https://youtu.be/rZCxLJ_IvDw?si=0TpEoDEGsbSsycDp
Filed under: economics, Uncategorized | Leave a comment »
Jujurli, pencabutan subsidi terakhir yg membuat harga BBM naik tinggi saya rasa sangat memukul daya beli masyarakat. Banyak indikator berbicara, salah satunya mahalnya tarif ojek online atau taxi online.
Penyaluran Subsidi pupuk dll juga belum berjalan dg baik dlm prakteknya.
Filed under: economics, Uncategorized | Tagged: bbm, daya beli, ojol, purchasing power, subsidi | Leave a comment »
http://espresso.economist.com/2465caadc8e815625cdcf7c34660bbb7
The world’s most valuable company will report its quarterly earnings on Thursday. Last week the other big beasts of Silicon Valley—Alphabet, Amazon and Microsoft—delivered better-than-expected results. Now all eyes are on Apple, especially demand for its iPhone, which accounted for just over half the company’s revenue last year. Worldwide sales of the smartphone are a barometer not just of Apple’s fortunes, but of consumer demand more broadly.
Lately sales of Apple’s gadgets have been impaired by supply problems. Last year China’s zero-covid strategy forced factories to shut down, hampering production of the new iPhone14 Pro. Geopolitical frostiness has made China still riskier as a place for an American company to do business. So Apple is hedging its bets. JPMorgan Chase, a bank, forecasts that by 2025 a quarter of iPhones will be made outside China. India, Vietnam and Thailand will be among the beneficiaries of this manufacturing windfall.
Filed under: economics, ICT | Tagged: Apple, revenue | Leave a comment »
Filed under: economics | Tagged: DJP, financial, indonesia, reform, tax, Tax Ratio, tax ratio to gdp | Leave a comment »
METAMORFOSA SEMPURNA OLIGARKHI
Kongkalikong antara elit politik dan elit kaya di Indonesia telah mengancam kehidupan berdemokrasi kita. Bahkan jalin kelindan yang terjadi telah lampaui bentuk oligarkhi dan plutokrasi, kuasa di tangan elit politik dan atau elit kaya.
Mereka sudah sublim tak tersentuh dalam berbentuk varian baru yang bernama Plutogarkhi. Dimana elit politik itu jugalah pengusaha dan pengusaha kaya raya itu jugalah elit politik.
Ruang politik yang penuh kebajikan dan medan perjuangan bagi tegaknya kepentingan bersama (bonum commune) disabotase secara vulgar dan banal tanpa rasa malu demi penuhi hasrat perdagingan segelintir elit semata. Menumpuk kekayaan dan kekuasaan sebanyak banyaknya.
Mereka tak hanya merampas ruang hidup rakyat melalui cara cara mengutil uang atau menekan dalam persaingan bisnis. Tapi mereka merangsek masuk membuat aturan dan mengeksekusi program. Slogan Milton Friedman, sebagai pengajar kelas kapitalisme merasuk di fi pikiran para ekonom. Bahwa yang baik untuk korporat adalah baik untuk masyarakat.
Dampaknya, menurut Suissie Credit, lembaga riset bereputasi laporkan Rasio Gini Kekayaan kita tahun 2020 menganga lebar di angka 0,77. Dibadingkan dengan rata rata dunia juga kondisinya sudah cukup parah. Kalau orang dewasa dengan kepemilikan assetnya di di bawah 150 juta itu hanya 58 persen. Kita sudah 82 persen. Kepemilikan kekayaan orang dewasa di atas 1,5 milyard itu jumlahnya hanya 1,1 persen, sementara rata rata dunia angkanya 10,6 persen.
Kesenjangan yang terjadi juga menunjukkan kecenderungan yang semakin buruk. Menurut hasil survei nasional ( Susenas), kepemilikan lahan perkapita rata rata tahun 1980 angkanya 1,05 hektar dan sekarang ini tinggal 0,22 hektar.
Hari ini misalnya, yang disebut buruh tani di desa desa itu jumlahnya hingga 74 persen. Sementara ada segelintir elit kaya yang kuasai lahan hingga ratusan ribu hektar. Untuk gambarkan betapa kontrasnya kehidupan para buruh tani dan petani gurem itu adalah ketika kita lihat mereka yang ada di daerah sentra beras Indramayu misalnya, justru merekalah orang pertama yang membeli beras ketika hadapi masa paceklik.
Para buruh di perkotaan juga hidup dalam kebrangsakan, mereka kebanyakan hidup di bawah perikatan kerja informal dan ditekan para penyefia outsourching yang potonganya mencekik hingga 30 persen dari gaji mereka yang sudah kecil itu.
Satu kondisi yang sangat kontras jika misalnya kita bandingkan antara salah satu gaji Presiden Direktur bank BUMN yang katanya milik rakyat itu dengan buruh outsourchignya. Perbandinganya bisa hingga 2.200 kali lipat.
Struktur ekonomi kita secara fundamental sebetulnya sudah berada dalam jerat besar mafioso. Dari sektor pangan, komoditi ekstraktif pertambangan hingga teknologi informasi. Memeras dan menindas serta ciptakan ketergantungan.
Hubungan predatorik itu dapat kita lihat misalnya dari praktek kemitraan yang monopolis dari perusahaan ternak ayam misalnya. Di lapangan, para peternak rakyat itu hanya jadi bulan bulanan perusahaan konglomerat hitam nasional dan internasional.
Mereka dibuat bergabtung dengan benih ( DOC), pakannya, virus dan obatnya, hingga penguasaa harga hasil panen. Kemitraan semu sebagai praktek predatorik harga ( predatory pricing)telah membuat para peternak rakyat atau skala rumah tangga dalam posisi hidup segan mati tak mau.
Saat ini, korporasi kapitalis itu bukan hanya merampok di pasar, tapi juga uang negara melalui kongkalikong dintingkat regulasi. Para politisi tak mengutil uang rakyat dari apbn saja, tapi juga sudah melalui cara mutakhir melalui regulasi dan kebijakan. Undang Undang dibuat untuk dijadikan rompi pengaman kepentingan mereka.
Krisis akibat pandemi Covid-19 telah membuka kotak pandora bagaimana mereka bekerja. Di tengah daya beli rakyat terpuruk dan hidup yang mencekik justru membuat elit jadi semakin akumulatif dan konsentratif kekayaannya.
Blok Politik
Bung Hatta ( 1951) telah memberikan peringatan yang cukup keras sebetulnya. Beliau katakan, demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi itu hanya akan lahirkan autokrasi. Hari ini, politik itu tak lagi hanya menjadi autokratif tapi sudah jadi Plutogarkhi. Suatu rejim yang anti demokrasi.
Hari ini, dalam hubungan triangle kenegaraan masyarakat sipil dan negara sebetulnya sudah jatuh dalam subordinatif terhadap korporasi. Kekuasaan yang sifatnya policentris itu tidak lagi mampu membuat seorang pemerintah sepenuhnya berkuasa untuk menjadi avant ganda bagi perwujudan keadilan dan kemakmuran, melainkan hanya jadi pelayan kelas kapitalis.
Kalau di masa Orde Baru kuasa negara itu jadi pengaman instalasi bisnis kapitalis dalam model “state-led capitalism”, maka hari ini sebetulnya negara telah dikempongi dan dikangkangi oleh pemilik korporat kapitalis segelintir dalam model ” market -led capitalism”. Dalam bahasa sarkastik Dawam Rahardjo, dia menyebutnya dalam istilah – negar pembersih toilet, untuk bersihkan berak kapitalisme yang ciptakan residu berupa kemiskinan, kesenjangan, kerusakan alam.
Berharap bahwa elit politik kita akan melakukan perombakan besar secara struktural itu seperti biduk merindukan bulan. Nyaris tidak mungkin terjadi.
Untuk itu rakyat sipil harus lakukan pengorganisasian untuk membangun blok politik baru yang bernama blok politik anti oligarkhi. Blok politik ini dibangun tentu dengan harus mengambil garis demargasi yang tegas dan bebas dari kurcaci kekuasaan. Harus lepas dari anasir plutogarkhi dalam segala rupa.
Blok politik ini juga harus memiliki kemampuan untuk membangun basis suprastruktur dan infrastruktur baru dari kekuatan solidaritas rakyat. Bukan mengandai masuk dalam sistem politik yang berjalan hari ini. Bentuknya bisa saja partai, tapi dengan platform yang ideologis tapi non elektrolal.
Agendanya juga harus jelas tegas, yaitu kembalikan demokrasi sejati dengan dorong drnokratisasi politik dan demokratisasi ekonomi.
Dalam agenda demokrasi politik misalnya ; dobrak aturan pemilu, sistem kepartaian, dan lain lain. Kemudian dalam bidang ekonomi dorong lahirnya UU Sistem Perekonomian Nasional yang demokratis, pemilikan saham uhtuk buruh, pembatasan rasio gaji, penerapan pendapatan minimum warga ( universal basic income), dll.
Jakarta, 24 Oktober 2021
Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES)
Filed under: economics, koperasi | Tagged: demokrasi ekonomi, koperasi, oligarki, serakah | Leave a comment »
Hotels’ and Restaurants’ Rebound Summer Held Back by Shortages of Everything https://www.wsj.com/articles/hotels-and-restaurants-rebound-summer-held-back-by-shortages-of-everything-11624640378
Filed under: economics | Tagged: labor, Reservation wage, wage | Leave a comment »
Alhamdulillah, setelah melalui perjuangan cukup panjang akhirnya buku putih (White Book) “Indonesia Digital for Future Economy and Inclusive Urban Transformation” bisa diselesaikan dan diluncurkan dalam acara “Diskusi Telematika Akhir Tahun 2019” di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, SCBD, Jakarta pada tanggal 23 Desember 2019 kemaren.
Acara Diskusi dan Peluncuran buku putih ini dilakukan oleh Deputi Bidang Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian yang dihadiri oleh dua puluhan pejabat eselon 1 dan 2 terkait dari Bappenas, Kemenko Perekonomian, BIG, BPPT, BKPM, Kemkominfo, Kemenparekfraf, Kemenperin, Kemendag, akademisi, Staf Khusus Menko, perwakilan Bank Dunia, perwakilan beberapa kedubes asing, lembaga penelitian, operator telcos dan internet, serta pelaku industri. Hadir juga pada kesempatan ini salah seorang putri proklamator, Ibu Gemala Hatta dan Walikota Padang H. Mahyeldi.
Buku dan bahan presentasi dapat di download for Free di link: 1. File Presentasi https://tinyurl.com/Telematika-2019
2. Download buku WHITE BOOK INDONESIA DIGITAL atau di https://tinyurl.com/Digital-Whitebook
Kami selaku Lead Author, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memungkinkan buku putih ini terbit untuk bisa dipelajari dan dibagikan gratis kepada semua pihak yang menginginkan Indonesia Maju.
Wassalammualaikum wrwb,
Eddy Satriya
Beberapa link liputan pers untuk berita terkait.
https://www.antaranews.com/berita/1220584/dongkrak-ekonomi-digital-pemerintah-luncurkan-buku-putih
https://investor.id/business/pemerintah-rilis-buku-putih-dorong-transformasi-digital-yang-inklusif
https://news.ddtc.co.id/pemerintah-luncurkan-buku-putih-ekonomi-digital-18187
https://cyberthreat.id/read/4374/Pemerintah-Luncurkan-Buku-Acuan-Ekonomi-Digital
https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/indonesia-luncurkan-buku-putih-integrasi-teknologi-digital/1681413
https://ekon.go.id/berita/view/pemerintah-dorong-tik.5213.html
https://www.radarbangsa.com/tekno/21767/pemerintah-ingin-indonesia-masuk-10-besar-negara-digital
https://porosnusantara.co.id/2019/12/23/20418/
Filed under: book on ICT, development, e-dagang, economics, education, ekonomi, ICT, Uncategorized | Tagged: asdep telematika dan utilitas, buku putih digital, buku putih ekonomi digital, buku putih Indonesia Digital, digital indonesia, eddy satriya, Indonesia Digital for Future Economy and Incusive Urban and Transformation, menko perekonomian | Leave a comment »
Rabo 22 May 2019
Oleh : Dahlan Iskan
Dari Huawei merembet ke New York. Ke kereta bawah tanah. Yang jaringannya teruwet di dunia itu. Yang bisingnya bikin kangen itu.
“Jangan-jangan teknologi kereta apinya juga dipasangi penyadap,” ujar seorang anggota DPR Amerika asal New York. “Harus diperiksa yang teliti,” tambahnya.
Perusahaan kereta bawah tanah Tiongkok memang ikut tender di New York. Tingkatnya baru tender desain. Tapi sudah menang.
Berikutnya akan tender pengadaan gerbongnya. Untuk menggantikan gerbong-gerbong lama yang sudah kuno itu. Kecenderungannya Tiongkok pula yang bakal menang. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan murahnya. Dan kesiapan sumber pendanaannya.
Belakangan pengadaan gerbong kereta bawah tanah di Amerika sudah selalu dimenangkan Tiongkok. Yang di Los Angeles. Di Chicago. Di Philadelphia. Di Washington DC.
Amerika memang harus menghadang semua langkah Tiongkok. Dengan alasan keamanan nasional. Tidak bisa dibantah. Korban pertamanya Huawei. Promotor 5G di dunia. Perusahaan Amerika dilarang menjual apa pun ke Huawei. Dan dilarang membeli apa pun dari Huawei. Itulah keputusan Presiden Donald Trump minggu lalu.
Huawei sanggup menandatangani jaminan tidak akan terjadi penyadapan.
Amerika tidak mau.
Huawei minta perusahaan telekomunikasi lain juga ditest hal yang sama.
Amerika tidak mau.
Akhirnya Huawei setengah menantang. Tidak boleh beli komponen dari Amerika tidak apa-apa. Huawei sudah siap. Sudah lama jaga-jaga. Sejak dulu sudah mengira siapa tahu ada kejadian seperti ini. Yang ternyata benar-benar terjadi.
Amerika mengira Huawei langsung terkena Achilles Heel-nya. Dikira di situlah kelemahan utama Huawei: tergantung pada chips bikinan Amerika.
Ternyata Huawei sudah bisa membuat chips sendiri. Melalui HiSilicon. Anak perusahaan yang khusus di bidang pembuatan chips. Yang dilahirkan khusus untuk jaga-jaga kalau ada masalah seperti ini.
Chips bikinan HiSilicon itu sebenarnya sudah dipakai Huawei. Untuk produknya yang kelas premium. Pembelian chips Huawei ke HiSilicon sudah mencapai sekitar Rp 140 triliun setahun. Baru sepertiga dari kebutuhan chips secara keseluruhan. Selama ini Huawei masih membeli chips dari beberapa perusahaan Amerika. Salah satunya Qualcomm. Senilai sekitar Rp 350 triliun setahun.
Perusahaan chips Amerika tentu akan kehilangan omset sebesar itu.
Huawei pun ternyata aman.
Ups… belum!
Amerika terus cari jalan mengejar Huawei. Ketemu. Google diminta untuk menghentikan kerjasamanya dengan Huawei. Google App, Google Play, YouTube dan Gmailnya tidak boleh lagi dipakai Huawei.
Pemilik HP Huawei, seperti saya, masih terus bisa menggunakan fasilitas milik Google itu. Tapi untuk produk Huawei yang baru sudah tidak boleh lagi.
Belum ada penjelasan bagaimana Huawei mengatasi hukuman terbaru ini. Di pasar Tiongkok tidak ada masalah. Di Tiongkok, Google memang sudah lama dilarang. Tiongkok punya ‘google’ sendiri: Baidu.
Tapi untuk pasar Huawei di luar Tiongkok perlu ada penjelasan khusus. Itulah yang lagi ditunggu dunia. Yang jelas Huawei tidak akan tinggal diam. “Dalam dua tiga tahun ke depan Amerika masih belum bisa mengejar Huawei,” ujar Ren Zhengfei, pendiri Huawei.
Begitu seru langkah-langkah Trump.
Baru kali ini terjadi. Negara melawan satu perusahaan swasta.
Trump terus mempertahankan prinsipnya: sudah terlalu lama Amerika mengalah ke Tiongkok. Di bidang perdagangan. Ia tidak menyalahkan Tiongkok. Ia selalu menyalahkan presiden-presiden Amerika sebelumnya. Yang tidak mau berbuat seperti yang ia lakukan sekarang ini.
Tiongkok sendiri masih terus cari akal. Apa lagi yang bisa dilakukan. Setelah tidak mau mengimpor kedelai, jagung dan babi dari Amerika.
Dua hari lalu Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan ke daerah selatan. Ke Provinsi Jiangxi. Ke satu pegunungan di perbatasan dengan Fujian. Ke Desa Yudu.
Di situ ada monumen bersejarah. Tempat Mao Zedong dulu memulai long march. Menghindari kejaran tentara nasionalis pimpinan Chiang Kai Shek.
Dari situ Mao dan pengikutnya melakukan perjalanan jauh. Yang melelahkan. Dan membahayakan. Menerobos pegunungan-pegunungan tinggi. Melintasi enam provinsi. Sambil menyusun kekuatan. Dan kehilangan separo tentaranya. Terutama saat menyeberang sungai ganas di Guangxi. Di saat banjir besar.
Akhirnya Mao tiba di Provinsi Xi’an di utara. Di sana disambut tokoh daerah. Yang menambah semangat perjuangan Mao. Di sinilah Mao menyusun pasukannya. Untuk menaklukkan kekuasaan Chiang Kai Shek di seluruh Tiongkok. Tokoh daerah yang menyambutnya itu adalah: ayah Xi Jinping.
Kunjungannya ke Yudu itu ditafsirkan sebagai napak tilas. Bahwa Tiongkok siap melakukan long march baru. Long march di zaman modern. Menderita dalam waktu yang panjang. Sambil tidak mau takluk pada musuh. Kali ini musuhnya adalah Amerika.
Isyarat yang ingin disampaikan: Tiongkok siap untuk perang panjang. Dengan segala pengorbanan.
Xi Jinping lantas mengunjungi satu pabrik di Jiangxi. Bukan pabrik sembarang. Ini pabrik rare earth. Tanah jarang. Tanah langka. Yang memproduksi 27 jenis kimia tambang. Salah satunya bahan baku low carbon. Yang dipakai untuk membuat layar HP, casing HP, pesawat TV dan elektronik lainnya.
Tiongkok menguasai 90 persen bahan baku rare earth dunia. Ada kemungkinan Tiongkok akan melarang ekspor rare earth ke Amerika.
Kita memiliki sedikit rare earth di Bangka. Yang dulu diekspor sebagai tanah sisa tambang. Kini benda itu tentu sangat berharga. Di sela-sela perang dagang mereka.
Perang dagang telah berkembang ke perang dingin.(Dahlan Iskan)
https://www.disway.id/r/458/long-h-march
Filed under: economics | Tagged: CHina, huawei, nasionalisme | Leave a comment »
Filed under: airport, economics | Tagged: eddy satriya, indonesia terkini, pariwisata, taxi, taxi bandara, taxi online, transportasi | Leave a comment »