Filed under: reformasi | Tagged: dosen, Guru besar, KKN, maling, universitas | Leave a comment »
Bila Pendidik Berpolitik Praktis
Tulisan ini jelas menonjok profesi pendidik (guru dan dosen) yang dengan gampang berbelok arah hanya karena berbagai faktor, katakanlah materi dan popularitas di panggung politik. Arahnya jelas menunjuk hidung salah satu peserta dalam pilkada di ibukota yang dengan gebrakan hebat mau mengajar Indonesia, tapi terlihat benang merah nya hari ini. Saya sangat setuju, terlepas siapapun itu yang disasar, semoga menjadi renungan bersama.
Hal ini sudah pernah saya tulis juga pada tahun 2003 dengan judul, “Dosen, Peneliti dan Birokrat”yang diterbitkan dalam harian Sinar Harapan 11 Januari 2003.
Semoga berguna.
—–
SIDHARTA SUSILA 6 Maret 2017, KOmpas
Berpolitik adalah hak. Tetapi tidak semua hak, termasuk hak berpolitik praktis, harus didapatkan. Lebih-lebih bagi pendidik bila karenanya berpotensi mengganggu martabat dan keselamatan jiwa.
Pendidik adalah lentera kehidupan. Ia pencerah kehidupan. Lentera itu menerangi siapa dan apa saja. Ia memberikan diri dan mencerahkan yang lain tanpa memihak dan bersyarat. Lentera tak mengenal sekat. Juga tidak membuat sekat. Tidak memisahkan, apalagi memecah belah.
Pemberian dirinya tulus dan ikhlas. Itulah sebabnya guru diyakini sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Kebahagiaan dan kebermaknaan seorang pendidik bukan karena mendapatkan, memiliki, menguasai, apalagi mengeksploitasi; tetapi memberdayakan dan membebaskan anak didik atau siapa saja yang dilayaninya. Kompetensi dan kemampuan manajerial pendidik diniscayakan melulu demi semakin mampu memberdayakan dan membebaskan liyan agar menjadi insan yang unik secitra penciptanya. Begitulah pendidik menjadi rekan Sang Pencipta dalam terus-menerus menaburkan rahmat kehidupan.
Tak mengherankan begitu banyak kita temukan pendidik yang menjadi panutan kehidupan. Mereka menjadi rujukan untuk melumerkan kemelut kehidupan. Tutur, nasihat, dan tindakannya yang santun mengurai kekusutan. Semua itu dimungkinkan hanya karena pendidik menjalani hidupnya dalam laku membebaskan diri dan liyan yang dilayani dari hasrat egois. Demi hal ini mereka memilih jalan hening dan sunyi, jauh dari hasrat beroleh panggung.
Pendidik semacam itu banyak kita temukan di pesantren, seminari, biara, tetapi juga di sekolah dan perguruan tinggi. Yang selalu sama dari para pendidik sejati adalah mereka dikenal dan terkenal bukan karena infotainment atau panggung yang sengaja diciptakan/direkayasa.
Kontras dan ironis
Tidakkah segala hal yang kita kenal tentang pendidik sejati di atas berbalikan dengan pelaku politik praktis? Banyak yang memandang bahwa kiblat politik adalah kepentingan. Berkawan atau melawan tergantung kepentingan. Kebenaran yang diyakini tergantung dari kepentingan beroleh kekuasaan. Maka sering kali politisi tak konsisten dan manipulatif. Dan pendidik sering menjadi satu adonan atau hiasan pemikat untuk mewujudkan kepentingan politik.
Perilaku politisi praktis amat berbalikan dengan laku pendidik. Pendidik tak segan mengakui keringkihan dan kerapuhan dirinya. Tetapi politisi tak pernah membiarkan dirinya tampak ringkih, rapuh, dan selalu benar. Politisi ingin menguasai sebanyak mungkin orang. Pendidik justru membebaskan dan memberdayakan.
Tak jarang aksi politik praktis memanipulasi aneka hal, bahkan mengeksploitasi manusia (pemilih). Manusia adalah obyek, angka belaka bagi hasrat berkuasa. Sementara pendidik menyikapi dan memperlakukan liyan sebagai pribadi yang unik, bermartabat, dan tak tergantikan.
Maka pastilah teramat rumit bagi pendidik, manusia yang bertekun menenun kebermartabatan jiwa dalam hening, terjun dalam hiruk-pikuk panggung politik yang acap kali penuh dusta dan nista. Tetapi para juragan politik sadar bahwa pendidik adalah aset bagus untuk menuntaskan hasrat berkuasa.
Kita sungguh waswas ketika pendidik akhirnya dilibatkan dalam gerak politik praktis. Mereka tak lagi dihadirkan sebagai pribadi. Kehadirannya tak lebih dari materi, hiasan elok yang karakter dan sifatnya amat dipuja masyarakat. Hakikat dan martabat pendidik dalam gawe politik praktis dimerosotkan. Dengan lihai dan licik citra elok yang melekat pada pendidik sengaja ditampilkan petarung politis agar masyarakat hilang nalar hingga tak menemukan kebusukan hasrat dan tujuan politis.
Maka dalam banyak hal hadir dan dilibatkannya pendidik dalam gawepolitik justru efektif mengaburkan fakta dan membelokkan kebenaran. Apalagi bila yang dihadirkan sosok pendidik yang santun atau agamais. Nalar masyarakat cenderung lebih gampang dilumpuhkan.
Ketika nalar melumpuh, masyarakat tak lagi menjadi pribadi yang unik. Mereka menjadi gerombolan. Dengan gampang hakikat manusia beralih menjadi hakikat bebek yang gampang mengekor seragam dalam gerombolan. Juga meski bila sejatinya sedang dituntun berbarengan masuk jurang.
Sungguh sulit titian seorang pendidik yang dimasukkan atau sengaja terjun dalam panggung politik praktis. Alih-alih merawat jiwa dan menghadirkan pencerahan, ia justru berpotensi mengaburkan serta membelokkan kebenaran. Kontras dan ironis.
Sidharta Susila, Pendidik di Muntilan
Sumber: https://kompas.id/baca/opini/2017/03/06/bila-pendidik-berpolitik-praktis/
Filed under: reform, Uncategorized | Tagged: dosen, koruptor, maling, mulia, pendidik, politikus, profesor | Leave a comment »
Ingin kutulis lagi
Ya ingin kutulis lagi artikel tentang rangkap tiga hingga rangkap empat jabatan oleh seorang profesor, dosen, dekan, kepala lembaga, dan komisaris ini seperti 10 tahun lalu, tapi batinku berontak, jangan2 juga akan mubazir seperti yang sudah-sudah. Gak tahulah teman, sedih sekali melihat negeri yang tidak memiliki ethic of conduct ini. Bahkan sekarang justru di kantor Menpan juga dirangkap oleh dosen. Malah sudah dikeluarkan lagi draft UU Aparatur Sipil Negara, yang bakal meng over haul aturan2 baku kepegawaian yang dulu sudah bagus dibuat oleh pendahulu. Prakteknya yang perlu diperbaiki, tapi drat atau RUU ASN ini juga akan menjadi sumber masalah, karena masalah utamanya seperti besaran dan sistem gaji justru tidak menjadi pertimbangan utama. lihat saja dalam artikel kompas tentang ASN ini yang ditulis oleh profesor UI yang juga merangkap wamen disana. pasrah…dan sangat sayang momentum perbaikan yang datang selalu dibuang sia-sia oleh petinggi negeri. wallahualam bissawab!
Filed under: Uncategorized | Tagged: birokrat, BP Migas, BPMIgas, dosen, KKN, maling, peneliti, profesor, rudi rubiandini, skk migas | Leave a comment »
itb, jadilah almamaterku yang memperbaiki bukan merusak negeri
Ini status fb ku ketika seseorang masih berargumentasi bahwa Kang RR sudah dibebastugaskan oleh itb sebelum jadi Kepala SKK Migas.
“dalam hati saya bertanya lagi. siapa sih yang memberi izin? pribadi seorang ka Jurusan kah atau ada sidang guru besar? mestinya ada prosedur jika seorang guru besar itu diminta negara, sehingga berbagai pertimbangan matang dan dewasa bisa didiskusikan dulu. kalau tidak ada, bagi saya BODOH sekali yang memberikan izin, apa tidak melihat bahaya segitu besar di bisnis ini? kan sudah tahu bahwa salah satu sektor terberat harus diberesi pemerintah adalah sektor migas, atau sedikit lebih luas adalah energi. memang bisa saja berargumentasi…kapan lagi itb bisa bantu? tapi lihat dong, apakah kang RR cukup umur, okey cukup umur dan ilmu, tapi apa cukup jam terbang? kalau belum lha berarti kan itb justru ikut andil menjerumuskan dosen terbaiknya. dari angle lain, kalau memang kang RR dosen terbaik, paksa dia justru harus ngajar mahasiswa perminyakan yang nota bene dari dulu harus lebih dikembangkan dibanding jurusan lain (maaf). sehingga mahasiswa tidak lagi diajar oleh dosen proyek seperti dulu. maaf, berpanjang lebar, tapi harus jelas arah justru untuk mempertahankan dosen terbaik ngajar dulu di kampus. juga sekarang bukan jamannya lagi seperti ketika pak Harrto membutuhkan p Widjojo cs di birokrasi. saya sudah sangat menduga akan terjadi, apa lagi ketika memperhatikan kang RR naik panggung di acara golf bbrp hari sebelum puasa tahun ini. bravo itb, menjadi semakin baiklah almamaterku, jangan ikutan rusak dan merusak negeri ini!”
Ada baiknya menyimak dua tulisan saya berikut:
http://www.scribd.com/doc/11788671/IA-ITB-Sept2003-Jabatan-Rangkap
http://www.scribd.com/doc/17124670/Dosen-Peneliti-dan-Birokrat-lengkap-dengan-Sinar-Harapan
Filed under: Uncategorized | Tagged: doktor, ganesha, itb, jam terbang, KKN, maling, profesor, rudi, rudi rubiandini | Leave a comment »
Lagi, Mantan Depkes terancam dibui.
Lagi dan semakin sering, Menteri dianugerahi DR (HC)
Betapa tidak, saking kuatnya pengaruh institusi ini, maka seorang pejabat yang masuk hanya bergelar S-1, maka seketika setelah selesai menjabat di sana bisa melenggang kangkung menyandang S-3, bahkan juga tidak kurang diberikan gelar Guru Besar.
Filed under: government, reform | Tagged: cendekiawan, doktor, gelar, maling, menteri, profesor | Leave a comment »
What a Pity: Efforts seen to unseat Sri Mulyani
Sungguh menyedihkan apa yang diperlihatkan segelintir elit bangsa kita. Jika apa yang disinyalir The Jakarta Post (JP) di bawah ini benar, maka sulitlah dibantah bahwa memang ada segelintir umat manusia di bumi Indonesia ini yang tidak menginginkan negerinya aman, damai, dan mampu melewati krisis finansial yang berpotensi menjadi krisis ekonomi ini.
Filed under: reform | Tagged: kadin, maling, menkeu, menko, pedagang, perekonomian, srimulyani | Leave a comment »