change your cards.

wechat

Laporan terbaru dari Tiongkok

25 September 2017 
Angpao pun Dikirim dengan WeChat

Oleh Dahlan Iskan. 

Mantan Menteri BUMN RI

Tiba di Tianjin pekan lalu saya tersenyum: jumlah sepeda yang bisa disewa bertambah dua kali lipat. Begitu pesat perkembangan enam bulan terakhir.

Di rumah sakit tempat saya checkup pun begitu banyak sepeda sewaan. Sebelah gerbang selatan. Sebelah gerbang timur. Sebelah gerbang utara. Penuh dengan sepeda sewaan diparkir.

Enam bulan yang lalu hanya satu perusahaan yang menyediakan sepeda sewaan. Mobike. Warnanya kuning hitam.

Kini ada empat perusahaan yang bergerak di sektor itu. Dengan warna sepeda yang berbeda. Sistemnya saja yang sama. Gunakan handphone. Untuk memotret barcode di sepeda itu.

Sedetik kemudian muncul empat angka di layar handphone. Anda tinggal memencet tombol empat angka yang ada di kunci sepeda. Jlek. Kunci membuka. Anda sudah bisa menaiki sepeda itu ke mana pun.

Tidak perlu mengembalikannya ke tempat asal. Anda taruh saja di mana pun tujuan Anda. Tidak harus di tempat khusus. Di bawah pohon pun boleh. Yang penting Anda kunci lagi. Sebagai tanda Anda sudah selesai memakainya.

Untuk menentukan tagihan di handphone Anda. Nanti pasti ada orang yang memerlukan sepeda itu lagi. Biayanya pun murah. Hanya 1 yuan. Atau setara Rp 2.000 satu jam.

Rumah sakit yang merawat saya ini tidak menyediakan makan untuk pasien. Waktu makan siang, setelah pemeriksaan lab yang pertama, saya menuju gerbang belakang. Di kanan-kiri banyak sepeda sewaan parkir.

Saya praktikkan sewa sepeda itu. Gampang sekali. Untuk jarak dekat betul-betul lebih praktis. Dan lebih cepat. Katakanlah sampai jarak 5 kilometer. Daripada naik taksi. Apalagi jalanan macet. Tarif taksi adalah 8 yuan. Untuk 5 kilometer pertama.

Bahkan, barusan saya naik sepeda sewaan yang terbaru: tidak perlu pencet empat nomor. Begitu memotret barcode dengan handphone langsung jlek…kuncinya membuka sendiri.

Saya pun menikmati bersepeda sewaan. Di udara akhir September yang sejuk. Bisa melawan arus, kalau terpaksa. Asal di pinggir. Tidak dianggap melanggar. Setidaknya tidak disalahkan.

Saya lihat sudah begitu banyak orang lalu-lalang dengan sepeda sewaan. Teknologi informasi begitu mendarah daging sudah.

Tidak hanya bayar sepeda sewaan yang pakai handphone. Kini toko-toko sudah jarang menerima pembayaran dengan kartu debit atau kartu kredit atau uang cash. Sudah lebih banyak dengan handphone.

Menggunakan Alipay (grup Alibaba) atau WeChat. Maka seseorang yang sudah mengambil barang di toko langsung datang ke kasir untuk menyodorkan handphone.

Saya sempatkan berdiri di depan toko untuk melakukan pengamatan. Dari sepuluh pembeli yang saya lihat, hanya satu yang membayar dengan uang. Yang sembilan cukup menyodorkan handphone.

”Di pasar pun ibu-ibu beli sayur sudah dengan handphone,” ujar teman saya yang asli Tianjin.

”Praktis sekarang ini di Tiongkok tidak perlu mengantongi uang,” tambahnya. Juga tidak perlu punya dompet. Tidak ada kartu yang perlu dimasukkan dompet.

Dan yang lucu, mulai Imlek tahun lalu angpao pun sudah dikirim dengan WeChat. Teman saya, seorang bos perusahaan di Beijing, bercerita: tahun ini tadi semua angpao untuk anak-anak sudah 100 persen dia kirim via WeChat.

Tahun lalu hanya untuk anak-anak yang jauh yang dikirim via WeChat. Tahun ini tadi untuk anak-anak yang bertetangga pun angpaonya dikirim via WeChat.

E-money benar-benar sudah memasyarakat di Tiongkok. Inilah zaman matinya kartu kredit atau kartu debit. Di Tiongkok. Dalam hal ini Tiongkok sudah melompati Singapura sekalipun.

Kedatangan saya juga disuguhi berita baru: yuan sudah diterima sebagai mata uang internasional. Bocoran berita seperti itu sudah lama beredar, tapi bocoran kepastiannya baru keluar dari IMF pekan lalu.

Yang penting bukan informasi itu sendiri, melainkan spekulasi di balik penerimaan itu: akankah yuan menjadi pengganti US dollar (USD) di masa 30 tahun lagi?

Kenapa 30 tahun lagi? Rupanya ada yang menghubungkan dengan siklus seratus tahunan. Tiap sekitar 100 tahun mata uang yang mendominasi dunia selalu berganti. USD sudah merajai dunia sekitar 80 tahun. Artinya, 20 tahun lagi kemaharajaannya mencapai 100 tahun.

Raja 100 tahun sebelumnya adalah pound sterling. Mata uang Inggris. Yang mengakhirinya adalah Perang Dunia Pertama. Kekuatan pound sterling digerogoti Prancis dan Jerman.

Saat pound sterling melemah, frank-nya Prancis maupun mark-nya Jerman belum cukup kuat untuk menggantikannya. Maka perpecahan Eropa itu membuat dolar Amerika Serikat mengambil alih dunia.

Seratus tahun sebelum pound sterling adalah real Spanyol. Beriringan dengan penguasaan Spanyol atas hampir seluruh daratan Amerika. Mulai Argentina sampai California.

Sebelum itu lagi adalah gulden-nya Belanda. Sisa-sisa kehebatan Belanda di bidang keuangan ini masih terasa sampai sekarang. Kini pun Belanda masih sering disebut sebagai Yahudi-nya Eropa.

Itulah sejarah raja-raja mata uang dunia modern. Memang sejarah mencatat mata uang Roma (aureus) pernah merajai dunia. Itu 100 tahun sebelum lahirnya tahun Masehi.

Mata uang aureus lenyap seiring dengan runtuhnya Roma. Maka mata uang solidus (dari Kekaisaran Byzantium) menggantikannya.

Raja mata uang terakhir sebelum real adalah fiorino dari Kerajaan Florence (sekarang bagian dari Italia). Florence memang pernah jaya di bidang keuangan.

Di Florence-lah sistem bank pertama lahir di dunia. Kalau catatan itu tidak dianggap cacat. Sebab, Tiongkok juga mengklaim sebagai tempat lahirnya bank. Saya pernah mengunjungi tempat kelahirannya di Pingyao, sekarang masuk Provinsi Shanxi.

Sebenarnya banyak yang bercita-cita menjadi raja mata uang dunia. Tapi, yen Jepang ternyata gagal. Padahal, ekonomi Jepang pernah menjadi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Dinar Arab juga gagal. Euro yang merupakan kesatuan mata uang Eropa juga belum berhasil menggeser USD.

Kini kita akan menyaksikan apakah yuan Tiongkok bakal mampu menggusur USD. Atau yang akan digusur menemukan cara. Agar menjadi raja abadi. Misalnya berdoa agar ada perang di Asia. (*)

E M O S I

Emosi pria mempengaruhi karirnya.

Emosi wanita mempengaruhi pernikahannya.

Setiap hari bacalah artikel ini sekali.

Perlahan diri anda akan berubah.

Menurut seorang arif : “Asalkan bisa mengatur emosi dengan baik, maka hal-hal duniawi pun akan lancar.”

Banyak orang berkonsultasi tentang kelancaran masa depan bisnisnya, rumah tangganya, anak-anaknya, atau pernikahannya. Saya hanya menjawab dengan satu pertanyaan, “Bagaimana dengan emosi anda, baik atau tidak?”.

Sepanjang hidupnya manusia selalu belajar bagaimana “menjadi orang”. Ini adalah materi pelajaran seumur hidup yang tidak ada istilah kelulusan. Tidak peduli kaum ilmuwan, petani, pekerja, maupun pedagang, semuanya sama. “Asalkan mau belajar, pasti akan maju.”

Beberapa pelajaran dalam hidup:

1. Belajar meminta maaf

Seringkali manusia tidak mau mengakui kesalahannya, menganggap semuanya adalah kesalahan orang lain, dan dirinya sendiri yang benar. Sebenarnya “tidak bisa mengakui kesalahan” merupakan suatu kesalahan. Kita harus bisa meminta maaf kepada orang tua, rekan kerja, masyarakat, bahkan kepada anak-anak dan musuh kita. Meminta maaf tidak akan membuat kita kekurangan apapun, malahan bisa menunjukkan kelapangan hati kita.

“Belajar meminta maaf adalah hal yang baik dan merupakan suatu bentuk pelatihan diri.”

2. Belajar kelembutan hati

Gigi kita keras, namun lidah kita lembut. Saat kita menua, gigi akan tanggal, sedangkan lidah kita tetap ada. Jadi kita harus bisa lembut, barulah bisa panjang umur. Sifat keras hati malah merugikan diri kita. Hati yang lembut merupakan pencapaian besar dalam hidup manusia. Orang yang keras kepala biasanya dijuluki berhati dingin, sifatnya dingin, atau hatinya keras seperti besi.

Jika kita bisa mengatur nafas, mengatur postur tubuh, dan mengatur hati kita, ibarat kita menenangkan kuda liar atau monyet liar supaya jinak, maka hidup kita akan lebih bahagia dan panjang umur.

3. Belajar menahan diri

Dalam hidup ini, jika kita bisa “menahan emosi, badai dan ombak pun akan reda” (tiada masalah). “Mundur selangkah, melihat langit dan laut masih luas” (tiada masalah). Dengan menahan diri, semua masalah bisa dibereskan. Menahan diri berarti bisa memakai kebijaksanaan untuk mengatur dan mengubah masalah besar menjadi masalah kecil, dan masalah kecil menjadi tiada masalah. Jika kita mau hidup dengan damai, kita harus bisa menahan diri terhadap kebaikan dan keburukan dunia dan masyarakat serta gosip-gosip di masyarakat. Bahkan kita bisa menerimanya (memakluminya).

4. Belajar berkomunikasi

Kurangnya komunikasi bisa menimbulkan gosip, perselisihan, dan kesalahpahaman. Hal terpenting dalam hidup bermasyarakat adalah bisa berkomunikasi dengan baik, saling memahami, toleransi, saling membantu. Kita semua adalah saudara, jika selalu bertikai dan miskomunikasi, maka tidak akan bisa hidup berdampingan dengan damai.

5. Belajar melepas (tidak melekat)

Hidup kita ibarat sebuah koper yang diangkat saat perlu dan ditaruh saat tidak perlu. Saat harus melepas, jika kita malah melekatinya, maka seperti mengangkat koper yang berat dan tidak bisa bebas leluasa. Hidup manusia ada batasnya. Belajar mengakui kesalahan, menghargai orang lain, dan memaklumi orang lain, barulah kita bisa diterima oleh orang lain. Belajar melepas barulah kita bisa bebas leluasa.

6. Belajar merasa terharu

Saat melihat kebaikan orang lain, kita merasa senang melihat orang baik dan hal-hal baik, dan kita merasa terharu. Bisa merasa terharu adalah suatu bentuk kasih sayang. Dalam hidup banyak hal dan kata-kata yang bisa membuat kita terharu. Jadi kita pun harus berusaha supaya bisa membuat orang lain terharu (dengan berbuat hal-hal baik dan berkata-kata baik).

7. Belajar bertahan hidup

Untuk bertahan hidup, kita harus menjaga kesehatan. Tubuh sehat tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga membuat teman dan keluarga kita merasa tenang. Menjaga kesehatan juga merupakan suatu bentuk bakti kepada orang tua.
sumber: unknown

tips ringkas motret bintang

tips dari seorang senior. semoga berguna.

Motret star-trail rada seru 😄 perlu kesabaran karena awal2nya perlu persiapan dan trial & error juga

Persiapan:

• tripod

• kamera dengan lensa lebar

• aplikasi untuk mencari posisi bintang Polaris/North Star, titik pusat lingkaran lintasan bintang2. Untuk iPhone aku pakai aplikasi Sky Guide.. tinggal donlot di Appstore 😊. Aplikasi ini fun juga, kalau malam bisa liat nama2 bintang di langit, termasuk cari posisi Milkyway Galaxy (Galaksi Bimasakti)

• suasana langit harus cerah, bintang2 harus terlihat kasat mata

• idealnya lampu2 di sekitar kita mati, supaya tidak ada kebocoran cahaya dari sekitar. Nah Waerebo ini cukup ideal karena setelah jam 22 udah mati lampu kan ☺. Tapi kalaupun gak total lampu mati ya jangan sampai membatakan motretnya. Yang penting bintang2 di langit mesti cukup jelas

Untuk motret foto di atas:

• pakai lensa mirrorless 10-24mm/F4.0 (kalau di kamera DSLR 35mm ini ekivalen dengan lensa 15-36mm

• aku set lensa di 10mm (paling wide) dan F4.0 (bukaan paling lebar)

• untuk shootingnya, gunakan fitur di kamera (biasanya kamera2 saat ini pasti ada) untuk interval fotografi

• Untuk foto di atas aku motret 90 shots @30″ dengan interval 2″

• jadi total motret sekitar 45-50 menit

Untuk dapatkan hasil foto di atas:

• 90 file foto tadi ditumpuk, di-superimposed di laptop pakai program Photoshop

• prosesnya cukup cepat, palingan 3-5 menit saja

Olala… jadilah foto star-trail 😍😄

Selamat mencoba yaaa 💕

Tol dan Sultan

ini buat semua penguasa di negara berkembang!

_*Keren…*_ *Sultan Jogja Tolak Tol*. Kenapa?

*Jalan* itu tanggung jawab pemerintah, yang musti bisa dinikmati oleh rakyat secara gratis (bukannya dibangun oleh  *swasta*, lalu _*rakyat yg lewat jalan itu kmd harus bayar mahal…..*_). 

Lalu, apa gunanya ada pemerintah?

“Di *Yogya*: tak ada jalan tol. Pemerintah Pusat juga sepakat, Saya (Sultan Jogja) tidak setuju adanya *jalan tol*,  karena *rakyat tidak akan mendapatkan apa-apa*. 

Kalau Jalan mau diperlebar itu *Silakan saja*, tetapi *jangan dibikin tol*. 

Keberadaan *Tol* iku, *sing diuntungke mung pihak yang membuat tol saja*, tetapi _*rakyat di skelilingnya ga dapat apa2*_, karena *jalan tol itu ditutup*, orang di *kiri kanan tol tak memiliki akses ke jalan itu* kecuali harus *BAYAR* dan seringkali harus mutar2 dulu dan jauh pula.

Kalau wilayah di luar Yogya, mau bikin tol, ya silakan saja, seperti di Bawen sampai Salatiga (karena geografisnya jurang),” tambah Sultan.

*Mantap pak sultan Yogyakarta*, _*jalan TOL itu*_ dipandangnya sbg *salah satu bentuk Penjajahan Ekonomi Rakyat*. 

Bagaimana tidak? Masak sih, melewati jalan di *tanah airnya sendiri* kok harus *bayar*.

*TOL* itu selama ini  diselenggarakan oleh pihak *swasta* dan nantinya *orang yg lewat jalan TOL di kenai tarif bayar yg tidak murah….*. 

Lah, berarti, selama ini, *pemerintah bangun apa dong*?, kan *semua kendaraan* juga *sudah dikenai pajak,* dan *pajak kendaraan itu juga gak kecil, kan?* _*masak lewat jalan (tol) masih juga disuruh bayar pula*_?

Lah *uang pajak khusus kendaraan* itu dikemanain? Dimakan si Gayus? Padahal Gayus kan cuma makan  *pajak dari perusahaan2 besar,*  bukan pajak kendaraan?

=============

_*Jogja,*_ memang selalu Istimewa………

Sebar  ke grup teman👋

nice writing..

Tulisan satire dari Farid Gaban

Farid Gaban in Catatan Bawah Tanah

Surat Buat Dandhy Dwi Laksono

Selamat sore, Cuk!

Kamu memang dancukan. Masa orang hebat seperti Ibu Megawati Soekarnoputri kamu kritik. Bagaimana mungkin putri Bung Karno, Sang Proklamator, punya salah.

Di mana logikanya, coba, mantan presiden dan pemimpin partai “wong cilik” kok katamu tidak peduli wong cilik. Kurang jaminan apa coba? Darah nasionalisme dan marhenisme Bung Karno mengalir dalam darah Bu Mega!

Bagaimana pula bisa Ibu Mega lupa diri; dulu ditindas di bawah Rezim Orde Baru tapi belakangan, ketika berkuasa, membiarkan rakyat sendiri di Aceh dan Papua ditindas pemerintahannya. Itu mustahil.

Dandhy, Dandhy, mbok kira-kira kalau mengkritik, apalagi mengkritik tokoh yang punya banyak pengikut dan pemuja.

Tuh, bener ‘kan? Sekarang para pemuja melaporkan kamu ke polisi dengan tuduhan menghina junjungan mereka. Rasain, tuh, bayangan dingin besi jeruji penjara yang mungkin menunggumu!

Kamu emang kurang kerjaan, Dandhy. Ngapain juga mengkritik orang berkuasa kalau diem saja jauh lebih aman dan nyaman. Bukankah lebih enak pulang ke Lumajang, kampungmu, membantu ibumu bikin dan jualan keripik.

Kamu emang usil sejak dulu. Ngapain juga kamu dulu membela orang Aceh di masa darurat militer. Dasar Jawa murtad!

Kenapa nggak kamu tiru banyak orang Jawa lain yang mendukung Pemerintahan Megawati menumpas separatis Aceh dengan dalih “NKRI harga mati”. Eh, kamu malah jadi pemimpin redaksi Majalah “Aceh Kita”, menyediakan diri jadi bemper wartawan-wartawan Aceh yang namanya harus disembunyikan hanya untuk menyampaikan fakta.

Ngapain kamu mengorbankan karir dan gaji empuk di stasiun televisi swasta nasional hanya karena risau membela orang Aceh. Usil dan kurang kerjaan!

Dandhy, jurnalisme investigasi, salah satu buku yang kamu tulis, hanya indah dalam teori. Ngapain juga coba kamu praktekkan.

Baca Juga :   How Low Can You Go?

Kamu mempersulit hidupmu sendiri. Watchdoc (watchdoc.co.id), perusahaanmu, akan jauh lebih banyak duit kalau bikin video iklan komersial dan dokumenter proyek pemerintah. Tapi, kamu malah bikin video-video dokumenter provokatif. Apa maumu, sih?

Apa sih keuntunganmu bikin video dokumenter tentang Munir? Gak ada! Dan kamu jelas mengada-ada! Mana mungkin aparat Negara Pancasilais membunuh anak negerinya sendiri dengan racun arsenik!

Saya senang kamu mengikuti jejakku keliling Indonesia naik sepeda motor setahun penuh. Gambar foto dan video yang kamu ambil bersama Ucok Suparta (orang Aceh lagi!) kuakui jauh lebih bagus dari yang kami bikin. Tapi, ngapain sih kamu nggak berhenti hanya memotret keindahan alam Indonesia? Tentang pantai, laut biru, gunung dan taman laut yang bikin orang Indonesia bangga?

Eh, konyol, kamu malah bikin video-video dokumenter memilukan. Apa maksudmu bikin “Samin vs Semen”, video perjuangan petani Kendeng yang terdesak pabrik semen? “Kala Benoa” dan “Rayuan Pulau Palsu” tentang dampak proyek mengurug laut di Bali dan Jakarta?

Apa maksudmu, coba, bikin “Mahuze”, tentang suku Papua yang hidup dan adatnya tercancam proyek lumbung pangan dan energi pemerintah? “Menggenang Kenangan” tentang petani yang tergusur proyek Bendungan Jatigede?

Dandhy, Dandhy… Dasar gatel dan kurang kerjaan!

Sebagai teman, saya cuma mau mengingatkan: berhentilah untuk risau. Indonesia sudah ada di jalan yang benar sejak dulu. Apalagi kini Indonesia ada di bawah kendali seorang presiden yang berasal dari orang kebanyakan dan merakyat. Tidakkah itu jaminan Indonesia bakal gemah ripah loh jinawi dan berkeadilan?

Tidak ada gunanya kritik. Kamu, dan banyak pejuang reformasi, telah keliru melawan rezim Soeharto dulu. Indonesia tidak membutuhkan “kebebasan bersuara dan berekspresi”. Yang penting ekonomi, ekonomi dan ekonomi. Investasi, investasi dan investasi.

Kalaupun mengkritik, kritikmu bakal masuk tong sampah. Atau malah justru akan mempersulit hidupmu sendiri, seperti kini kritikmu terhadap mantan presiden Megawati mengancam kamu masuk penjara.

Saranku, hiduplah tenang, pikirkan diri dan kepentinganmu sendiri. Ngapain mikirin nasib orang lain. Ngapain ngebela petani, nelayan, suku Papua dan orang yang sudah mati seperti Munir.

Dandhy, belajarlah untuk tidak bicara! Pertimbangkan kembali untuk pulang kampung ke Lumajang, menyepi, dan beternak bebek! Sekalian menikmati dan menghayati hidup membebek!

Tabik, Cuk!

Down to Earth

A Corporate Story:

      Every day, a small Ant arrives  at work very early and starts work immediately. 

      She produces  a lot and she was happy.

     The Chief,  a Tiger, was surprised  to see that  the Ant was working without supervision.

      He thought if the  Ant can produce so  much without supervision, wouldn’t she produce even more if she had a supervisor!

      So  he recruited a  Bee who had extensive experience as  supervisor and who was  famous for  writing  excellent reports.

     The Bee’s first decision was to set up a   clocking in attendance system.

     He also needed a secretary to help him write and type his reports and he  recruited a 🐇Rabbit , who managed the archives and monitored  all phone calls.

      The Tiger was delighted with the  Bee’s reports and asked him to produce  graphs  to describe production rates and to analyse  trends, so that he could use them for  presentations at Board‘s meetings.

     So the Bee had to buy a  new computer and a  Laser printer and recruited a Cat to manage the  IT department.

      The Ant, who had once been so productive and relaxed, hated this new plethora of paperwork  and meetings which used up most of her time…!

   The Tiger came to the conclusion that it was high time to nominate a person in charge of the department where the Ant worked. 

     The position was given to the Monkey, whose first decision was to buy an Air Conditioner and an ergonomic  chair for his office.

     The new person in charge,  the Monkey, also needed a  computer and a personal assistant , who he brought from his previous department, to help him prepare a  Work and  ‘Budget Control Strategic Optimisation Plan’ …

     The Department where the Ant works is now a sad place, where nobody laughs anymore  and everybody has become upset…

     It was at that time that the Bee convinced the boss,  the Tiger; of the absolute necessity  to start a climatic study of the environment . 

      Having reviewed  the  charges  for running the  Ant’s department , the  Tiger  found out that  the Production   was much less than  before.

     So he recruited the  Owl, a prestigious and renowned consultant to carry out an  audit and  suggest solutions.

      The Owl spent three months  in the department and came up with an enormous report, in several volumes, that concluded…

                   .

                   .

                   .

                   .

       “ The Department is overstaffed …”

                   .

                   .

                   .

                   .

   Guess who the  Tiger fires first?

                   .

                   .

                   .

                   .

                   .

          Of course,  the Ant………,

         “….because she showed lack of motivation and had a negative attitude. ”

                  *****