka atau menambah bill pasca bayar mereka. Berbagai alternatif tersedia mulai dari BBM, WA, LINE dan face book yang bukan hanya bisa digunakan untuk berkirim pesan tertulis, tetapi juga dengan mudah nya bisa menelpon teman atau kerabat. Ini sudah menjadi keniscayaan.

Karena itu ketika nyaris seluruh lapisan dunia harus merubah atau harus mencari cara agar bisnis yang menyangkut Property Rights seperti musik dan film serta karya seni lainnya harus dilindungi, berbagai aplikasi dan cara juga diambil oleh penyedia jasa/kontent. Lihatlah bagaimana akhir Itunes dan berbagai portal musik lainnya harus berinovasi mengahadapi pembajakan. Terkadang bisnis hiburan pun seperti game dan toko buku juga harus mengevaluasi bisnis model mereka dari waktu ke waktu.

Tidak bisa dimungkiri, sekarang dengan mudah kita bisa menikmati musik baik berupa video (mp4) ataupun dalam format mp3, termasuk untuk musik atau filem yang baru saja diluncurkan. Kemudahan untuk menikmati streaming piala champion atau copa america juga bisa dapatkan jika anda memiliki koneksi Internet. Mungkin di Indonesia atau di domain USA dan eropa bisa anda larang atau cegah, tetapi melalui satu atau dua negara amerika latin, dengan mudah anda akan bisa menikmati streaming yang nyaris gratis dengan kualitas digital luar biasa sekelas HD. Jika TV berlangganan anda tidak bisa menyiarkan siaran sepak bola tertentu, jangan khawatir, dengan bertanya di FB dalam sekejap akan banyak teman yang memberikan link gratis. Nah, karena ini gratis, tentu tidak ” elok ” kalau anda kemudian mengadakan nonton bersama dengan layar lebar dan menarik bayaran. Namun sekali lagi, dapatlah kita meyakini, dengan kemudahan Internet, semua kesulitan terkait regulasi dan sistem transmisi bisa diatasi. Memang tentu tidak semuanya legal ada juga yang tergolong melanggar aturan berlaku.

Bagaimana mungkin mencegah apa yang sedang melanda dunia saat ini seperti phenomena Grab dan Uber taxi? Dimana ada demand, disitu akan ada supply. Sulit untuk dibatasi. Uber telah menjangkau puluhan negara di dunia dan ratusan kota, termasuk kota2 Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Denpasar. Seperti saya sampaikan didepan, bisa saja Itunes atau portal lain menjual musik dan filem atau buku dengan harga murah dan menjadi pilihan konsumen, tetapi berbagai kemudahan yang ada, tetap saja proses download gratis disebarkan oleh portal tertentu, baik karena persoalan persaingan bisnis, tetapi ada pula yag memang menginginkan konsumen menikmati gratis dan mereka dapatkan revenue dari iklan.

Jadi jika kita mendengar walikota Paris hendak melarang Uber taxi, dalam prakteknya, masyarakat yang diuntungkan dengan membayar taxi lebih murah akan tetap mencari dan memakai jasa Uber taxi. Atau kejadian kemaren yg saya alami di Bandung, karena persaingan sangat tidak sehat perusahaan taxi yang tidak memungkinkan seseorang menggunakan taxi yang ditelpon langsung via operator, orang akan menggunakan uber taxi sebagai alternatif. Kasus yang saya alami sendiri, akhirnya terpecahkan ketika taxi yang saya pesan tidak berani menjemput karena sudah ada taxi lain yang mangkal, memakai taktik menghidupkan dulu argonya sebelum sampai ke lokasi penjemputan sehingga terlihat seolah2 ada isinya. Jika tidak, maka para supir taxi yang mangkal yang biasanya memeras penumpang dengan harga non meter akan mengamuk dan akan memberi citra tidak baik untuk hotel. Sementara hotel besar sekalipun tidak kuasa mengatasi persoalan yang sangat penting untuk bisnis traveling ini, yaitu transportasi.

Jadi bapak/ibu, menurut hemat saya, selagi aplikasi ICT bisa memperbaiki kondisi externatilies dalam ekonomi yang merugikan masyarakat khususnya konsumen, maka aplikasi itu tidaklah membutuhkan regulasi, tetapi tugas utama pemerintah adalah menjalankan kompetisi. Sudah selayaknya untuk kasus Uber, pengusaha taxi juga memperbaiki service dan aplikasi kemudahan mereka untuk pelanggan. Mengharapkan regulasi jelas akan sangat membutuhkan waktu. Melarang sesuatu yang memberikan kemudahan bagi konsumen jelas itu juga perbuatan tergolong “tidak smart”  dan hanya memperlihatkan ketumpulan pemikiran pengambil keputusan kepada masyarakat dan pemimpin mereka. Mesjid di komplek kami saja sudah mulai menggunakan alat penunjuk waktu digital sederhana yang bisa di set untuk penentuan waktu shalat, termasuk counting down 10 menit untuk menentukan waktu qamat yang sangat berguna sebagai penunjuk waktu bagi jamaah yang baru datang. Ia dengan mudah memberikan tanda apakah kita masih bisa mengerjakan shalat sunat mesjid atau sebaiknya menunggu qamat saja lalu shalat berjamaah. Tidak ada lagi perasaan terdiskriminasi bagi jamaah biasa2 saja dengan jamaah yang juga pengurus mesjid yang biasanya jika pun telat datang masih ditunggu muadzin sehingga shalat sunah selesai ia kerjakan.

Jadi, kita memang harus pandai menata penggunaan dan pemanfaatan teknologi, baik untuk diri sendiri maupun untuk tingkat yg lebih luas dalam bisnis, masayarakat dan pemerintahan.

________

Sekedar lampiasan pemikiran sebelum istirahat pagi ini. Selamat pagi kawan, selamat berpuasa.

Jokowi, Zuckerberg, and broadband by Eddy Satriya

The Jakarta Post, 6 November 2014

Written by. Eddy Satriya (satriyaeddy@gmail.com)

October 2014 was a blessed month for Indonesia. It witnessed the transition period to a new president and new government to rule the nation, to carry on efforts so that Indonesia becomes a developed country by 2025 as stipulated in the MP3EI, the Master Plan for Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development.

Recently the media carried the news of a blusukan (impromptu visit) made by President Joko “Jokowi” Widodo and Mark Zuckerberg — CEO of Facebook. The visit signaled their shared hopes that Indonesia should use advances in information and communication technology (ICT) to boost its economy.

Their visit to Tanah Abang, the crowded Central Jakarta market in the heat of mid October reflected that the Internet will play a significant role in implementing Jokowi’s vision delivered in his presidential campaign this year. Citing “e-government”, among other things, Jokowi will also use the Internet to improve several basic public services and increase transparency in his new government.

Nowadays Indonesia has become among the most populous countries both in terms of population and also in the ownership of mobile telephones after China, India and the European Union. It is estimated that today Indonesia has about 300 million active mobile telephone numbers with over 120 percent penetration rate.

In addition Indonesians are among the most loyal users of Facebook and Twitter and any kind of brand new applications on social media such as Path, LINE and WhatsApp. Ten telecommunications operators and a couple of cable TV providers have successfully empowered and connected all Indonesian cities with affordable mobile Internet facilities. However in terms of using ICT for more productive economic activities, Indonesia still lags behind peer countries due to limitations in connection speed and local content.

Therefore, the launch of the Indonesia Broadband Plan (IBP) as stated in Presidential Regulation No. 96 /2014 in Jakarta on Oct. 15 marks an important milestone in Indonesia’s ICT history. The IBP sets the target of broadband deployment for a minimum speed of 2 megabits per second (Mbps) for fixed broadband and 1 Mbps for mobile broadband. Providing a high-speed Internet service will ensure people maximize the benefit of using ICT for their economic, educational, health and other activities. The IBP also details five priority areas i.e. e-government; e-education; e-health; e-logistics; and e-procurement until 2019.

In February this year in Barcelona, thousands of telecommunications CEOs and government officials listened as Zuckerberg unfolded the reason why he priced WhatsApp at US$19 billion, one of the biggest deals on earth for a start-up company. He said WhatsApp was a great fit for Facebook and he also valued the half-billion people connected to the application. Being connected and a networked economy have been the main reasons for Zuckerberg ‘s expansion of his business around the globe. It could be also one of the main reasons why he met our President Jokowi.

Jokowi successfully won over people when he declared a series of different ICT applications such as e-KTP or e-ID, e-procurement, e-education, etc. Moreover, he has also showed his concern for creative economic activities such as music, animation and entertainment. He further assured voters that he would increase the transparency of his governance by using different ICT applications.

So the rare event of the young billionaire Zuckerberg meeting the newly elected Indonesian president should be treated as a good signal for both sides. While the Facebook CEO expands his business, Jokowi could also draw benefits for the nation’s ICT ecosystem.

Indonesia has a big chance to improve its local ICT products, services, hardware and other equipment.

In July this year Indonesia launched the first Indonesian 4G/LTE hand set manufactured locally in Batam. Producing more local smartphones will definitely eliminate the need for imported products costing billions of rupiah. Last September in Brussels, witnessed by the Indonesian ambassador to Belgium, the Grand-Duchy of Luxembourg and the European Union, a German IT company signed a memorandum of understanding with a local company from Bandung to develop an open Base Transmission Receiver system.

Indonesia is blessed not only with its rich natural resources, but also its talented and brilliant human resources. Thousands of young Indonesians have already dedicated their life to helping ICT grow around the globe.

Many are behind high-quality animation films produced from Singapore to Hollywood. They are competing with millions of young talented people from China, India, and Eastern Europe in techno parks and in Silicon Valley for new world-class application’s.

Zuckerberg’s visit, Jokowi’s vision on ICT use, and the IBP should boost the local ICT industry and also the nation’s economy in the near future.

___________________

The writer is a senior infrastructure economist who graduated from the University of Connecticut, in the US. He is the deputy assistant of ICT and utility at the Office of the Coordinating Ecomomic Minister.

Jokowi, Zuckerberg and broadband _ The Jakarta Post6Nov2014

MEPERCEPAT IMPLEMENTASI MP3EI MELALUI PERLUASAN PENERAPAN E-GOV

Image

Alhamdulillah Seminar menjelang berbuka puasa ini telah berhasil diadakan dengan meriah pada tanggal 25 Juli 2012 di Hotel Borobudur.

Sekitar 300 peserta hadir memenuhi ruangan Ballroom Flores A serta koridor di depan Ballroom yang menyediakan stand untuk Pemda Papua, Badan Pusat Statistik, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan NSW (National Single Window).

Acara yang seharusnya dibuka oleh Menko Perekonomian M Hatta Rajasa ini berlangsung tertib dan semarak. Setelah sambutan tertulis Menko Perekonomian yang dibacakan oleh Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah selaku Sekretaris Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), panggung berturut turut diisi oleh Deputi BKPM dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Presiden Director Microsoft kemudian menutup sesi pertama ini.

Menteri Pariwisata dan EKonomi Kreatif Marie Elka Pangestu kemudian membuka sesi kedua yang memaparkan kegiatan utama di kantor mereka terkait dengan ekonomi kreatif. Aswhin Sasongko selaku Dirjen Aplikasi Telematika yang mewakil Menkominfo kemudian menutup sesi kedua dengan memaparkan berbagai regulasi, kinerja, serta rencana ke depan pelaksanaan Egov.

Sesi terakhir sebelum berbuka puasa di isi dengan diskusi panel yang menampilkan Expert NSW Muwasiq, Tokoh Papua Barnabas Suebu, Staf Khusus Menko Perekonomian Yudi Purbaya Sadewa, Kepala BPS Suryamin, yang dipandu oleh Panji Choesin dari Mastel.

Acara yang berlangsung tertib dan tepat waktu ini ditutup 15 menit menjelang berbuka puasa dengan mempersilakan peserta seminar untuk menikmati hidangan berbuka puasa dengan menampilkan menu kuliner spesial Sup Buntut yang terkenal dari hotel ini.

Beberapa file presentasi peserta dapat di download DISINI.

Berikut adalah beberapa foto terkait acara.

Short Briefing in front desk

Tamu Pertama, TNI yang jempolan.

Briefing the EO and MC

mendadak naik panggung menyampaikan laporan panitia yang harusnya disampaikan bossku

Suasana di holding room dengan wamen PPN, wamen Pendidikan, Ketum Kadin dan Presdir Microsoft

Pak Tamba (BKPM) in action

 

Pak Gita, always ensuring.

Let’s be more creative!

 

 

Inilah Manfaat Internet bagi Ekonomi Indonesia

Tulisan di Kompas.com ini semoga bisa membuka mata elite bangsa ini untuk lebih commit dalam membangun ICT di Indonesia dan tidak terus dinomorduakan setelah infrastruktur fisik lainnya. Juga leadership dan keseriusan pemimpin tertinggi juga mampu memanfaatkan kemajuan ICT, salah satunya Internet untuk mempercepat pengembangan ekonomi dan pengetahuan masyarakat luas di seluruh pelosok nusantara.
Semoga.
======
Didik Purwanto | Wicaksono Surya Hidayat | Selasa, 13 Desember 2011 | 16:15 WIB

SHUTTERSTOCK
Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Internet dinilai mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Caranya, dengan menggunakan internet untuk membantu peningkatan bisnisnya masing-masing.

Dalam laporan “Peran Internet terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang dirilis oleh Deloitte Access Economics mewakili Google Asia Pasifik, menjelaskan, kontribusi internet terhadap ekonomi Indonesia mencapai 1,6 persen atau sekitar Rp 116 triliun atau setara 13 miliar dollar AS dari total pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun 2011.

Dalam lima tahun ke depan, kontribusi internet akan meningkat tiga kali lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan diharapkan mencapai 2,5 persen dari total  (PDB hingga 2016 atau mencapai Rp 324 triliun.

Direktur Deloitte Access Economics Ric Simes menyatakan, pertumbuhan internet tersebut justru mengalahkan pertumbuhan industri lainnya, seperti tekstil dan produk kulit olahan.

Dengan menggunakan internet, para pelaku bisnis atau individu yang melakukan usaha di internet dapat meningkatkan pendapatan bisnisnya. Manfaat internet yang dirasakan langsung oleh para pelaku bisnis di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • Mampu menggarap peluang pasar lokal (dirasakan oleh 78 persen responden)
  • Biaya promosi yang murah (70 persen)
  • Sistem distribusi yang murah (65 persen)
  • Memperoleh pasar baru di Indonesia (60 persen)
  • Dapat mengakses pasar yang lebih luas (15 persen)

“Kontribusi internet terhadap ekonomi Indonesia itu angka yang positif. Nilai tersebut akan berdampak ke sektor ekonomi lainnya sehingga juga akan meningkatkan PDB Indonesia,” kata Ric di Jakarta, Selasa (13/12/2011).

Dengan kekuatan internet, pembelanjaan di dunia maya (e-commerce) diperkirakan akan mencapai Rp 2 triliun atau setara 230 juta dollar AS selama 2010 atau kurang dari 0,1 persen dari PDB.

Survei ini dilakukan Deloitte Access Economics terhadap 200 pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM) di beberapa kota di Indonesia.

Referensi: http://tekno.kompas.com/read/2011/12/13/16152949/Inilah.Manfaat.Internet.bagi.Ekonomi.Indonesia

KEMKOMINFO kebakaran jenggot!

Dan akhirnya Kemkominfo harus sibuk melayani dan menjelaskan kebijakan-kebijakan mereka sendiri. Semoga “bom informasi” baik yang mendadak balik menyerang kita ataupun yang memang berasal dari masukan masyarakat bisa dikendalikan dengan bijaksana, tanpa mengurangi kinerja kementerian yang semakin penting di abad informasi ini.

Selanjutnya

TELEKOMUNIKASI, INDUSTRI KREATIF, DAN TANTANGANNYA

….Liberalisasi perdagangan jasa turut pula mewarnai perkembangan telekomunikasi di Indonesia. Pasar telekomunikasi yang sebelumnya monopolistik mengalami transformasi menuju pasar bebas berbasis kompetisi. Saat ini terdapat sebelas operator layanan telekomunikasi, sepuluh di antaranya bergerak dalam pasar layanan telekomunikasi nirkabel. Sejak besaran tarif interkoneksi diturunkan oleh pemerintah pada tahun 2007, tiga operator seluler terbesar telah menurunkan tarifnya sebesar 44%-70% yang memberikan kenaikan volume percakapan rata-rata pelanggan sebanyak 35%-280%. Namun demikian, tingginya okupasi jaringan yang didorong oleh perang tarif telekomunikasi telah berpengaruh terhadap turunnya mutu layanan (service level) karena keterbatasan kapasitas jaringan. Bentuk penurunan mutu layanan yang banyak dialami adalah tingkat successful call ratio (SCR) yang rendah, tingginya delay untuk melakukan panggilan, dropped call di tengah pembicaraan, sinyal yang tiba-tiba melemah, hingga kualitas sambungan yang kurang bagus. …….

Selengkapnya…

for i-paper is here

Kebebasan Pers, Telematika, dan Nasionalisme

Diterbitkan di Kompas, 1 September 2008

Kemajuan dunia telematika atau sekarang dikenal juga dengan teknologi komunikasi informasi) memang menjanjikan berbagai kemudahan dan ketersediaan aplikasi yang sangat canggih. Saking canggihnya, terkadang bisa menggiring orang untuk lupa diri akan waktu, tanggung jawab, hingga kepatutan.

Kemudahan berselancar di internet serta tersedianya berbagai search engine dan portal berita media massa modern dunia di layar komputer, selain mempermudah tugas para wartawan, juga meningkatkan persaingan dalam bisnis berita ini.

………selengkapnya.

KOMPAS Cetak Kebebasan Pe… by on Scribd

https://www.scribd.com/embeds/5372975/content?start_page=1&view_mode=scroll&show_recommendations=true&access_key=key-2ay1vkzqq10mugzp8993