Dafatar negara bebas visa bagi pemegang paspor dinas

NO. NEGARA MASA TINGGAL BEBAS VISA
1 Austria 30 Hari
2 Azerbaijan 30 Hari
3 Brazil 14 – 30 Hari
4 Bulgaria 30 Hari
5 Ekuador 14 – 30 Hari
6 India 30 Hari
7 Iran 14 – 30 Hari
8 Kamboja 14 Hari
9 Korea Utara 14 Hari
10 Korea Selatan 14 Hari
11 Kroasia 14 Hari
12 Kuba 14 Hari
13 Laos 14 Hari
14 Mongolia 14 Hari
15 Myanmar 14 Hari
16 Paraguay 14 Hari
17 Peru 14 Hari
18 China 14 Hari
19 Rusia 14 – 90 Hari
20 Serbia Perjanjian Bebas Visa (PBV) antra Indonesia dan Serbia berakhir pada tanggal 27 Juli 2014. Sebelum diberlakukannya kembali PBV yang baru, masing – masing pihak akan memberikan visa kepada pemegang paspor diplomatic dan dinas dalam waktu yang sesingkat mungkin, sesuai permintaan pemberian visa yang disampaikan melalui nota diplomatic.
21 Turki 14 Hari
22 Tunisia 30 – 60 Hari
23 Thailand 30 Hari
24 Vietnam 14 Hari
25 Slovakia 30 Hari
26 Sri Lanka 30 Hari
27 Swiss 30 Hari
28 Slovenia 30 Hari
29 Belarus 30 Hari
30 Bosnia – Herzegovina 30 Hari
31 Suriname 30 Hari
32 Argentina 30 Hari
33 Pakistan 30 Hari
34 Makedonia (Macedonia) 30 Hari
35 Persatuan Emirat Arab 60 Hari
36 Kazakhstan 30 Hari
37 Portugal 30 Hari
38 Bangladesh 30 Hari
39 Kyrgyzstan 30 Hari
40 Hongaria 30 Hari
41 Afghanistan 30 Hari
42 Kolombia 30 Hari
43 Venezuela 30 Hari
44 Polandia 30 Hari
45 Perancis 30 Hari
46 Timor Leste 30 Hari

Sari Kutbah Jumat 16 Oktober di Mesjid Kampus Poltek Batam

Sudah lama mataku tidak sembab dan basah. Jumat lalu ketika sedang bertugas dan selesai rapat di Hotel Mercure Batam, saya bersegera dengan pak Joko yang menjadi Direktur Poltek Batam menuju mesjid di lingkungan kampus yang beliau pimpin. Sebelumnya, dalam ketersediaan waktu yang sangat sempit saya menyempatkan melihat2 fasilitas yang telah diinstal di laboratorium jurusan elektro. Segera menjelang azan Jumat saya diantar oleh supir beliau ke mesjid kampus yang tidak terlalu besar, tetapi punya selasar yang bisa menampung seratusan orang jamaah yang kebanyakan adalah mahasiswa.

Kutbah dimulai dengan kisah raja Murad yang “blusukan” ke pelosok negerinya dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Raja yang bersahaja ini memang luar biasa dalam kepemimpinan dan tidak mau percaya hanya sama hulubalang semata. Ketika berjalan mengelilingi sebuah kampung, di daerah yang agak sunyi ia mencium bau busuk. Singkat cerita Sang Raja menemukan seorang gelandangan tidur di suatu tempat. Ia pun mendekat, semakin dekat ia curiga. Benar, ternyata seorang laki-laki yang tergeletak tadi sudah menjadi mayat. Meski ada beberapa orang yang lewat, mereka tidak peduli. Setelah melihat mayat kebanyakan orang-orang berlalu dan bergumam menyebut nama si Fulan.

Raja mengurus mayat itu dan seraya bertanya kepada orang yang baru saja melihat. Siapa mayat itu dan mengapa orang2 tidak mau mengurus. Bukankah kewajiban seorang muslim adalah mengurus kawan atau tetangga nya yang wafat atau siapapun yang meninggal.

Kegundahan raja Murad terjawab. Menurut orang2 yang lewat, si Fulan adalah orang fasiq yang selalu keluar masuk warung tempat penjualan minuman keras beralkohol. Juga kalau malam ia sering terlihat keluar masuk rumah pelacuran. Sebagai raja yang baik, Baginda Muradpun mengajak dan membujuk orang lain membantunya untuk mengantarkan jenazah itu kerumah istrinya.

Sesampai di rumah istri si FUlan, raja pun menanyakan kenapa orang2 dan tetangga sampai tidak mau mengurus jenasah suaminya. Istrinya pun menjelaskan ” Sebenarnya kami ini orang berkecukupan. Setiap malam ini suamiku keluar mengetuk pintu wanita nakal. Lalu uang hasil kerja kerasnya diberikan kepada wanita nakal itu. Dia akan menanyakan kepada wanita itu. Berapa tarifnya semalam? Kemudian diberikannya uang lebih kepada wanita nakal itu untuk satu hari penuh dan ia akan berpesan jangan buka pintu lagi. Kalau ada tamu anak muda, jangan bukakan. Terus ia lakukan seperti itu dari pintu ke pintu hingga uangnya habis. Selain itu suamiku juga sering ke kedai minuman dan memborong semua minuman keras lalu dibuangnya secara sembunyi-sembunyi. Saya sudah memberikan nasehat kepada suamiku dengan apa yang dilakukannya akan dianggap jelek oleh masyarakat dan memang setiap malam ini orang-orang selalu melihat suamiku yang sering masuk rumah wanita nakal dan kedai berisi minuman keras. Saya tanya kepada suamiku mengapa melakukan ini? Suamiku menjawab supaya bisa menyelamatkan generasi muda ini agar tidak terjerumus dari wanita penghibur dan minuman keras. Tapi saya takut jikalau engkau meninggal, nanti orang-orang tidak mau mengurus dan menguburkan jenazahmu. Lantas suamiku menjawab, Allah akan mengirimkan seorang Raja dan orang-orang soleh untuk merawatku,” demikian penjelasan istri FUlan.

Dan memang benar, seorang raja yang baik dan bijak akhirnya dikirim ALlah untuk menyelenggarakan jenazah FUlan.

Sampai cerita khotib disitu, sayapun sudah tidak sanggup lagi. Mata dan mulut tercekat. ALhamdulillah mata saya yang sudah lama kering membasah hari Jumat itu. Terima kasih ya Allah, telah mengirimku jauh-jauh ke batam dan pontang panting mengejar waktu untuk mendapatkan cerita indah ini langsung dari khotib di mimbar jumat.

Sang khotib pun menambahkan, begitulah seharusnya kita beribadah..harus (1) jauh dari ria. Sampai-sampai orang satu negeri mencap si FUlan sebagai penzina dan pemabok. (2) jangan soudzon (3) ketika berkuasa, merakyat seperti raja Murod dan (4) lebih baik diam jika tidak tahu permasalahan atau cara penyelesaian suatu masalah.

Khotib juga merujuk surat al hujurat, tapi tidak menjelaskan ayatnya.

Ria diibaratkan khotib (sudah sering kita dengar tapi cepat pula kita lupakan) sebagai semut hitam diatas batu hitam dan menjalar di tengah malam gelap. Ria mendatangi kita seperti kita memang tidak mampu melihatnya.

Sungguh saya malu setiap ingat cerita si FUlan yang merelakan dirinya disangka fasik, penzina dan pemabok, tetapi ia terus beribadah dan berbuat baik buat sekitarnya tanpa takut dikucilkan.

semoga bermanfaat.

Kampus Poltek Batam

Jumat 16 Oktober 2015

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA 2015

Bahan Lengkap Sosialisasi Kebijakan Deregulasi Nasional

https://www.scribd.com/embeds/284049683/content?start_page=1&view_mode=scroll&show_recommendations=true

Kemandekan Ekonomi

Kompas Cetak | 5 Oktober 2015

Oleh: Mohamad Chatib Basri

Ekonomi adalah ilmu yang sedih. Itu sebabnya, ia disebut dismal science. Ia memprediksi lebih banyak krisis ketimbang kemakmuran. Dengan kata lain, ekonomi adalah ilmu yang muram dan kerap kali cemas. Salah satunya, kecemasan terhadap perlambatan ekonomi dunia.

Kita mencatat, dalam sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi riil di negara maju berada di bawah 2 persen. Aneh, inflasi rendah, tingkat bunga rendah, tetapi pertumbuhan ekonomi juga rendah. Ekonom dari Harvard Kennedy School dan mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat Larry Summers menyebut fenomena ini sebagai the Secular Stagnation (kemandekan ekonomi yang panjang). Inilah yang menjadi debat hangat di kalangan pembuat kebijakan di dunia akhir-akhir ini. Saya kira penting sekali bagi kita untuk memahaminya. Mungkin dengan itu, kita tahu dunia macam apa yang kita hadapi.

Memburuk atau perlambatan sementara

Summers menuding permintaan yang rendahlah yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi yang mandek. Ia mengatakan, saat ini, tabungan lebih besar dari investasi-karena kurangnya permintaan. Seharusnya, jika tabungan lebih besar dari investasi, dana melimpah. Implikasinya, tingkat bunga harus turun. Masalahnya, tingkat bunga saat ini sudah mendekati nol persen. Tingkat bunga tak bisa turun lagi. Lalu Summers bicara mengenai tingkat bunga riil yang negatif (di mana tingkat bunga nominal lebih kecil dari inflasi). Solusinya, menurut Summers, permintaan harus didorong dengan ekspansi fiskal. Jika tidak, pertumbuhan rendah ini akan terus berkepanjangan.

Dalam kondisi ini, prospek ekonomi dunia menjadi amat muram. Apabila Summers benar, ekonomi Indonesia akan menghadapi dunia yang tak lagi cerah. Ben Bernanke, Distinguished Fellow dari Brookings Institution dan mantan Chairman The Fed, punya pandangan lain. Ia menyangkal terjadinyasecular stagnation. Ia menuding global savings glut (arus modal global yang masuk ke AS karena surplus di emerging market, khususnya Tiongkok, membuat tabungan di AS meningkat) sebagai penyebabnya. Karena itu, kata Bernanke, jangan khawatir. Jika prospek investasi di luar AS baik dan arus modal dibiarkan bergerak bebas, modal akan mengalir ke negara berkembang. Karena itu, masalah ini hanya sementara.

Bernanke juga mengkritik Summers mengenai tingkat bunga negatif. Ia mengatakan tingkat bunga negatif tak akan terjadi berkepanjangan. Bayangkan jika tingkat bunga nol persen, proyek apa pun-selama memberikan imbal lebih dari nol persen-akan layak. Bisa dibayangkan bahwa investasi yang tak efisien akan menjamur, akhirnya akan terjadi gelembung ekonomi.

Perdebatan menjadi semakin tajam ketika peraih Nobel Ekonomi Paul Krugman dari Universitas Princeton memberikan argumen yang mendukung Summers, ia merujuk Jepang sebagai contoh secular stagnation. Selama 20 tahun ekonomi Jepang mandek. Sementara itu, di sisi lain, ekonom dari Universitas Harvard, Kenneth Rogoff, datang dengan argumen, perlambatan ekonomi dunia ini hanya sementara. Ia mengkritik Summers dan mengatakan bahwa debt supercyle (siklus utang jangka panjang)-lah-dan bukan secular stagnation-yang membuat perekonomian dunia lambat.

Ia menunjukkan siklus utang membebani pertumbuhan ekonomi. Jika beban utang dikurangi, pertumbuhan ekonomi akan kembali. Dalam diskusi informal dengan Rogoff, beberapa waktu lalu, ia mengatakan kemandekan ini hanya sementara. Ia mengingatkan saya bahwa inovasi akan terjadi, teknologi akan berubah. Ia menganjurkan saya untuk melihat perkembangan inovasi dan teknologi di laboratorium media di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Rogoff mengatakan, teknologi dan inovasi akan membuat ekonomi kembali bergerak.

Faktor Tiongkok

Terus terang, saya tak terlalu pandai menyimpulkan siapa yang benar. HarianWall Street Journal menyebut Bernanke punya argumen teori yang kuat, tetapi Summers didukung bukti yang memadai. Lepas dari siapa yang benar, satu hal jelas, pertumbuhan ekonomi dunia tak akan kembali dalam waktu dekat. Situasi menjadi semakin buruk lagi karena berakhirnya boom komoditas dan melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan negara berkembang lain, termasuk Indonesia.

Inilah yang menjadi kekhawatiran saat ini. Dalam pertemuan tahunan Bruegel yang diorganisasikan Jean-Claude Trichet, mantan Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), di Brussels, beberapa minggu lalu, saya diminta bicara mengenaiemerging market. Di sana saya bisa merasakan bagaimana kekhawatiran terhadap Tiongkok.

Kemal Dervis, dari Brooking Institute, misalnya, menyampaikan keraguannya terhadap angka pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Harian The Financial Times(17/9/2015) juga menulis artikel yang isinya menunjukkan bahwa investor meragukan statistik pertumbuhan ekonomi di Tiongkok. Angka resmi dari pemerintah adalah 7 persen di triwulan kedua, tetapi pasar percaya bahwa pertumbuhan yang sesungguhnya adalah 5 persen.

Masalahnya, tak ada yang tahu persis bagaimana kondisi Tiongkok yang sesungguhnya. Di sini persoalannya. Semua cemas karena ketidaktahuan. Jika dalam hal kenaikan bunga The Fed, pasar sudah dapat mengantisipasi dan memperhitungkan risikonya. Namun, dalam hal ekonomi Tiongkok, pasar tak tahu apa yang benar-benar terjadi di sana. Karena itu, reaksinya bisa sangat ekstrem dan berlebihan (overshoot). Inilah yang menjelaskan mengapa devaluasi yuan yang relatif kecil pada bulan lalu direspons pasar secara ekstrem.

Kebijakan kontra-siklus

Kita tak paham Tiongkok, padahal Tiongkok adalah pemain penting. Bank Dunia (2015) menunjukkan bahwa permintaan terbesar untuk metal dan energi-terutama batubara-berasal dari Tiongkok. Perlambatan ekonomi Tiongkok membawa dampak kepada harga energi yang rendah. Harga energi yang rendah akan mendorong nilai ekspor komoditas menurun. Implikasinya, ekspor Indonesia, pertumbuhan ekonomi, serta penerimaan pajak nonmigas dan migas terpukul secara signifikan. Dalam kondisi ini, ekspor terpukul, sementara ruang dari kebijakan fiskal untuk ekspansi menjadi amat terbatas. Di sinilah kesulitan kita. Di satu sisi, kondisi eksternal yang kita hadapi sulit; di sisi lain, ruang untuk ekspansi fiskal, apalagi ekspansi moneter, amat terbatas.

Lalu apa yang bisa dilakukan? Kita tahu, saat ekonomi melambat, kita butuh kebijakan kontrasiklus. Pertanyaannya, dengan penerimaan pajak migas dan nonmigas yang terpukul tajam akibat pelambatan ekonomi dan penurunan harga komoditas, bagaimana ekspansi fiskal harus dilakukan? Saya teringattriple three (TTT) yang disebut Larry Summers tahun 2008. Ekspansi fiskal harus memenuhi TTT (targeted, temporary, timely).

Apa terjemahannya bagi Indonesia? Fokuslah kepada kelompok yang bisa memberikan daya ganda (multiplier) ekonomi paling tinggi bagi perekonomian, fokuslah kepada apa yang bisa dilakukan segera dan sifatnya sementara. Yang memenuhi kriteria ini adalah-seperti saya pernah tulis sebelumnya-program cash transfer bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Karena penghasilannya rendah, jika mereka dapat tambahan pendapatan, akan dibelanjakan.

Mendorong program dana desa tentu sangat baik, tetapi butuh waktu. Saya agak khawatir, program dana desa akan memakan waktu agak panjang. Alasannya, prosedur yang rumit dan belum terlatihnya kepala desa dalam soal tata kelola keuangan dan perencanaan. Saya bisa memahami apabila para kepala desa dan aparat birokrasi takut ditangkap jika ada kesalahan pengelolaan. Sebenarnya untuk mengatasi ini, infrastruktur desa bisa dibangun lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, yang tata kelolanya sudah relatif mapan. Sayangnya, program ini sudah tidak lagi dilanjutkan.

Dalam jangka menengah, solusi untuk menarik arus modal asing (PMA) amat penting. Dengan sumber pembiayaan domestik yang terbatas, ekspansi pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan. Dan, kita tahu, setiap kali defisit transaksi berjalan membengkak, pasar cemas, lalu modal mengalir keluar. Karena itu, cara efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa perlu mencemaskan defisit transaksi berjalan adalah menarik PMA. Modal tak mudah lari walau defisit transaksi berjalan meningkat. Dalam kaitan ini, saya kira kita harus menyambut positif paket deregulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Resep klasik untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam hal aturan dan perizinan, serta membiarkan pasar lebih mudah bergerak, adalah langkah yang amat tepat. Masalahnya, jika dulu sebagian besar izin ada di pemerintah pusat, kini sebagian besar izin ada di daerah. Bisakah deregulasi ini terjadi di tingkat pemerintah daerah, padahal wewenang pemerintah pusat tak lagi menjangkau mereka? Jika ini bisa dilakukan, proses investasi akan menjadi jauh lebih cepat. Kita tak perlu selamanya muram atau cemas seperti ilmu ekonomi. Economics is the dismal science.

MUHAMAD CHATIB BASRI

Senior Fellow Harvard Kennedy School

Beberapa Link terkait Masela

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/09/23/433994/wewenang-blok-masela-ada-di-menteri-esdm

http://bisnis.liputan6.com/read/2324342/cadangan-gas-tambah-besar-rencana-proyek-blok-masela-dievaluasi

http://bisnis.liputan6.com/read/2324193/menteri-esdm-restui-proyek-kilang-lng-terapung-masela

http://bisnis.liputan6.com/read/2323640/untung-rugi-pengembangan-blok-masela-versi-skk-migas

http://www.offshore-technology.com/projects/abadi-field/abadi-field1.html

http://bisnis.liputan6.com/read/2322841/rizal-ramli-minta-esdm-bangun-infrastruktur-gas-di-blok-masela

http://m.rmol.co/news.php?id=218805

http://obsessionnews.com/ada-penghela-kepentingan-asing-di-masela/