Reformasi-Birokrasi

Halaman ini sengaja dibuat untuk menampung berbagai ide, pemikiran, kritik, unek-unek, dan kekesalan kita atas reformasi birokrasi yang semakin menyesakkan dada. Berbagai pertanyaan dan komentar anda diharapkan dapat disampaikan secara terbuka, jujur dan bertanggung jawab. Namun demikian, diskusi akan dibiarkan bebas tanpa batas guna menjadi media alternatif yang sangat diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi kemajuan reformasi di Indonesia, khususnya tentang birokrasi.

Guna kesinambungan diskusi, diharapkan partisipasi aktif seluruh peserta untuk dapat memberikan jawaban yang tuntas, mendalam dan berlandaskan niat untuk memajukan reformasi birokrasi di Indonesia.

Sekedar menggelitik syaraf anda yang mungkin sudah lupa akan perjuangan dan kondisi birokrasi, izinkan saya lampirkan bbrp tulisan terkait sebagai berikut:

  1. Dosen, Peneliti, dan Birokrat (Sinar Harapan 11 Jan 2003)
  2. Jabatan Rangkap: Benarkah Sebuah Dilema?
  3. PNS juga Manusia Biasa
  4. REformasi (Birokrasi) itu Mudah

Selamat berdiskusi.

Wassalam,

pengasuh.

10 Responses

  1. Pak Eddy ysh,

    saya pernah membaca salah satu artikel anda tentang reformasi poco-poco yang antara lain memuat ttg kondisi birokrasi saat ini. Terkait dengan reformasi ini, mengapa kondisi birokrasi kita kok semakin “memble”, bukannya maju. sudi berbagi sedikit,m karena saya perlukan untuk masukan thesis saya di Salatiga. tks pak.

    Like

  2. oh ya pak Ed…maaf sebelumnya “selamat idul fitri 1429 H” semoga lebaran anda menyenangkan.

    Like

  3. Pak Aldo yth di kl (Kuala Lumpur atau Kota Lawang),

    Wah pertanyaan anda di hari lebaran ini gak gampang nih untuk menjawabnya. Tapi saya coba ya, mudah2-an bisa sekedar berbagi.

    Reformasi, khususnya, reformasi birokrasi merupakan perwujudan keseimbangan yang langgeng antar pelaku atau pemain utama di suatu negara. Biasa disebut di kampung saya sebagai “tigo tungku sajarangan”, yaitu tiga pilar yang menyokong berlangsungnya kehidupan kenegaraan secara seimbang. Tiga berarti memberikan suatu fondasi yang cukup kokoh karena tidak akan jatuh atau roboh. bayangkan kalau hanya 2 komponen saja, tentu susah. Dibalik itu, tiga komponen juga mencerminkan efisiensi dan efektifitas suatu sistem. Kalau diberi 4 kaki juga kokoh, tapi tentu boros.

    Lihat juga di sistem alam kita yaitu bumi yang bulat. Untuk menghubungkan suatu tempat di bumi dengan satu tempat lain agar bisa “saling memandang” atau berkomunikasi, maka diperlukan cukup tiga satelit geostationer yang ditempatkan di orbit yang tepat.

    Kembali ke reformasi, ketiga komponen itu adalah: (a) penguasa-pemeritah; (b) Pengusaha-businessman; dan (c) masyarakat -civil society. Ketiga komponen inilah yang selalu pincang dari dulu. Kembali ke zaman Pak Harto, kita ketahui betapa kuat nya penguasa pada waktu itu. Seluruh lawan politik beliau nyaris merasakan “hotel prodeo” mulai dari generasi tua di zaman G30S hingga ke angkatan mahasiswa yang lebih muda seperti angkatan 1970-an (Hariman Siregar Cs, Rizal Ramli cs), hingga ke angkatan 1980-an (Fadjroel, Zumhur cs) dan sebagainya.

    Pada akhirn masa jabatannya kondisi itu diperparah oleh pengusaha yang merapat ke penguasa sampai terjadinya krisis dan dilengserkannya presiden Suharto. Satu yang pasti, bagaiamanapun kondisinya penguasa dan pengusaha, maka masyarakat atau civil society terlupakan.

    Sekarang, setelah terjadi berbagai perubahan, kelihatannya civil society akan semakin ditinggal. Bukan hanya oleh penguasa dan pengusaha yang makin berduyun-duyun masuk pemerintahan, tetapi juga ditinggal oleh para pegawal setianya, yaitu para akademisi.

    Gejala ini sebenarnya telah mulai dari dulu terjadi. Namun kalau eranya Sumitro dan Widjojo cs semuanya memang sesuai tuntutan zaman, kondisi sekarang sangat memprihjatinkan. Semakin banyak akademisi mulai dari yang belia hingga senior yang profesor masuk tanpa malu-malu dan dengan bangganya ke pemerintahan. Jalurn yang ditempuh biasanya standar. Menjadi “vocal” dan mengkritisi kebijakan pemerintah habis-habisan terlebih dahulu, kemudian siap-siap dilamar menjadi menteri atau kalau perlu dan tidak malu jadi staf khusus juga boleh.

    Kondisi lebih celaka terjadi ketika era SBY-JK melegalkan (sekali lagi melegalkan) posisi staf khusus di kementerian yang bisa diangkat setingkat eselon 1 dan diberikan fasilitas.

    Nah anda bisa bayangkan, akan menuju kemanakah negeri kita ini nanti, terutama birokrasinya. Akan semakin banyak “gesekan” antara pejabat struktural dengan staf khusus, karena biasanya sang menteri lebih percaya staf khusus. Terjadinya kasus Blue energi dan padi Kopong telah membuktikan bahwa manusia kita Indonesia memang kalah lihai dibandingkan keledai. Terbukti keledai atau sapi yang anda gembalakan tidak akan pernah terperosok lobang yang sama dua kali.

    Singkat kata, kepincangan yang sangat besar telah terjadi di birokrasi saat ini, dimana selaing penguasa dan pengusaha yang makin kuat, kubu masyarakat juga ditinggal pendukung utamanya,m yaitu akademisi yang siap melacurkan diri. Tidak banyak memang, tapi signifikan. Karena kita juga tahu masih sangat banyak profesor senior dan dosen bijak yang “stay away” dan tidak gila jabatan atau posisi di pemerintahan.

    Demikian mas…saya harap anda sudah bisa menjawab, jika ada pertanyaan mengapa pemerintah kita sekarang tidak cekatan?

    Semoga akan ada angin perubahan.

    Like

  4. Pak Ed yth.

    Jadi bagaimana baiknya dengan semakin bertambahnya komisi/komite untuk bbrp urusan kenegaraan dan layanan publik. Apakah pemerintah masih akn terus menambahnya? Apa tidak merupakan pemborosan sajah? Tolong pendapatnya ya. tks.

    Like

  5. Pak Eddy yth,

    Membaca koran kemaren saya agak bingung kok pemerintah bilang tidak perlu panik, dan di pojok kompas hari ini juga ditanyakan siapa sih yang panik. Tolong komentarnya pak. Dan bagaimana kita harus menyikapinya.? Tks atas waktunya.

    Tks,

    Anto’

    Like

  6. mas Antok yth, kebetulan saya baru bbrp hari lalu sudah buat ulasan, bisa dibaca di halaman depan website saya. tks atas prtanyaannya yang menggugah saya menulis dan juga terpicu oleh diskusi dipagi hari dengan Bang Faisal Basri. Selamt membaca, semoga bisa jadi sedikit lebih jelas.

    Like

  7. Salam Kenal,

    Menurut saya reformasi birokrasi bisa dimulai dari bagaimana kita kembali pada jati diri bangsa, karena birokrasi yg saat ini ada pada tiga unsur yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif telah menyimpang dari falsafah bangsa ini.

    Like

  8. Betul pak Rizal,
    memang trias politika kita perlu kembali ke jalan yang benar. Namun demikian keseimbangan yang ada antara eksekutif, private dan civil society tidak bisa pula dilupakan dalam keseharian. Sekarang kelihatannya penguasa dan pengusaha makin dominan sehingga reformasinya juga menjadi pincang. Masyarakat yang menjadi “korban”.

    Like

  9. Yth. Pak Eddy

    Saya sebagai seorang PNS-pun frustrasi dengan kondisi ini. Perubahan-perubahan yang digembar-gemborkan hanya sebagai pemanis semata. Faktanya perubahan itu berjalan sangat lambat, bahkan kalau boleh dibilang hanya jalan ditempat. Saya berpikir melalui forum seperti ini, mungkin dapat memberi pencerahan kepada saya tentang agenda reform birokrasi ini.

    Terus terang, saya pernah menyampaikan konsep reform birokrasi di lingkungan pemerintahan daerah dimana saya bekerja (waktu itu disponsori oleh bank dunia, dan undp), pada saat tersebut mendapatkan tanggapan yang positif. Selanjutnya begitu konsep tersebut akan dijalankan sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan melalui keputusan kepala daerah, barulah diketahui bahwa sebagian besar belum mau / tidak mau melaksanakan kesepakatan tadi. Jadi keputusan yang diambil dihadapan kepala daerah hanya sekedar memenuhi perintah pimpinan saja, bukan didasari atas inisiatif untuk berubah.

    kiranya bapak eddy berkenan memberikan komentar atas hal ini. terima kasih.

    Like

  10. Aduh..maaf beribu maaf mas Ariyadi atas keterlambatan response saya ini.

    Anda benar, banyak konsep reform birokrasi yang dibuat tapi tidak sepenuh hati dijalankan. Ada pula konsep yang dibuat oleh orang maha hebatpun masih sangat jauh dari nafas reformasi karena ybs hanya bermain diatas buku dan tidak berhasil melepaskan dirinya dari kemunafikan hidup di ID. Adapula pemrakarsa birokrasi yang membiarkan dirinya sendiri terjebak, hanya karena semata-mata sudah berada di comfort zone.

    Karena itu saya gak heran terjadi kasus seperti pada Pak Romli (GUru besar Unpad lho)..meski masih tahap penyelidikan, tapi mengindikasikan meski gurubesar pun sangat susah keluar dari jebakan itu.

    Saya berpendapat bahwa penyebab utamanya memang masih rendahnya kesejahteraan yang bisa diberikan negara secara transparan kepada PNS nya yg menjalankan roda birokrasi., Pemerintah nya masih senang berpura-pura gak tahu dan akhirnya semua terjebak dalam lembah kemunafikan.

    MEstinya tidak terjadi diskriminasi seperti saat ini dimana Depkeu bisa dapat gaji resmi mengalahkan pejabat lain di departemen lain, mungkin presiden sekalipu,

    Oke itu dulu ya…sdh semestinya kita memprioritaskan reformasi birokrasi ini dibandingkan dengan pembangunan baru di berbagai bidang., Karena bagaimana pun juga, dana yang sudah dialokasikan untuk sektor a, b,c ataupun wilayah abc..pastilah hanya menjadi santapan empuk pelakuk KKN.

    Till the next one. BEst-Edd

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.