Mereka sudah reuni sekarang…

“Presiden Soekarno pernah ‘Menyerang’ Ulama Besar di masanya, Buya Hamka. Bersama Mohammad Yamin, Soekarno melalui Headline beberapa media cetak asuhan Pramoedya Ananta Toer melakukan pembunuhan karakter atas diri Hamka, namun tak sedikit pun fokus Hamka bergeser dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Sebab terlalu kuatnya karakter Hamka, di tahun 1964, Soekarno tak sungkan-sungkan menjebloskan ulama besar asal Minangkabau ini ke dalam penjara tanpa melewati persidangan.

2 tahun 4 bulan lamanya Hamka dipenjara, apakah lantas ia bersedih, mendendam dan mengutuk-ngutuk betapa jahatnya Soekarno padanya?

Tidak! Hamka justru bersyukur bisa masuk penjara. Di dalam terali besi itu ia punya waktu yang banyak untuk menyelesaikan 30 juz Tafsir Alqur’an yang dikenal dengan Tafsir Al-Azhar.

Lantas, bagaimana dengan ketiga tokoh tadi? Pramoedya, Mohammad Yamin dan Soekarno?

Ternyata Allah masih sayang pada mereka, Pramoedya, Mohammad Yamin dan Soekarno. Kekejian mereka pada Buya Hamka tidak harus diselesaikan di akhirat. Allah mengizinkan masalah ini diselesaikan di dunia.

Di usia senja, Pramoedya mengakui kesalahannya di masa lalu. Ia mengirim putrinya, Astuti dengan calon suaminya, Daniel yang mualaf untuk belajar Islam pada Hamka sebelum mereka menjadi suami istri. Apakah Hamka menolak? Tidak! Justru dengan hati yang sangat lapang Hamka mengajarkan ilmu agama pada anak dan calon menantu Pramoedya tanpa sedikit pun mengungkit-ungkit kekejaman Pramoedya. Astuti, anak perempuan Pramoedya pun menangis haru melihat kebesaran hati ulama besar ini. Hamka juga yang menjadi saksi atas pernikahan anak Pramoedya.

Saat Mohammad Yamin sakit keras, ia meminta orang terdekatnya untuk memanggil Hamka. Dengan segala kerendahan hati dan penyesalannya pada ulama besar ini, Mohammad Yamin meminta maaf atas segala kesalahannya. Dalam kesempatan nafas terakhirnya, tokoh besar Indonesia, Mohammad Yamin pun meninggal dunia dengan ucapan kalimat-kalimat tauhid yang dituntun oleh Hamka.

Begitu juga dengan Soekarno, Hamka justru berterima kasih dengan hadiah penjara yang diberikan padanya karena berhasil menulis buku yang menjadi dasar umat Islam dalam menafsirkan Alqur’an. Tak ada marah, tak ada dendam, ia malah merindukan tokoh besar Indonesia, proklamator bangsa karena telah membuat ujian hidup sang Buya menjadi semakin berliku namun sangat indah. Hamka ingin berterima kasih untuk itu semua. Tanggal 16 Juni 1970, seorang ajudan Soekarno datang ke rumah Hamka membawa secarik kertas bertuliskan pendek;

“Bila aku mati kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”

Hamka langsung bertanya pada sang ajudan, “Di mana? Di mana beliau sekarang?” Dengan pelan dijawab, “Bapak sudah wafat di RSPAD, jenazahnya sedang dibawa ke Wisma Yoso.”

Mata sang Buya menjadi sayu dan berkaca-kaca. Rasa rindunya ingin bertemu dengan tokoh besar negeri ini malah berhadapan dengan tubuh yang kaku tanpa bisa berbicara. Hanya keikhlasan dan pemberian maaf yang bisa diberikan Hamka pada Soekarno. Untaian doa yang lembut dan tulus dipanjatkannya saat menjadi Imam Shalat Jenazah Presiden Pertama Indonesia.

Terima kasih Buya, atas pembelajaran kehidupan dari cerita hidupmu…


(Seri Belajar dari Sejarah)

Sekitar Prof Achmad Muchtar.

Dari sebuah fwd di wag… Saya tidak sempat memverifikasi kebenarannya. Silakan sekedar utk bahan bacaan.

Prof Dr Achmad Mochtar
Ahli Virus dan Bakteri

Selama ini kita mungkin tidak mengenal sosok Prof. DR. Achmad Mochtar, yang namanya diabadikan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai nama RSUD Provinsi Sumatera Barat pada bekas Rumah Sakit Militer Belanda di Bukittinggi

Namun siapa yang tahu, mengapa nama orang besar putra Bonjol Pasaman di abad modern ini yang mengetahuinya

Seperti apa kiprah dan bagaimana tragis kematiannya, bahkan kampung kelahirannya pun banyak orang tidak mengetahui.

Mari telusuri jejak dan rumah kelahiran sang “Doktor Ahli Virus dan Bakteri pertama Indonesia berkelas Dunia” itu, ke kampung halamannya di Nagari Ganggo Hilia Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman.

Bersama Bupati Pasaman Yusuf Lubis, mengunjungi rumah tua dokter Achmad Mochtar, kami diterima oleh dua orang cucunya (garis keturunan ibu), dr. Rubaiyat Proehoeman (64) yang akrab disapa ‘dokter rubi’, dan Prof. DR. Siti Chairani Proehoeman (68), senias dan dosen seriosa mancanegara.

Siti Chairani memaparkan bahwa Achmad Mochtar lahir pada pada tahun 1892 dari pasangan Omar dan Roekayah di Ganggo Hilia kecamatan Bonjol.

Omar sang ayah adalah seorang guru yang berasal dari Mandahiling (Prov. Sumut sekarang) sedangkan Roekayah adalah putri asli Bonjol cucu seorang Laras Hoof (Ketua Laras se-Minangkabau).

Sewaktu masih kecil Achmad Mochtar sering dibawa pindah orang tuanya yang seorang guru (dimutasi), tempat tugasnya, dan akhirnya Achmad Mochtar melanjutkan sekolah menengah, semacam SMA sekarang di Batavia.

Setelah tamat sekolah menengah, pada tahun 1916 Achmad Mochtar melanjutkan studinya ke Sekolah Dokter STOVIA di Batavia. Setelah tamat sekolah dokter di Stovia beliau melanjutkan kuliahnya di Amsterdam University Belanda.

Achmad Mochtar dapat menyelesaikan disertasinya pada tahun 1927 dengan hasil penelitiannya membantah (sangkalan) bahwa Leptus Spera bukanlah penyebab penyakit kuning/lever, sehingga beliau berhak menyandang gelar Doktor pada bidang Bakteri Tropic dari Amsterdam University tersebut.

Selesai meraih gelar doctor tersebut (1927) beliau kembali ke tanah air dan dipekerjakan oleh pemerintah Hindia Belanda di laboratorium yang ada di tanah air, seperti di Bukittinggi, Padang, Bengkulu, Semarang dan Batavia.

Pada masa selanjutnya, atas hasil penelitiannya terus menerus dan menulis buku-buku dibidang kedokteran, terutama terkait keahliannya itu,

Achmad Mochtar dianugerahi gelar Guru Besar (Profesor) di Perguruan Tinggi yang sama (Belanda).
Pada tahun 1937 pemerintah Hindia Belanda mengangkatnya sebagai direktur The Central Medical Laboratory, kemudian lembaga ini bertukar nama menjadi Eijkman Laboratory.

Prof.DR. Achmad Mochtar, diangkat juga sebagai dosen dan sekaligus sebagai wakil rektor STOVIA, sementara rektornya adalah orang Belanda.
Di angkat sebagai kepala laboratorium sekaligus wakil rektor STOVIA adalah sebuah prestasi yang gemilang bagi rakyat pribumi karena tidak sembarang orang yang dapat dipercaya memegang kedua jabatan penting tersebut, apalagi bagi rakyat inlander semasa itu.

Petaka itupun tiba sewaktu tanah jajahan Hindia Belanda dirampas oleh tentara Jepang (1942), dan Jepang mendirikan Pemerintahan Militer.
Pada pemerintahan militer Jepang itu, banyak terjadi penyiksaan dan romusha dilaksankan, dibalik semua penyiksaan dan romusha ini teremban misi jahat Jepang untuk menghabisi orang-orang kita.

Salah satu program Jepang tersebut adalah menebarkan virus/bakteri TCD (Typhus Cholera Dysentery) di tahun 1944 ke seluruh orang kita, terutama yang dipekerjakan sebagai kuli paksa (romusha) tersebut.

Untuk membuat produksi virus/bakteri itu, militer Jepang memaksa Achmad Mochtar laboratoriumnya memproduksi sebanyak -banyaknya virus/bakteri tersebut.

Namun Achmad Mochtar menolak kedua perintah militer Jepang tersebut, karena tidak mungkin dia mengkhianati dan membunuh bangsanya sendiri dengan memanfatkan keahlianya itu, karena selama ini dia meneliti dan mendalami berbagai bakteri tropis untuk membuat pencegahan dan berbagai macam obat supaya anak bangsanya tidak terjangkit penyakit yang berujung kematian akibat berbagai macam bakteri yang hidup subur di daerah berhawa topis seperti Indonesia, namun
virus tcd tersebut tetap disebar oleh tentara Jepang yang entah dari mana asalnya, untuk menghindari tuduhan sebagai “penjahat perang” yang mungkin saja pada suatu ketika nanti akan dibocorkan oleh Achmad Mochtar,

Jepang meng kambing hitamkan Prof.DR. Achmad Mochtar dengan laboratorium yang dipimpinnya sebagai produsen virus/bakteri TCD (Typhus Cholera Dysentery) dan sekaligus sebagai penebarnya.

Atas tuduhan yang direkayasa Pemerintahan Militer Jepang tersebut maka laboratorium itu ditutup paksa dan seluruh staf laboratorium itu diancam bunuh oleh Jepang.

Karena merasa tidak berbuat atas tuduhan Jepang itu ‘si Jenius’ putra Bonjol ini melakukan pembelaan dan melindungi seluruh stafnya.

Namun fakta bercerita lain atas adatnya “si penguasa-Fasis”. Tuduhan terhadap Prof.DR. Achmad Mochtar, staf dan labournya tak mengalami perubahan.

Akhirnya hukuman tetap dijalankan, sejumlah dokter dan ilmuwan ditawan untuk dieksekusi mati oleh tentara Jepang dengan tuduhan melakukan sabotase.

Setelah lebih dari 1.000 romusha di Klender, Jakarta tewas usai divaksin TCD (Typhus Cholera Dysentery) dengan rasa tanggung jawab selaku seorang pimpinan dan jati dirinya ‘Sang Profesor bakteri berkelas dunia dan yang pertama dari Asia’ ini mengambil sikap, daripada anak buah dan kawan- kawan penelitinya yang menjadi korban keganasan militer Jepang maka dia meminta para peneliti dibebaskan dengan taruhan merelakan dirinya untuk menjalani eksekusi.

Dan Achmad Mochtar di eksekusi pada 3 Juli 1945, dari informasi yang berkembang selama ini diduga Prof.DR. Achmad Muchtar dibunuh Militer Jepang dengan cara dibantai.

Menurut Siti Chairani, dengan mata yang berkaca-kaca menuturkan sebagaimana yang diceritakan oleh ibunya (keponakan Achmad Muchtar), bahwa kakeknya itu dibunuh lebih tragis, lebih kejam lagi seperti yang diduga tersebut.

Sebetulnya dengan cara digilas pakai mesin stomboal (mesin pelican pengaspal jalan) bertenaga uap.

Siti Chairani melanjutkan kisahnya, setelah kakeknya itu digilas bolak balik dengan mesin stomboal, barulah Jepang memanggil ibunya Achmad Mochtar untuk menjemput pakaian yang dipakai beliau yang sudah lumat dan berdarah-darah itu.

Dari kesaksian ibunya Chairani, pakaian yang dijemput tersebut sudah hancur dan tidak berbentuk lagi, tak ubahnya sudah seperti daun dimamah ulat.

Achmad Mochtar pergi tak meninggalkan bekas, kalaupun ada nisannya di Ereveld, Ancol atau di Verzamelgraf Antjol, sekalipun di Makam Pahlawan Kalibata tak lebih hanyalah pajangan tulisan saja.

Achmad Mochtar meninggalkan seorang istri dan dua orang anak laki-laki.

Kedua anaknya ini semasa SMP sudah di sekolahkan di Belanda dan tak pernah lagi pulang ke Indonesia, dan menurut Chairani, kedua anak pamanya ini pun sekarang sudah meninggal dunia di Belanda.
👆🏼👆🏼⤴️⤴️⤴️

Dari Penyintas Covid19

Berbagi Pengalaman sebagai Penyitas COVID-19 Klaster Keluarga

Saya mengetahui terinfeksi setelah menerima hasil PCR. CT valuenya 18,5. Dari literature CT value itu infeksius. Sebelumnya sudah ada gejala: batuk, hidung tersumbat disertai demam. Berikut beberapa catatan yg bisa saya sampaikan. Apa yg saya alami bisa saja sangat berbeda dg pengitas yg lain. Tapi setidaknya catatan ini bisa jadi pembanding.

  1. Hati2 dengan penularan melalui klaster keluarga. Ini penting saya ingatkan krn seringkali kita agak longgar di dalam rumah dibandingkan diluar rumah. Di rumah biasanya masker di lepas dan tanpa jaga jarak. Satu saja anggota keluarga di rumah yg terinfeksi di luar maka akan bisa menular pada anggota keluarga yg lain. Karena itu apabila ada anggota keluarga yg sering keluar/berinteraksi dgn orang lain harus betul2 mematuhi protokol kesehatan saat masuk rumah. Apalagi muncul gejala segera lakukan isolasi dan testing untuk screening apakah terinfeksi atau tidak. Jika terinfeksi segera diisolasi Begitu juga kalau menerina kiriman makanan/barang dari luar harus dg standar protokol misalnya disemprot disinfektan terlebih dahulu.
  2. waspadai Gejala, Tracing dan Testing. Penting melakukan tracing dari mana sumber penularan Mulai dari asisten yg tinggal dirumah mengalami gejala demam, radang tenggorokkan dan batuk. Lalu menular ke keponakan yg juga mengalami gejala. Selanjutnya menular lagi ke istri dan anak2 dengan gejala. Awalnya kami rapid antigen. Hasilnya negatif semua. Lalu kami putuskan PCR ketika asisten rumah hasilnya positif baik antigen maupun PCR. Hasil PCR kami: 5 anggota keluarga yg terinfeksi positif dan 2 yg negatif. CT valuenya juga berbeda beda. Saya dan istri dibawah 20 (infeksius). Sedangkan dua ponakan dan satu anak 9 tahun CT valuenya diatas 20. Anak kami umur 9 tahun juga positif dg CT value diatas 20. Dua anak kami negatif. Mereka dipisahkan dalam satu kamar dg protokol interaksi di rumah yg ketat. Tapi tetap saja, akhirnya satu anak kami menyusul satu positif dg CT value diatas 20
  3. Vaksin sangat membantu. Kami sekeluarga sdh divaksin Sinovac dua kali. Asisten yg pertama kali kena juga sdh divaksin Astrazeneca sekali. Saya percaya vaksin sangat membantu untuk meringankan gejala. Demam antara 37,5-39 hanya berlangsung 2-3 hari. Hanya saya yg batuk. Gejala flu juga tdk terlalu berat. Saturasi oksigen rata2 97-99. Detak jatung dan tekanan darah normal. Setiap keluarga perlu memiliki Oximeter dan termometer utk memantau perkembangan kondisi. Bisa ditambah dg alat pengukur tensi. Selama isolasi mandiri lakukan monitoring setiap saat: suhu, saturasi oksigen dan juga denyut nadi.
  4. Lengkapi dengan pemeriksaan CT Scan torax. Sebagai data diagnosa sebaiknya lakukan pemeriksaan CT scan torax untuk melihat apakah terjadi infeksi di paru2. Sehari setelah hasil PCR keluar kami lakukan peneriksaan CT Scan Paru di rumah sakit. Hasil pemeriksaan radiologis kami sekelurga tidak tampak kelainan pada organ organ yang tervisualisasi pada CT Scan thorax saat ini, terutama tak tampak pneumonia. Menurut saya ini hasil pemeriksaan penting bagi pasien dg gejala untuk memastikan tidak terjadi kelainan di organ paru. Anak kami umur 9 tahun tdk di CT Scan tapi di rotgen dgn hasil tidak nampak kelainan di parunya.
  5. Telemedicine. Setelah mrndapatkan hasil PCR dan CT Scan kami memilih melalukan telemedice. Telemedicine menjadi pilihan karena kita tdk perlu datang ke rumah sakit atau praktek dokter sehingga meminimalisir interaksi. Banyak pilihan telemedice: HalloDoc yg bisa chat dg dokter, dikasi resep obatnya dan dikirim ke rumah. Banyak rumah sakit yg membuka layanan telemedice sekaligus resep dan kiriman obat. Pemerintah juga sudah membuka kerjasama dgn berbagai operator telemedice. Kami melakukan telenedice dgn dokter paru di rumah sakit bunda via zoommeeting dan juga telemedicine dg Telkomedika. Semuanya sangat membantu untuk memahami covid dan gejalanya.
  6. Pilihan obat. Dalam konsultasi di telemedicine, dokter biasanya melihat data2 yg diberikan pasien, termasuk keluhan2 pasien. Bagi pasien bergejala (demam dan batuk), dokter memberikan resep: obat anti virus (avigan atau olsatamivir), anti biotik (Azithomizyn), Edotin (pengencer dahak) dan Sistenol (obat penurun demam). Dosinya biasanya untuk 5 hari. Jika ada keluhan lain bisa disampaikan bia telemedice: misalnya kalau asam lambung naik, diare, hidung mampet dan batuk yg sering menyertai infeksi. Dokter pasti merekomendasi beberapa obat tambahan. Obat untuk anak2 pasti berbeda dan harus dikonsultasikan dgn dokter anak. Selain obat kami juga menetes RHEA, yg sangat membantu meredakan masalah tenggorokan
  7. Pentingnya suplemen Vitamin. Selain obat, pasien terinfeksi akan diberikan vitamin. Dokter biasanya merekomendasi vitamin D-3, Vitamin C dan Zinc. Kami gunakan Vitamin D-3 5000 iU, ditambah Ester C 500 mg dan Calcium 1000, Magnesiun 400 dg Zinc. Paket vitamin dari dokter bisa berbeda beda. Tapi intinya Vitamin D-3, Vitamin C dan Zinc. Vitamin untuk anak ada tiga yg kami pakai: Imunped, Prove D3 dan Imboost Kids.
  8. Sinar matahari sangat penting bagi pasien terinfeksi untuk berjemur. Dari referensi yg saya ikuti, waktu terbaik untuk berjemur justru antara jam 10 sampai 11. Berjemur cukup 15 menit terutamadi areal punggung. Tapi mungkin saja ada referensi lain soal ini. Kami memilih berjemur jam 10 selama 15 menit.
  9. Asupan makanan. Virus betul2 menyerang daya tahan kita terutama menurunnya nafsu makan. Beberapa pasien dilaporkan mual dan muntah. Tapi diantara kami tdk ada yg mual dan muntah. Kami hanya merasakan lidah pahit dan kehilangan rasa. Sehingga semua makanan menjadi tanpa rasa/pahit. Dalam kondisi seperti ini kita tidak boleh menyerah. Jangan pedulikan rasa, makan saja sehingga perut tdk kosong. Perbanyak makan sayur dan buah. Hindari makanan pedas. Kalau tdk dipaksakan, perut menjadi kosong, akhirnya pasti kondisi bisa drop. Pencernaan terganggu akan menurunkan imune. Begitu juga kalau asam lambung naik bisa mengganggu tenggorokan (memicu batuk) dan juga mengganggu pernafasan. Pokoknya makan saja. Kalau pencernaan terganggu, asam lambung dan diare, segera konsultasi ke dokter untuk membenahi areal pencernaan. Karena itu penting dalam pemulihan dan imune kita.
  10. Kualitas tidur. Selain menyerang nafsu makan, keluhan pasien terinfeksi adalah kesulitan/ terganggunya kualitas tidur. Terganggunya bisa karena demam tinggi, batuk2 dan hidung tersumbat. Pasien yg agak berat karena kesulitan bernafas. Syukur, kami rata2 tdk terganggu tidurnya. Saya sendiri sempat tergangu karena batuk dan hidung tersumbat. Akhirnya bisa berkurang setelah ada intervensi obat ke kedua gejala itu. Batuk bisa terjadi karena naiknya asam lambung. Sehingga pasien lebih nyaman tidur dengan posisi kepala lebih tinggi. Ketika obat lambung diberikan maka batuk bisa berkurang. Satu hal yg perlu dilakukan membantu kualitas tidur adalah mengurangi beban pikiran krn pekerjaan atau berita2 hoax yg mencemaskan/mengkhawatirkan. Sebaiknya fokus pada pengaturan nafas, rileks dan memikirkan/menonton hal2 yg menyenangkan dan membuat tertawa. Selama isolasi saya memutar lagi film2 komedi, standup comedy, dan juga menonton Youtube travelling dan tentang kuliner. Pikiran yg rileks sangat membantu. Lepaskan tugas2 kantor yg membebani. Ketenangan jadi penting. Kosentradi agar bisa tidur secara berkualitas.
  11. Badai Sitokin. Satu hal yg perlu diwaspadai oleh pasien terinfeksi adalah badai sitokin. Banyak pasien yg kondisinya memhuruk justru di hari ke 10. Ini yg kami khawatirkan juga. Dari banyak literatur, justru angka kematian tinggi akibat serangan badai sitokin. Kami mendapatkan informasi bahwa sedang dikembangkan stemcell secretome oleh konsorsium ahli untuk mencegah badai sitokin. Metode ini sdh diterapkan di semang dan jogja. Kami memutuskan mencoba metode ini dengan bantuan Dokter Agus Widyatmoko dan Tim Telkomedika. Dokter Agus merekomendasi bagi kami sekelurga untuk menggunakan strecome. Kami setuju. Sehari setelah kami dapat hasil PCR positif, kami disuntikkan stemcell stecome sebanyak 4 hari, sehari dua kali penyuntikkan pagi dan sore. Dua anak kami (yg 9 tahun dan terinfeksi belakangan) hanya disuntikkan 3 hari dengan dosis berbeda. Setelah disuntik stemcell strecome kondisi kami membaik. Badan lebih segar/kuat saat dilanda demam. Biasanya kalau demam, badan kami drop. Tapi setelah disuntik stemcell, kondisi kami jauh lebih baik. Akhirnya kami melewati hari ke 10.
  12. Tes PCR Hari ke 13. Setelah melakukan isolasi mandiri sampai hari ke 13, kami melakukan tes PCR. Sebenarnya dari protap, tidak perlu PCR lagi setelah 13 hari menjalankan isoman. Tapi kamo ingin memastikan bahwa kami tdk infeksius. Sebagian besar gejalanya sudah hilang. Batuk saya juga berkurang drastis. Hanya muncul sekali-kali. Sampai betul2 hilang di hari ke 15. Hasil PCR: saya, dan tiga anggota sudah negatuf. Istri, anak 9 tahun dan ponakan masih positif tapi CT Valuenya diatas 30. Kami konsultasi dokter Agus. Beliau mengatakan CT value yg lebih dari 30 dg nilai negatif 38 menunjukkan tinggal materi virus saja. Sdh tdk ada menular lagi. Pemeriksaan PCR hanya bisa mendeteksi materi virus namun tdk bisa mendeteksi virus hidup atau tdk. Jika sdh di atas 30 putaran baru ketemu materi virus berarti tinggal sedikit atau tinggal serpihan saja. Kami disarankan untuk makan protein nabati nanti materi virus nya juga akan dibersihkan oleh tubuh kita. Kami lega mendengarnya. Kami minta yg masih positif untuk makan yg bergizi, minum vitamin dan istirahat yg cukup. Untuk memastikan betul2 tuntas kami tes lagi setelah seminggu dari tes kedua. Semoga sudah negatif.
  13. Gejala Long covid. Setelah dinyatakan negatif, penyitas biasanya masih merasakan beberapa gejala paska Covid. Beberap gejala yg muncul: lidah masih pahit, perut sering bernasalah, dan lain2. Sebagian besar dari kami tdk merasakan gejala long covid seperti yg dibaca di banyak info. Saya sendiri lidah masih terasa pahit. Solusinya saya minum vitamin C dan juga konsumsi buah2an terutam jeruk. Namun kita perlu juga meningkatkan pengetahuan dan slaing berbagi terkait fenomena long covid.
  14. Tetap patuhi Prokes sebagai penyitas kita sudah punya pengalaman terinfeksi. Karena itu kita harus lebih waspada utk menjalankan protokol kesehatan di rumah dan luar rumah. Varian Delta penularannya lebih cepat, enam kali dobandingkan varian alpha. WHO juga memlerongatkan akan muncul varian baru. Jadi ini memerlukan stamina yg panjang. Jadi segera vaksin dan patuhi protokol kesehatan.

Demikian beberapa catatan. Mungkin saja sangat berbeda dgn pengalaman penyitas COVID yg lain. Semoga bermanfaat. Salam sehat

Watch “[PRO LEVEL] 7 Best Jobim Bossa Nova – Part I by Sangah Noona” on YouTube

Facebook Is Biden’s Vaccine Scapegoat – The Wall Street Journal.

Facebook Is Biden’s Vaccine Scapegoat https://www.wsj.com/articles/democrats-facebook-big-tech-vaccine-scapegoat-11626733002

The Power of Jamaah

Not only has Covid19 brought economic impact, but it also has put our life in misery. In every aspects. The severe impacts on national economy has forced government of Indonesia to declare the state of emergency which is called “Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat”. To soften the terms, now government will use new term “PPKM Level 4.”

PPKM Level 4 or PPKM has limited the movement among people, transportation, and all short of physical mobility in order to reduce the transmission of the deadly virus. Recently Indonesia has reached the top, eliminating India and the US in terms of daily Covid cases. As of today, 20 July 2021 at 06.48am Western Indonesian Time (WIB, GMT +7), covidvisualizer.com shows that Indonesia recorded 2,911,733 total cases; 542,938 active +34,257; 74,920 deceased + 1,338; and 2,293,875 recoverd + 32,217. While Indonesia has spent around 58 million vaccine doses.

As predicted by OECD in the mid of 2020, there will be a possibility of the pandemy to have a second hit scenario. It happens nowadays. As the consquences, the recovery time for economic growth will elapse longer. It also affects other sectors, including social life and religious matters.

PPKM has banned people from a mass and public gathering. Therefore, as the mall and super market limit their operating hours, the mosques, churches, vihara and others are subjected to temporarily closed. Problems. While the warong, kiosks and street vendor can only practice the take away menu, how about services in the public house of worships such as mosque and church? There is no clear sanction for this specific items. As Islam dominates the people believes, it quite hard to draw the line.

Yet, people are then divided. In one side, follows authority instruction and clear the mosque from the activites. On the other side, some mosques are still open with limitation such as not airing out the voice of Adzan and Iqamah etc,. As our housing complex is occupied dominantly by governmenr officers, the situation becomes a dillemma. As of today, in the Iedul Adha celebration, the authority of the mosque what so called DKM, stands for Dewan Kemakmuran Mesjid, spent no signals whether to have or not to have the Ied Shalat/pray.

Beautifully done, everyone knows ones position. No blaming to each other. The jamaah understood the difficulty faced by the DKM authority dominated by officers, in staying in line with regulations. Some of jamaah made a quick assessment of the situation. They made decision last night, to still have the Iedul Adha prayer with limitation in Tuesday morning happened. It must be quick, at the proper distant, wearing mask, and no sound in the air. It did happened. Alhamdulillah.

It show us the power of jamaah.

Rabbana Ya Allah ya Kareem please protect us and take out the Covid from our dunya, Aameeen yra.

Covid Visualizer

`INI ADALAH GAMBAR PETA DUNIA, APABILA ANDA MELETAKKAN JARI ANDA KE NEGARA DI PETA DUNIA TERSEBUT, SECARA OTOMATIS AKAN MUNCUL KETERANGAN TENTANG KEADAAN COVID-19 DI NEGARA TERSEBUT,SILAHKAN MENCOBA...

👇🏻👇🏻👇🏻
covidvisualizer.com

Ayat-Ayat Penutup Doa

True and the Real Leader.

RAKYAT JERMAN MENGUCAPKAN SELAMAT TINGGAL PADA ANGELA MERKEL (KANSELIR JERMAN)

Dengan tepuk tangan hangat selama 6 menit, di jalan, di balkon, di jendela, seluruh negara bertepuk tangan selama 6 menit – contoh luarbiasa dari kepemimpinan dan perlindungan atas kemanusiaan!

Rakyat Jerman memilihnya untuk memimpin mereka, dan dia memimpin 80 Juta rakyat Jerman selama 18 tahun dengan kecakapan, kemampuan, dedikasi dan kejujuran! Dia tidak pernah asal bicara. Dia tidak muncul di Berlin untuk difoto. Dia disebut “Wanita Dunia” dan dirinya seorang dianggap setara dengan 6 Juta orang lelaki.

Selama 18 tahun kepemimpinannya di Jerman, ia tidak terekam melakukan kesalahan apapun. Ia tidak memasukkan satu pun kerabatnya ke dalam pemerintahan. Dia tidak pernah menyatakan ia yang membuat kemajuan bangsa. Dia tak mendapat gaji jutaan, dan tak seorang pun menyemangatinya untuk performanya, dia tidak mendapatkan piagam apapun, dia tidak melawan para pendahulunya.

Kemarin, Angela Merkel meninggalkan posisi kepemimpinan partai dan menyerahkannya pada penerus²nya, dan Jerman serta rakyatnya berada dalam posisi terbaiknya.

Terjadi reaksi yang belum pernah terjadi dalam sejarah Jerman sebelumnya. Seluruh rakyat Jerman keluar ke balkon rumah mereka dan bertepuk tangan untuk Merkel selama 6 menit tanpa henti. Standing ovation satu negara!

Rakyat Jerman mengucapkan selamat tinggal pada pemimpin mereka, seorang fisikawan yang tidak tergoda gemerlap gaya hidup, tidak punya rumah megah, mobil mewah, kapal pesiar dan jet pribadi, untuk mengingat bahwa ia dulu berasal dari Jerman Timur.

Dia meninggalkan jabatan di saat Jerman sedang hebat²nya. Dia pergi dan kerabatnya tidak mengambil kesempatan. 18 tahun dia tak pernah mengganti model pakaian. Semoga Tuhan memberkati sang pemimpin pendiam ini.

Dalam sebuah wawancara, seorang Jurnalis wanita bertanya pada Merkel: Kami lihat anda selalu memakai model pakaian yang sama, tidak kah anda memiliki yang lain? Merkel menjawab: “Saya ini petugas pemerintahan, bukan model”

Dalam wawancara lain, mereka bertanya pada Merkel: Apakah kau memiliki pembantu rumah tangga untuk membersihkan rumahmu, menyiapkan makananmu dan seterusnya? Merkel menjawab: “Tidak, aku tak punya dan tak perlu pembantu. Suamiku dan aku yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tiap hari.

Jurnalis lain bertanya: *Siapa yang mencuci pakaian, kamu atau suamimu? Ia menjawab: “Aku menyusun pakaiannya, kemudian suamiku yang memasukkannya ke mesin cuci, biasanya kami kerjakan di malam hari, saat listrik sedang tersedia, dan kami sama sekali tidak keberatan mengerjakannya, dan yang terpenting ialah tidak mengganggu tetangga, syukurlah, dinding apartemen kami cukup tebal untuk memisahkan kami dari tetangga apartemen kami. Merkel lalu bertanya pada para Jurnalis, “Bukannya kalian ingin menanyai saya tentang pemerintahan??”

Angela Merkel tinggal di apartemen biasa layaknya rakyat biasa.

“Dia hidup di apartemen ini sejak sebelum ia dilantik menjadi Kanselir Jerman. Dia tak pindah dari apartemen itu, dan tak memiliki villa apapun, pembantu rumah tangga, kolam renang maupun taman.”

Angela Merkel… Kanselir Negara Jerman, Ekonomi terbesar di Eropa!! (Ditranslate YMU
10/7/2021.Jam 11.32 Wib)

Isak Sang Imam..

“Maalikiyaumiddin… Iyy..” suara imam di mesjid kami terhenti. Tercekat. Beberapa saat kemudian dia berhasil menenangkan diri dan alhamdulillah menyelesaikan tugas menjadi kotib sekaligus imam shalat Jumat, hari ini, 9July 2021.

Bagaimana di mesjid tempat anda shalat Jumat hari ini? Atau anda justru tidak shalat dan memilih shalat zuhur di rumah? atau mungkin juga karena ketidakcukupan jumlah makmum, anda hanya menyelenggarakan shalat zuhur berjamaah.

Jumat pertama di masa PPKM Darurat yang telah dicanangkan pemerintah mulai tanggal 3 sd 20 Juli 2021 menarik untuk disimak. Betapa tidak? Pemerintah telah mengeluarkan aturan melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri atau Inmendagri No 15/2021 yang bertepatan direvisi pada hari ini 9 Juli 2021. Dengan Inmendagri ini, dilarang berbagai kegiatan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi penularan virus Covid19 yang akhir-akhir ini semakin menakutkan, bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga seluruh dunia. Hal ini berkaitan dengan munculnya varian baru, varian Delta yang berasal dari India.

Dalam Inmendagri ini jelas dilarang keras berkerumun yang patut diduga akan memperburuk situasi. Larangan berkerumun berdampak kepada kegiatan ibadah, termasuk shalat berjamaah di mesjid. yang dalam diktum Ketiga butir g. berbunyi:

” tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura,
Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya
yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup
sementara;”

Pelaksanaan shalat dan pembukaan tempat ibadah memang menjadi dilematis dengan adanya Inmendgari dimaksud. Betapa tidak, sebagian masyarakat berpendapat ketika sudah kehabisan upaya menghadapi serbuan Covid19, salah satu upaya tersisa adalah berdoa. Betul, berdoa kepada Tuhan YME, sesuai kepercayaan masing2 penduduk.

Bisa dibayangkan, sangat banyak warga yang terinfeksi, dirawat, dan meninggal dunia. Bahkan ketika pemakaman pun derita keluarga belum berakhir. Mereka harus menangisi jenasah yang terkadang harus antri untuk dimakamkan. setelah sebelumnya kehabisan daya upaya penyelamatan di rumah sakit serta menunggu proses pemulangan yang juga tidak mudah. Ambulan harus di antri, dan sederet suka duka lainnya. Rekor kematian per hari di atas 1000 telah terlewati, ancaman penyebaran belum berhenti.

Karena itu penutupan rumah ibadah, jelas bukan hal mudah. Di masa covid, justru banyak warga yang tadinya tidak datang berjamaah, sekarang malah hadir dan berdoa lebih rajin. Sebagian juga ada yang ketakutan tertular, memilih tidak hadir shalat berjamaah. Menarik juga, beberapa pengurus DKM justru tidak berani “nongol” di mesjid. Apapun alasan masing-masing orang, bisa kita terima.

Khusus di mesjid di komplek kami, saya tidak tahu di rumah ibadah agama lain, atau mesjid di daerah lain, karena memang sejak tanggal 3 Juli praktis tidak keluar rumah, secara relatif tidak ada pengurangan saf. Seperti saya sampaikan tadi, semakin pandemi nya mewabah, semakin banyak pula jamaah yang datang dan pada saat bersamaan juga ada yang menghilang.

Sekali lagi, kita memaklumi apapun alasan yang dipilih. Bisa jadi para pengurus DKM yang kebanyakan adalah pegawai negeri sipil yang masih aktif, harus benar-benar patuh kepada Inmendagri tadi. Ini konsekuensi logis ketika pengurus masih menjabat di kantor, ia harus patuh dan memberi contoh. Beruntung orang2 yang menjadi pengurus tapi bukan PNS aktif, atau PNS aktif yang tidak jadi pengurus. Mereka sedikit lebih leluasa dalam melaksanakan aktivitas shalat berjamaah.

Shalat Jumat tadi di era PPKM darurat menandai gejolak batin sang Imam sekaligus kotib yang kebetulan bukan PNS. Di satu sisi ia memiliki keinginan untuk tetap shalat jumat berjamaah, di sisi lain Sang Imam menjadi tidak enak hati atau rasa serba salah kepada pengurus. Semoga sang Imam tidak mendapat sanksi apa-apa dari pengurus DKM. Karena ia pun sebenarnya serba salah, dan itu terasakan dalam sesak nafas dan isak tangisnya ketika menjadi imam tadi, tepatnya dalam bacaan surat Fatehah di rakaat pertama.

Dalam situasi ini, tidak usahlah mencari kesalahan, kambing hitam atau putih, menepuk dada sebagai yang hebat, atau juga mengancam kanan kiri sesama kita. Musuh utama kita adalah Covid19 yang semakin bersimaharajalela, dan tujuan utama kita juga meningkatkan kualitas ibadah, baik sebelum, semasa, ataupun pasca Covid19 melanda.

Terima kasih buat para imam dan ulama yang sudah mengambil langkah tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Begitu juga kepada para pengurus DKM yang dengan setia menerapkan aturan berlaku. Semoga dengan segala kekurangan dan saling pengertian sesama kita, Allah menurunkan berkahnya kepada kita semua sehingga Indonesia bisa kembali tumbuh ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya di masa datang.

Aamiin yra.

Sawangan, 9 Juli 2021