Kritik, bagaimanapun pahitnya sdh selayaknya diterima dg lapang dada.
Hanya itulah salah satu cara ampuh utk meningkatkan kesempurnaan diri melalui perbaikan tiada henti. Kapanpun, dimanapun, dan kritik oleh siapapun.
Terlalu sering hati kita sedih, haru, dan juga kesal menyaksikan betapa banyak petinggi, penguasa atau selebritas yg tidak mau “walks the talk!”. Mereka tidak mau dikritik, tetapi berlagak hebat dan sempurna ketika bicara di layar kaca.
Kemaren ketika bertemu dg seorang teman lama yg berbeda agama, segera saja topik meninggalnya uztads kondang mendominasi pembicaraan kami.
Ujungnya ia berkomentar ringan, ngapain ya kok uztads kita pecicilan. Meski saya bukan orang Jawa, saya paham maksudnya.
Semoga sentilan teman saya ini bisa membuka mata kita agar berani memberikan peringatan atau nasehat kepada kawan, saudara, atau rekan kerja kita jika memang sdh diperlukan.
Solidaritas dan kebersamaan tidak harus melumpuhkan nalar utk sekedar menasehati kawan dekat utk kembali ke jalur yg benar/logik!
Sawangan, sepulang kantor.
Filed under: religious stuffs | Leave a comment »