Stats tell you everything..

“Sepatu Bally” bung Hatta.

Renungan Kemerdekaan

Kisah nyata “Sepatu Bally bagi Wakil Presiden” : Teladan Kejujuran Proklamator Bung Hatta (1902-1980). Walau lahir dari keluarga berada, beliau berjiwa sederhana. Sebagai Pejabat, ia tidak terjun ke bisnis dan Menolak tawaran menjadi komisaris beberapa perusahaan besar setelah mengundurkan diri sebagai Wapres (1945-1956) : “Apa kata rakyat nanti” katanya. Ia juga pernah Menolak kenaikan Gaji sbg Wapres . Ia mampu membedakan mana Uang Negara dan mana Uang Pribadi, dgn mengembalikan sisa uang transportasi sepulang dari kunjungan resmi ke Eropa. Karena merasa bukan haknya, uang itu dikembalikan ke kas negara.

Suatu waktu, beliau kaget dg melonjaknya tagihan listrik, gas, air dan telepon di rumahnya. Untuk mengatasinya, Bung Hatta semakin rajin Menulis dan mengirimnya ke koran2 untuk menambah penghasilannya. Baginya, biarpun sedikit, yang penting diperoleh dg cara Halal. Betapa jujurnya terlihat dari kisah nyata keinginan Bung Hatta utk membeli Sepatu Bally, yg pd tahun 1950-an adalah merk sepatu mewah buatan Swiss yg mahal.

Bung Hatta yg ketika itu menjabat Wakil Presiden berniat membelinya. Ia menyimpan iklan di koran yg memuat alamat toko penjualnya. Caranya untuk mendapatkan sepatu idaman itu? Bukan dgn uang negara  dengan dalih fasilitas pejabat atau minta dibelikan pengusaha koneksinya. Tapi ia memilih dengan : Menabung sen demi sen. Tapi uang tabungan tak pernah cukup untuk membeli sepatu itu, karena selalu dipakai untuk membantu orang2 yg datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Akibatnya hingga akhir hayatnya, sepatu tak mampu terbeli.

Yang lebih mengharukan, ternyata hingga wafatnya, guntingan iklan sepatu Bally itu masih tersimpan dengan baik. » Kejujuran yang melegenda ini menjadikannya sebagai Icon Pemberantasan korupsi dengan adanya  “Bung Hatta Anti Corruption Award “. Indonesia patut Bersyukur memiliki Pemimpin Amanah seperti beliau. Ya Tuhan kami, karuniakanlah “Sepatu Terbaik” bagi Bung Hatta di Surgamu. Amin

Bereskn pak wamen !

http://m.detik.com/news/kanal/605/detiknews Bereskan pak, jangan hanya omdo. memang antara teori dan praktek tidaklah mudah tapi bisa dituntaskan

MasyaAllah, “Kerepek Kentang” Saja Kok Diimpor?

"Kerepek Kentang" saja di imporBagi saya kehancuran Indonesia bukan oleh hal-hal besar saja, tetapi juga oleh “kerikil-kerikil kecil” seperti ini. JIka kebijakan tidak mendukung keberpihakan kepada industri lokal, sudah pasti di era pasar bebas kini dan nanti kita akan gigit jari.

...selanjutnya…….

Motor Gede, Kebangkitan Nasional, dan Wong Cilik

Sungguh berat rasanya membayangkan orang seidealis Mas Sophan yang harus menjadi ketua rombongan acara Tour Moge Merah-Putih di tengah suasana prihatin akan kenaikan harga dan kelangkaan BBM, serta kesulitan wong cilik saat seperti ini. Di jalan penuh lobang dan jepitan panjang kerusakan, moge itu akhirnya melintas dan meminta korban jiwa Bung Sophan yang di hari-hari akhirnya justru sedang bergelut dengan pemikiran-pemikiran bernas bagaimana menyelematkan bangsa ini dari berbagai keterpurukan. Mungkinkah pikiran-pikiran bernas dan renungan itu melintas ketika beliau tour dan membungkam konsentrasinya di atas jalan beraspal? Saya hanya berandai, dan semoga Allah menerima almarhum di sisiNya.

AMin ya rabbal alamin.