Alhamdulillah putri bungsu saya diterima sampai saat ini di 4 PTN pilihannya. Dengan demikian, pastinya akan ada 3 calon bangku kosong. ——
“Nak, lebih baik ambil SMANx Depok, drpd SMANxy Jakarta!”, begitu rasanya awal kalimat yg saya ucapkan ketika anak saya harus memilih SMA 3 tahun lalu.
Memperhatikan nilainya ketika lulus tingkat SMP, anak ketiga saya inibisa saja mengikuti langkah kakaknya utk masuk SMA favorit di JakSel. Namun memperhatikan tingkat kemacetan dari rumah ke SMA itu akhir2 ini, mendorong saya utk lebih memilih si bungsu ini menyelamatkan atau save time sekitar 2 jam sehari. Ya, 2 jam sehari sangat berarti.
Dengan ke Depok yg hanya 15 menit naik motor sekali jalan, akan memudahkan si anak ke sekolah. Bisa di antar ibunya juga. Waktu yg dihemat bisa juga dipakai utk ekstra kurikuler atau ikut berbagai les yg diperlukan.
Begitu pikiran dan argumen saya ketika itu. Sang anak untung nya patuh dan bisa menerima planning bapaknya, terkadang terasa gambling, juga. Betapa tidak, di Jakarta sekolah dan gurunya sdh proven. Dua kakaknya bisa masuk PTN dari SMA favorit itu. Sedangkan sekolah yg akan dimasuki tergolong baru.
Tekad dan rencana saya sdh bulat. Memilih sekolah yg lebih dekat dan tetap berharap anak bisa diterima PTN, harapannya demikian.
Tiga tahun berlalu. Tiba waktunya persiapan utk masuk PT. Meski merasa akan bisa diterima, tetap saja saya dan istri merasa khawatir. Betapa tidak, rasa was was menghantui. Apakah pilihan saya dulu benar atau salah, sekarang lah momen pembuktiannya.
Benar saja, pengumuman SBMPTN berlalu tanpa ada nama anak saya di dalamnya. Teringat kakaknya dulu mendapat Jalur undangan sebuah PTN bergengsi di Jabar. Kemudian pengumuman Utul, ujian tulis masuk PTN, juga tak menyisakan satupun kursi untuk si bungsu.
Perasaan khawatir menyelinap. Sedih, harap, kecewa akan pilihan bercampur rasa. Hanya doa yg dapat kupanjatkan, semoga Allah meridhoi langkah yg telah kami pilih, dan memberikan jalan. Ketika berdiskusi dg Sang Anak, saya merasa masih yakin, ia cukup tegar untuk menempuh ujian Mandiri dan mendaftar ke beberapa PTN favorit.
Satu yg saya camkan, anakku harus ikut rencana, sabar dan percaya diri kamu bisa. Begitu saya tanamkan, sekaligus mengingatkan dia punya kemampuan. Tidak mudah, sekali lagi disini tantangan nya. Kita sbg ortu harus mampu memahami kejiwaan anak. Bahasa tubuh, gerak mata dan raut muka harus mampu dimengerti.
Setelah saya yakin kondisinya aman, saya beri semangat utk mempersiapkan diri sebaik mungkin utk ujian mandiri atau utul lainnya. Menantang sekaligus memberi semangat tidaklah mudah. Saya ingat kan nilainya dulu di atas rata2 temannya yang telah diterima di berbagai PTN. Dibutuhkan kan trik utk menyemangati anak yg sedang berjuang dan galau. “Sabar, kamu pasti bisa. InshaAllah bisa. Kan kamu sering ngajarin teman utk fisika dan math!”. Itu salah satu cara utk membangkitkan rasa pedenya. “Mungkin pas ujian kamu kurang konsentrasi dll!” Berbagai cara saya sampaikan utk memberi semangat.
Bersama temannya, ia mengatur sendiri jadwal KA ke Yogya dan Malang. Saya tidak ikut campur. Ia menyiapkan sendiri dg bbrp temannya. Doa kami menyertainya.
Kemudian tibalah waktu pengumuman, dan itu tadi Alhamdulillah anak bungsu saya ini bisa diterima di 3 PTN, untuk jurusan yg disuka dan dia pilih.
Saya sempat sampaikan, agar bersyukur dapat cobaan tidak diterima jalur undangan, memberikan kesempatan untuk introspeksi diri. Menyadari bahwa ia mungkin masih kurang banyak belajar nya. Karena dekat jarak ke sekolah, bisa jadi lengah dan banyak main. Sering mampir ke teman2 dan hang out ala anak millenials.
Semoga nanti di universitas bisa mengatur waktu dan belajar lebih baik. Aamiin… Raihlah masa depan gemilang yg diridhoiNya anakku. Aamiin yra.
Lesson learned nya atau bisa disebut blessing in disguise anak terhindar dari locked out jurusan yg tidak terlalu disukai yg harus dimasukkan ke pilihan 2 di sbmptn atau utul. Jurusan study mungkin sama misterous nya dg hal sakral lain spt jodoh, karena ia merupakan langkah baru dalam kehidupan. Saya sangat mengerti jurusan favorite bagus, tapi tidak menjamin kesuksesan dalam menjalani hidup di masa datang. Tetap dibutuhkan ketekunan, rasa mencintai pekerjaan dan Ridho Ilahi.
–the end
Filed under: Uncategorized | Leave a comment »